Minggu, 27 Juli 2025
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Lueng Bata Tambang Ilegal di Depan Mata

Lueng Bata Tambang Ilegal di Depan Mata

Sabtu, 26 Juli 2025 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Aktivitas penambangan ilegal. Foto: dok BWS Sumatera I 


DIALEKSIS.COM | Indept - Tambang illegal ini bagaikan "mengencingi" aparat penegak hukum dalam menegakan wibawa pemerintah. Lokasinya bukan di kawasan hutan belantara, daerah marginal yang sulit dijangkau.

Areanya berada di kawasan padat penduduk, berada dalam kawasan Kota Banda Aceh. Area yang sering menjadi perhatian, namun di sana ada aktivitas galian C ilegal. Mengapa bisa? Ibarat batang keladi, dia akan terasa kuat bisa ditusuk besi di dalamnya.

Karena ada besi di dalamnya, batang keladi merasa kuat. Tambang illegal ini beroperasi, karena diduga ada oknum beruniform penegak hukum yang membekenginya. Ketika gaduh, diramaikan publik, akhirnya Kapolresta Banda Aceh menghentikan aktivitas tambang ilegal ini.

Apakah persoalannya selesai? Kalau sekedar dihentikan, lantas persoalannya selesai, begitu mudah tatanan hukum di negeri ini. Mereka yang bersalah cukup minta maaf dan diberikan peringatan, lantas semuanya berakhir damai.

Banyak pihak mendesak Pemerintah Kota dan Polda Aceh melakukan penyelidikan atas dugaan keterlibatan oknum aparat yang membekingi aktivitas tambang tersebut.

“Ini bukan sekadar pelanggaran izin atau administrasi. Ini adalah kejahatan lingkungan yang brutal dan mencoreng martabat hukum di negeri ini, karena terjadi di sempadan sungai dan dilakukan secara terang-terangan tanpa ada izin dan kajian lingkungan,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin.

Bagaimana kisahnya tambang ilegal di kota Banda Aceh ini beroperasi, lantas apa upaya yang akan dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH). Masih adakah wibawa pemerintah, setelah mereka dianggap bagaikan tidak berharga?

Teguran

Balai Wilayah Sungai Sumatera I Banda Aceh secara resmi melayangkan surat seputar aktivitas tambang ilegal ini. Pihak Balai meminta aktivitas pengambilan material ilegal (Galian C) di wilayah sempadan Sungai Krueng Aceh, Gampong Lueng Bata, segera ditertibkan.

"Berdasarkan pemantauan dan pengawasan yang telah dilaksanakan, ditemukan bahwa di Gampong Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh, terdapat aktivitas ilegal pengambilan material galian C menggunakan mesin hisap," ujar Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Heru Setiawan dalam surat yang ditujukan kepada Walikota Banda Aceh, tertanggal 16 Juli 2025.

Pihak Balai dalam suratnya menyertakan titik koordinat operasional tambang ilegal ini. Modus operasinya dengan melakukan penghisapan menggunakan mesin.

Menurut pihak Balai, metode penambangan material pasir/batuan dengan menggunakan mesin hisap sangat dilarang dalam jenis, bentuk, dan kapasitas apa pun, karena tidak dapat membentuk geometri atau morfologi sungai sesuai dengan kaidah pemeliharaan sungai, serta besaran volume material yang diambil tidak dapat terkontrol.

"Perlu kami sampaikan bahwa pengambilan material secara ilegal dan tidak terkendali dapat menyebabkan perubahan morfologi sungai sehingga memicu terjadinya kerusakan sungai secara menyeluruh dari hulu sampai hilir sungai," tuturnya.

"Untuk itu, kami memohon untuk dapat dilakukan penertiban segera terhadap aktivitas pengambilan material illegal (Galian C) pada lokasi tersebut," pinta pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera I Banda Aceh ini.

Bagaikan mendapat “tamparan”, pihak Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, melayangkan surat kepada pemilik galian C yang beroperasi di wilayah sempadan Sungai Krueng Aceh, Gampong Lueng Bata.

Dalam surat tersebut, camat meminta agar aktivitas penambangan pasir yang diduga ilegal di kawasan itu segera dihentikan.

Surat bernomor 300/285/2025 yang diteken langsung oleh Camat Lueng Bata, M. Kharisma, tertanggal 22 Juli 202. Camat menegaskan kawasan sempadan sungai Krueng Aceh tidak diperbolehkan untuk aktivitas pertambangan karena berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan potensi banjir.

“Kami meminta saudara untuk menghentikan kegiatan penambangan pasir atau galian C di wilayah tersebut,” tulis M. Kharisma dalam surat tersebut.

Sebagai bentuk koordinasi dan pengawasan, tembusan surat ini turut dikirimkan ke Wali Kota Banda Aceh, Ketua DPRK Banda Aceh, Walhi Aceh, dan sejumlah pihak terkait lainnya.

Mulai “panas”, banyak pihak yang melirik tambang ilegal di depan mata ini. Direktur Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, SH., angkat bicara terkait aktivitas tambang galian C ilegal di kawasan Lueng Bata, Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh, yang diduga mendapat dukungan dari oknum aparat kepolisian.

Dalam pernyataannya kepada Dialeksis, Muhammad Nur menyampaikan keprihatinan mendalam atas pembiaran tambang ilegal yang telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat setempat. Ia juga mengecam dugaan keterlibatan oknum aparat yang justru menjadi pelindung kegiatan melawan hukum tersebut.

“Ini bukan lagi sekadar persoalan tambang ilegal, tapi juga soal bobroknya integritas penegak hukum jika benar ada oknum polisi yang memback-up. Ini harus dihentikan segera, sebelum kerusakan bertambah parah,” tegas Muhammad Nur.

Menurutnya, praktik galian C ilegal tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga mencederai upaya pemerintah dalam menjaga tata kelola investasi dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Ia menilai, jika dibiarkan terus berlangsung, aktivitas semacam ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Aceh.

Muhammad Nur mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh, khususnya Wali Kota, untuk bersikap tegas dan memberikan instruksi penghentian aktivitas tambang ilegal di Lueng Bata. Ia menilai pernyataan Camat Banda Raya yang meminta arahan kepada wali kota menunjukkan lemahnya keberanian otoritas lokal dalam menindak pelaku pelanggaran.

“Ini waktunya wali kota menunjukkan keberpihakan pada kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan. Tidak cukup hanya arahan, tapi perlu tindakan konkret dan penegakan hukum tanpa pandang bulu,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya evaluasi terhadap aparat di lapangan, baik sipil maupun kepolisian, yang dinilai lalai atau bahkan terlibat dalam pembiaran aktivitas ilegal tersebut. Forbina, kata dia, mendorong agar ada investigasi independen untuk mengungkap pihak-pihak yang bermain di balik tambang ilegal tersebut.

“Kita bicara soal keberlanjutan kota. Jika ini dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tapi juga akan mematikan iklim investasi yang sehat di Aceh,” katanya.

Dalam konteks yang lebih luas, Muhammad Nur menilai bahwa tambang ilegal kerap menjadi “ladang basah” bagi aktor-aktor tak bertanggung jawab, baik dari kalangan swasta maupun oknum aparat. Ia meminta agar seluruh stakeholder bersatu menolak praktik-praktik seperti ini demi masa depan pembangunan yang bersih dan beretika.

“Ini menjadi ujian bagi komitmen kita terhadap hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik. Jangan sampai Banda Aceh menjadi contoh buruk karena ketidakberanian menindak pelanggar aturan,” pintanya.

Kritikan pedas juga datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh. Organisasi penyelamat dan pencinta lingkungan ini mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menindak tegas praktik tambang Galian C ilegal yang terjadi secara terang-terangan di Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh.

WALHI mendesak Pemerintah Kota dan Polda Aceh melakukan penyelidikan atas dugaan keterlibatan oknum aparat yang membekingi aktivitas tambang tersebut.

“Ini bukan sekadar pelanggaran izin atau administrasi. Ini adalah kejahatan lingkungan yang brutal dan mencoreng martabat hukum di negeri ini, karena terjadi di sempadan sungai dan dilakukan secara terang-terangan tanpa ada izin dan kajian lingkungan,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin.

Pernyataan ini menyusul laporan media yang mengungkap praktik tambang ilegal di kawasan Gampong Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh yang tetap beroperasi meski tanpa izin resmi. Bahkan Camat Lueng Bata telah mengirimkan surat kepada milik Galian C untuk menghentikan operasionalnya.

“WALHI Aceh juga mendapat tembusan surat penghentian aktivitas penambangan Galian C, jadi ini harus diusut, karena informasi yang kami peroleh ada keterlibatan oknum polisi, jadi polisi harus segera mengusut dan tangkap pelakunya, siapapun dia,” tegasnya.

Menurutnya, pembiaran ini sebagai bentuk kelumpuhan negara dalam menegakkan hukum dan melindungi warga dari ancaman ekologis.

“Wali Kota Banda Aceh tidak boleh diam. Harus segera bertindak sebelum tambang ini berubah menjadi sumber bencana ekologis dan konflik sosial di tengah masyarakat,” kata Om Sol, sapaan akrab Ahmad Shalihin.

Menurutnya, dampak lingkungan dari tambang ilegal di kawasan padat penduduk sangat mengkhawatirkan, kerusakan struktur tanah, peningkatan risiko banjir dan longsor, terganggunya sistem drainase kota, hingga gangguan kesehatan akibat polusi debu dan kebisingan alat berat.

“Siapa yang bertanggung jawab jika warga terdampak? Negara tidak boleh kalah oleh mafia tambang. Apalagi jika pelindungnya adalah aparat hukum sendiri,” tegasnya.

WALHI Aceh mendesak Polda Aceh untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum polisi secara transparan dan menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti. “Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi pidana berat. Jangan lindungi pelaku, apalagi kalau mereka berseragam,” ujarnya.

Bukan hanya sekedar penindakan hukum, WALHI juga menuntut Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM Aceh segera turun tangan melakukan audit lingkungan di lokasi tambang ilegal tersebut.

WALHI menekankan bahwa kawasan perkotaan, terlebih ibu kota provinsi, tidak boleh menjadi ladang eksploitasi ilegal.

“Tambang ilegal adalah wajah gelap tata kelola sumber daya alam kita. Ini soal kehancuran ruang hidup warga dan kehormatan hukum yang sedang dipermainkan. Semua pihak, terutama pemerintah dan aparat hukum, harus berhenti menutup mata,” sebut Om Sol.

Dihentikan

Akhirnya Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, meninjau langsung aktivitas galian C yang beroperasi di wilayah sempadan Sungai Krueng Aceh, Gampong Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, pada Kamis siang (24/7/2025).

Didampingi oleh Wakil Wali Kota, Afdal Khalilullah, kunjungan ini dilakukan sebagai tindak lanjut atas laporan dari warga dan Camat setempat terkait dugaan aktivitas penambangan ilegal yang dikhawatirkan berdampak buruk terhadap lingkungan dan keselamatan masyarakat.

Illiza terlihat serius memeriksa kondisi sekitar lokasi galian. Ia juga berinteraksi langsung dengan aparat gampong dan warga yang turut menyampaikan kekhawatiran mereka atas kerusakan tanggul dan potensi abrasi sungai yang mulai tampak.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Hari ini kami menindaklanjuti laporan dari Pak Camat dan masyarakat terkait aktivitas galian C di Kecamatan Lueng Bata. Setiba di Banda Aceh, saya langsung ke lokasi bersama Pak Wakil. Ternyata, pelaku sudah mengangkat semua peralatan mereka dari lokasi. Ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas tersebut memang menyalahi aturan dan meresahkan warga,” ujar Illiza dalam video yang berdurasi 2 menit.

Ia menegaskan, galian ilegal yang berada di wilayah sempadan sungai dapat menimbulkan abrasi parah dan kerusakan ekologis lainnya jika terus dibiarkan. Karena itu, Pemko Banda Aceh tidak akan mentolerir aktivitas semacam ini.

“Kalau galiannya terus berlangsung, abrasi bisa terjadi dan lingkungan kita akan rusak. Ini jelas merugikan masyarakat. Kita ingatkan para pelaku untuk berhenti. Kalau tidak, akan kami tindak tegas,” tegas Illiza.

Ia juga menyatakan bahwa tindakan cepat telah dilakukan sejak laporan diterima. Seluruh alat berat dan perlengkapan penyodetan material dari lokasi telah disita dan diamankan.

“Alhamdulillah, hari ini kegiatan galian ilegal yang diduga tidak berizin sudah dihentikan. Seluruh alat berat sudah diangkat sejak siang tadi. Memang terlihat dampaknya sudah mulai terasa, ada tanggul yang rusak dan jalan yang terputus. Namun karena operasinya belum terlalu lama, kerusakan belum terlalu parah dan masih bisa kita tangani segera,” jelasnya.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Kapolresta Banda Aceh yang merespons cepat laporan masyarakat dan menurunkan tim untuk menindaklanjuti kasus ini.

Dalam pantauan di lokasi, tampak sejumlah bekas galian yang menganga dan jejak kendaraan berat yang telah digunakan untuk menyodet material tanah dan pasir. Beberapa bagian tanggul di sepanjang sungai juga terlihat jebol dan rawan longsor.

Pemerintah Kota Banda Aceh berencana untuk segera memperbaiki kerusakan tersebut agar tidak berdampak pada aliran sungai dan pemukiman warga di sekitar bantaran.

“Jangan hanya karena ingin mengambil keuntungan pribadi, lingkungan kita jadi rusak. Kalau sudah rusak, siapa yang bertanggung jawab? Akhirnya masyarakat juga yang akan menanggung dampaknya,” pungkasnya.

Polresta Banda Aceh sudah menurunkan timnya, menghentikan aktivitas tambang ilegal. Namun yang menjadi pertanyaan publik, apakah hanya sebatas ditertibkan, dihentikan, tanpa ada upaya hukum lebih lanjut?

Muncul juga pertanyaan publik? siapa sosok oknum polisi yang diduga membekingi aktivitas tambang galian C ilegal di Gampong Lueng Bata, Banda Aceh.

Kini, alat yang digunakan untuk menyedot material dari badan Sungai Krueng Aceh yang disebut milik seorang oknum polisi, aktivitasnya sudah berhenti. Alat-alat berat yang sebelumnya ada di lokasi, kini tidak diketahui rimbanya.

Plt Camat Lueng Bata, M. Kharisma, sempat menyebut bahwa peralatan dan mesin hisap yang digunakan dalam aktivitas tambang ilegal tersebut merupakan milik seorang polisi berpangkat AKP. Namun dia tidak tahu pasti identitas maupun kesatuan tempat bertugas oknum tersebut.

Sementara itu, Kapolresta Banda Aceh Kombes Joko Heri Purwono yang telah menurunkan timnya melakukan penghentian kegiatan tambang ilegal ini, dalam sebuah keteranganya kepada media menyatakan, oknum yang diduga beking tambang ilegal tersebut bukan anggotanya.

Bagaimana kisah lanjutan dari “drama” tambang illegal di depan mata yang “menantang” wibawa pemerintah. Akankah berakhir senyap, atau pihak penyidik serius ingin mengungkapnya. Bukan kena di mata dipicingkan, kena di perut dikempeskan. *** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI