Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Mungkinkah Urusan Haji Bebas dari Korupsi?

Mungkinkah Urusan Haji Bebas dari Korupsi?

Jum`at, 03 Januari 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Ilustrasi korupsi. Foto: Edi Wahyono 


DIALEKSIS.COM | Indept - Urusan ibadah juga dikerubungi persoalan korupsi. Inilah Pertiwi yang tidak habisnya mengurus korupsi. Departemen Agama yang seharusnya menjadi departemen bersih, karena mengurus persoalan ibadah, namun di lembaga ini bertabur persoalan korupsi.

Miris….! Satu persatu pucuk pimpinan di Departemen Agama sudah mendapatkan lebel koruptor dan masuk bui. Mulai dari korupsi duit ummat, pengadaan Alquran, pengadaan laboratorium madrasyah, korupsi duit haji, dan dugaan korupsi rapat fiktif.

Kini kembali muncul soal kuota haji. Menteri Agama pun ahirnya diganti Presiden Prabowo pada 21 Oktober 2024. Presiden mempercayakan kepada Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. Imam besar masjid Istiqlal. 

Akankah persoalan korupsi dalam mengurus ibadah ummat mampu dibersihkan? Publik menaruh harapan pada imam masjid ini untuk membersihkan departemen yang seharusnya mengurus keperluan ibadah ummat.

Bagaimana semrautnya Departemen Agama dan sejumlah persoalan disana, Dialeksis.com merangkumnya dari berbagai sumber.

Penyelenggaraan Haji

Soal penyelenggaraan haji membuat rakyat di bumi Pertiwi gaduh. Ditahun 2024 kegaduhan itu kembali mencuat, bahkan DPR RI membuat Pansus, khusus mengulik persoalan haji. 

Dugaan ada mafia dalam persoalan haji dibongkar wakil rakyat. Sayangnya Menteri Agama tidak mengindahkan Pansus DPR RI, dia tidak mau menghadiri pertemuan dengan wakil rakyat.

Namun persoalan itu bukan hanya kali ini, sebelumnya juga DPR RI sudah menyelidikinya, bahkan sempat terlontar kata “bangsat” untuk lembaga ini. Tetapi permaian tetap ada, ummat untuk beribadah dipermainkan.

Ahirnya elemen masyarakat bersuara. Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak KPK usut tuntas perkara dugaan gratifikasi penyelenggaraan haji 2024.

"MAKI telah berkirim surat kepada KPK untuk mendesak percepatan penuntasan penanganan perkara. Selain untuk tujuan penegakkan hukum, juga diperlukan guna perbaikan penyelenggaraan haji kedepannya," kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (30/12/2024). 

Boyamin mengatakan, desakan tersebut setidaknya memiliki dua data penguat. Pertama, dugaan gratifikasi dan pungutan liar. Kuota tambahan jemaah haji plus (sekitar 5.000 orang) yang berangkat tahun 2024 dikenakan biaya tambahan sekitar 4.000 USD hingga 5.000 USD. Jika dirupiahkan antara Rp60 juta hingga Rp75 juta.

Data penguat kedua dikatakan Boyamin, berupa dugaan kamuflase. Yakni melalui oknum Kemenag meminta sejumlah biro travel haji plus untuk mengajukan surat permohonan tambahan kuota haji plus dengan sistem tanggal mundur.

"Surat tersebut yang dijadikan alasan pemberian kuota 50 persen dari 10.000 jatah tambahan haji pemerintah Arab Saudi (semestinya sesuai ketentuan hanya 20% atau 2.000 jemaah untuk haji plus dan sisanya 8.000 untuk haji reguler)," sebut Boyamin. 

Dengan adanya dua data itu, sudah semestinya KPK akan mampu mempercepat penuntasan perkaranya.Yang jelas penanggungjawab tertinggi penyelenggaraan haji adalah Menteri Agama saat itu.

Namun, bisa saja oknum di bawahnya yang diduga terlibat. Yang harus jadi perhatian KPK adalah Menteri Agama tidak pernah hadir panggilan Pansus Haji DPR 2024,” jelas koordinator MAKI.

Temuan Pansus

Ada 9 temuan masalah haji yang hasil Pansus DPR RI di masa Menag Gus Yaqut.Tahun 2024 diributkan dengan penyelenggaraan ibadah haji oleh Kementerian Agama, khususnya kasus kuota tambahan. 

Persoalan distribusi kuota haji menjadi masalah saat Indonesia mendapatkan tambahan kuota 20 ribu dari Arab Saudi. Kementerian Agama membagi 10 ribu haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.

Penambahan kuota untuk haji khusus membuat jemaah dari jalur khusus mendapatkan kuota lebih dari 8 persen. Penentuan pemberian kuota ini juga dipermasalahkan, karena tidak melibatkan DPR.

Anggota Timwas Haji DPR Ace Hasan Syadzily menilai perubahan kebijakan yang dilakukan Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengalihan 10.000 kuota tambahan dari 20.000 kuota tambahan yang ada untuk haji khusus sudah menyalahi aturan.

Menurutnya, keputusan tersebut bertentangan dengan hasil Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang sudah disepakati bersama pada 27 November 2023.

Perubahan kebijakan tersebut dilakukan secara sepihak tanpa mengadakan pembahasan lebih lanjut dengan DPR RI. Perubahan kebijakan ini berpengaruh pada asumsi jumlah jemaah dan penggunaan anggaran biaya haji yang berasal dari setoran jemaah dan nilai manfaat keuangan haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Kasus itu membuat DPR RI membentuk Panitia Khusus Hak Angket Haji 2024 atau Pansus Haji oleh DPR RI. Salah satu penggagas pansus tersebut adalah Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar. 

Pansus Haji DPR RI untuk penyelenggaraan ibadah haji 2024 dibentuk pada 10 Juli 2024 dan resmi bekerja pada 19 Agustus 2024.

Sejumlah pejabat Kementerian Agama dipanggil oleh Pansus Haji DPR. Bahkan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan jemaah turut diperiksa oleh Pansus Haji DPR. Termasuk memanggil Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Namun, Yaqut selalu mangkir dengan alasan berbagai kegiatan, termasuk kunjungan ke luar negeri.

Pansus Haji DPR juga melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor Subdit Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), Kementerian Agama (Kemenag) RI. 

Dalam sidak yang dipimpin Marwan Dasopang selaku Wakil Ketua Pansus Angket Haji, anggota DPR melontarkan beragam pertanyaan soal temuan Pansus Haji DPR RI terkait penyelenggaraan Haji 2024.

Haji adalah perjalanan spiritual yang seharusnya penuh khidmat dan keikhlasan. Namun, 2024/1445 H mencatat noda besar dalam penyelenggaraan ibadah ini. 

Ketidakadilan alokasi kuota, dugaan praktik jual-beli, hingga buruknya pelayanan menjadi cerminan dari sistem yang karut-marut dan jauh dari sempurna.

Kementerian Agama (Kemenag) membagi kuota tersebut secara merata antara haji reguler dan haji khusus. Keputusan ini memicu kemarahan banyak pihak, terutama anggota Komisi VIII DPR RI yang merasa langkah tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya.

"Pembagian ini tidak hanya melanggar hasil Rapat Kerja Komisi VIII, tetapi juga mencederai rasa keadilan bagi calon jamaah haji reguler yang telah menunggu bertahun-tahun," ujar Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily.

Tahun 2024 menjadi cermin suram bagi pengelolaan ibadah haji Indonesia. Benang kusut sudah mencoreng reputasi pemerintah, juga menimbulkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan haji yang selama ini dianggap sakral. 

Masalah demi masalah, mulai dari alokasi kuota hingga dugaan jual-beli kuota, memperlihatkan betapa sistem yang ada jauh dari kata ideal. Realitas ini menuntut reformasi total.

Dugaan praktik jual-beli kuota haji semakin memperkeruh situasi. Laporan masyarakat menunjukkan adanya oknum yang menawarkan "jalur cepat" dengan biaya tambahan yang fantastis. 

DPR ahirnya membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ini. Namun, langkah ini dinilai terlalu lambat untuk meredam kekecewaan publik.

Beragam Persoalan Haji

Fahd A Rafiq (Agung Pambudhy/detikcom) yang mengulas tulisan khusus tentang persoalan haji menjelaskan lebih detail tentang persoalan ibadah ummat ini.

Dia mengulas tentang Infrastruktur yang Berantakan. Berbagai infrastruktur persoalanya bermunculan. Keterlambatan transportasi, penginapan yang tidak sesuai janji, hingga buruknya manajemen logistik di Arab Saudi. 

Bahkan ada jamaah yang lansia harus tidur dilantai hotel, karena kamar yang dijanjikan belum tersedia. Kejadian seperti ini mencerminkan kurangnya kesiapan pemerintah dalam menangani kebutuhan jamaah yang beragam.

Belum lagi ada jamaah harus dirawat karena tak kuat dengan cuaca panas di luar tenda. Bagi sebagian orang, persoalan tenda penuh sesak mempengaruhi kualitas ibadah haji. 

Demikian dengan persoalan pengelolaan dana haji melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga tidak lepas dari kritik. Laporan tahunan BPKH menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara investasi yang dilakukan dan manfaat yang diterima jamaah. 

Pertanyaan besar muncul: apakah dana ini benar-benar digunakan untuk kepentingan jamaah, ataukah ada pihak tertentu yang mengambil keuntungan lebih besar dari sistem ini?

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menyatakan bahwa transparansi adalah kunci dalam pengelolaan dana haji. Jika dana haji tidak dikelola dengan benar, ini tidak hanya merugikan jamaah, tetapi juga mencoreng citra Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar.

Persoalan lain adalah perekrutan petugas haji. Semula Kementerian Agama mendapat jatah dari pemerintah Saudi untuk 4.421 petugas haji. Jumlah itu sangat kurang buat melayani 213 ribu calon haji reguler asal Indonesia. Setelah menjalani berbagai lobi, pemerintah hanya mendapat tambahan 500 petugas.

Masalahnya, perekrutan petugas dianggap tidak transparan. Menteri Yaqut tak menampik kabar ada petugas penyelenggara ibadah haji 2024 yang berasal dari jalur rekomendasi. Tapi jumlahnya tidak sampai 16 persen dari total petugas haji. 

Organisasi Islam, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Gerakan Pemuda Ansor, mendapat jatah petugas haji rekomendasi. 

Akankah terus dibiarkan? Ada harapan baru yang disematkan kepada Menteri Agama yang baru dilantik Presiden Prabowo. Presiden mengganti Yaqut Cholil Qoumas dengan Nasaruddin Umar sebagai Menteri Agama. 

Nasaruddin, yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, diharapkan mampu membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan ibadah haji. Menteri Agama harus menghadapi tantangan.

Dia harus berhadapan dengan dengan sistem yang telah lama bermasalah dan berbagai kepentingan yang saling tarik-menarik. Namun bila dia ingin membersihkan persoalan ini, dukungan untuknya akan mengalir.

"Kami akan memulai reformasi total, mulai dari alokasi kuota, pelayanan di lapangan, hingga pengelolaan dana. Transparansi dan akuntabilitas akan menjadi prioritas utama kami," ujar Nasaruddin Umar dalam konferensi pers pertamanya sebagai Menteri Agama. 

Mampukah Nasaruddin mewujudkan obsesinya, atau dia juga ikut larut dalam pusaran? Carut marut 2024 adalah bukti nyata bahwa sistem yang ada saat ini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan jamaah. 

Semoga tahun 2025 semuanya berubah. Bila tetap tidak ada perubahan, penyelenggaraan haji hanya akan menjadi bisnis besar disaat umat benar benar ingin beribadah, untuk mendekatkan diri kepada yang maha segala-galanya.

Korupsi 

Persoalan korupsi dilembaga yang mengurus peribadatan ummat ini sudah mengukir sejarah kelam. Bukalah lembaran sejarah bagaimana carur marutnya lembaga ini mengurus umat hingga banyak yang masuk jeruji besi.

Bukan hanya sekali terjadi korupsi di lembaga ini. Dari catatan sejarah ada sejumlah korupsi yang yang menambah daftar hitam lembaga dengan logo ihklas beramal ini.

Menag Said Agil korupsi uang umat.Menteri Agama era Presiden Megawati, Said Agil Husin Al Munawar, menjadi terdakwa korupsi Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1999-2003.

Kasus dugaan penyalahgunaan dana ibadah haji ini terjadi pada periode 2001-2005. Indikasinya, ada keuangan tahun 1993-2001 yang seharusnya masuk ke Dana Abadi Umat tapi dikelola dalam tiga rekening. 

Tiga rekening itu adalah dana abadi umat, dana kesejahteraan karyawan, dan dana korpri. Saat itu diduga, sejumlah dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sarana ibadah digunakan secara pribadi oleh Said Agil dan Taufik Jamil, mantan Direktur Jenderal Bimas Islam.

Kasus itu diduga merugikan negara sebesar Rp 719 miliar. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 7 Februari menjatuhkan vonis lima tahun penjara. Said dinilai terbukti menggunakan Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak sesuai ketentuan.

Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 19 April 2006 memperberat vonis Said menjadi tujuh tahun penjara. Namun pada Agustus 2006, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasi memvonis Said Agil 5 tahun.

Korupsi Pengadaan Alquran. Pengadaan Alquran di Kementerian Agama APBNP 2011 dan APBN 2012 juga dikorupsi. Kemenag mempunyai dana Rp 22,855 miliar untuk pengadaan penggandaan kitab suci Al-Quran tahun 2011 di Ditjen Bimas Islam. 

anggota Banggar DPR RI, Zulkarnaen Djabar, bermain dalam proyek pengadaan Alquran. Ada pula nama Fahd A Rafiq dan Dendy Prasetya yang menjadi perantara proyek ini.

Pengadaan Al-Quran berlanjut ketahap kedua, melalui APBN 2012 senilai Rp 59,375 miliar. Zulkarnaen Djabar, Fahd A Rafiq, dan Dendy Prasetya kembali berperan. Sekedar catatan Zulkarnaen dan Dendy adalah bapak dan anak. 

Ada kerugian negara pada penggandaan Alquran ini mencapai Rp 27,056 miliar. Kasus ini menyeret Fahd, Zulkarnaen Djabar, Dendy Prasetia, serta mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pejabat Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kemenag Ahmad Jauhari.

Dilanjutkan dengan Korupsi Lab Madrasah Tsanawiyah.

Kasus ini aktornya masih sama dengan korupsi Alquran. Ada proyek pengadaan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah (MTs) anggarannya 2011. Secara keseluruhan, Zulkarnaen bersama Fahd dan Dendy menerima fee Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus.

Pada 28 September 2017, Fahd divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Fahd terbukti menerima suap Rp 3,411 miliar.

Sementara pasangan bapak-anak, Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia, meski sempat banding atas vonis hakim, namun majelis hakim Pengadilan Tipikor pada 30 Mei 2013 menghukum mereka.

Zulkarnaen Djabar 15 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 5,745 miliar. Untuk Dendy Prasetia dihukum 8 tahun penjara denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 5,745 miliar. 

Selanjutnya »     Menag Suryadharma Ali koruptor duit haji...
Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI