Partai Coklat, Nama yang Lagi Trend di Pertiwi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Ilustrasi Partai Coklat . [Foto: promediateknologi]
DIALEKSIS.COM | Indepth - Pilkada sudah usai dilaksanakan. Namun, aroma tidak sedap berhembus di Bumi Pertiwi. Kali ini soal munculnya Partai Coklat, istilah yang ditujukan pada oknum polisi. Karena cawe-cawe mereka.
Mantan Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi dituding sebagai sosok di belakang Partai Coklat (Parcok) ini. Mantan presiden ini masih membangun dinasti politiknya. Dia dituding punya niat jahat menggunakan instrumen Parcok. Jokowi memobilisasi Parcok untuk membatasi gerak lawan-lawan politiknya dalam Pilkada 2024.
Istilah Parcok ini muncul merujuk pada oknum polisi, berdasarkan warna baju dinas kepolisian berwarna coklat. Polisi dituding bergerak untuk memenangkan kandidat tertentu di Pilkada 2024.
Pertiwi kembali diramaikan dengan urusan politik bagaikan bara dalam sekam yang asapnya terus mengepul. Mantan Presiden RI, Jokowi meminta pihak yang meramaikan persoalan ini silakan membuktikannya, silakan tempuh jalur hukum.
Bagaimana hingar bingarnya persoalan Parcok ini? Siapa yang memulai menghembuskan istilah Parcok, apa reaksi Kapolri, reaksi wakil rakyat di parlemen. Bagaimana tanggapan mantan Presiden RI, Jokowi, Dialeksis.com merangkumnya dari berbagai sumber.
Seperti diberitakan Tempo, kekalahan kandidat usungan PDI Perjuangan di Pilkada 2024 di Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim) dan Sumatra Utara (Sumut), membuat partainya Megawati Soekarnoputri itu menduga kuat adanya campur tangan alias cawe-cawe Parcok.
Tudingan itu dilayangkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam sebuah Podcast Akbar Faizal Uncensored. Hasto menyebut Jokowi punya niat jahat menggunakan instrumen Parcok. Menurut dia, Jokowi memobilisasi Parcok untuk membatasi gerak lawan-lawan politiknya dalam Pilkada 2024. Terutama, kata dia di wilayah Sumut, Jateng, dan Jawa Timur (Jatim).
Tokoh PDIP ini mengambil contoh bagaimana Jokowi masih santer membangun dinasti politiknya. Salah satunya dengan menempatkan menantunya, Bobby Nasution sebagai kepala daerah di Sumut. Hasto menuding Jokowi menggerakkan Parcok untuk cawe-cawe menumbangkan lawan Bobby, Edy Rahmayadi yang merupakan usungan PDIP.
“Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi harusnya berkontestasi secara sehat. Tetapi ada mobilisasi dari apa yang disebut sebagai ‘Partai Coklat’,” kata Hasto di podcast tersebut.
Tudingan adanya gerakan Parcok kembali dilayangkan Hasto usai mendampingi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menggunakan hak pilihnya di TPS 024, Jalan Kebagusan IV, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Rabu, 27 November 2024.
Hasto mengatakan PDIP mengalami tekanan yang tinggi dari Parcok dalam Pilkada tahun ini.
“Jawa Tengah menghadapi suatu tekanan yang sangat kuat. Di Boyolali, Bung Ronny (Talapessy) memiliki data yang sangat kuat bagaimana instrumen parcok itu digerakkan sampai terjadi ketegangan,” ujar Hasto.
Hasto menyebut Jokowi, Penjabat atau PJ Kepala Daerah, dan Parcok sebagai bagian dari sisi gelap demokrasi di Pilkada 2024, termasuk di Jateng. Pihaknya menuduh elemen ini melakukan berbagai intimidasi ke berbagai pihak untuk memenangkan calon yang didukungnya. Selain di Jateng, kata dia, juga terjadi di Sumut, Banten, Jateng, hingga Sulawesi Utara.
“Sisi gelap demokrasi ini digerakkan oleh suatu ambisi kekuasaan yang tidak pernah berhenti, yang merupakan perpaduan dari tiga aspek: pertama adalah ambisi Jokowi sendiri, kedua gerakan parcok dan ketiga adalah PJ kepala daerah,” ujar Hasto di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Bukan hanya Hasto, Ketua DPP PDI-P, Djarot Saiful Hidayat, juga menyampaikan tudingan kemenangan Bobby disebabkan oleh penggunaan Parcok. Pihaknya mengungkapkan bahwa berbagai cara, termasuk kecurangan yang melibatkan Parcok digunakan untuk memenangkan Bobby.
“Berbagai macam cara dilakukan untuk bisa memenangkan Bobby Nasution melalui kecurangan-kecurangan yang menggunakan parcok, bansos, PJ kepada daerah-daerah dan desa,” ungkap Djarot dalam jumpa pers di Kantor DPP PDI-P, Kamis.
Menurut Djarot, "Partai Cokelat" bahkan mengintimidasi pemerintah desa di wilayah Sumut. Ia mengaku sempat meminta mereka untuk mengungkapkan intimidasi yang terjadi, tapi mereka enggan berbicara karena takut akan konsekuensinya.
“Karena akan dicari-cari dan sudah dicari-cari salahnya, terutama di dalam pemerintahan dan anggaran desa,” ujarnya.
Menurut Hasto, sejatinya setiap anggota Polri masa kini harus bisa meneladani sikap dari Hoegeng semasa menjadi perwira Polri.
Dimana, mendiang Hoegeng merupakan salah satu teladan Polri yang menjaga marwah Kepolisian, bukan justru terlibat dalam praktik politik.
"Karena itulah kami mengajak seluruh aparatur Kepolisian Republik Indonesia, mari kita jaga spirit Polri Merah Putih, kita jaga seluruh keteladanan yang diberikan, seluruh kepercayaan rakyat-rakyat, mandat rakyat di dalam menegakkan keadilan dan ketertiban hukum," jelas Hasto dalam temu Pers.
"Ada tampilan bagaimana Jenderal Hoegeng yang menjadi panutan, beliau bukan politisi, beliau polisi. Polisi Merah Putih, bukan Parcok," sambungnya.
Sebelumnya, anggota DPR yang juga Ketua DPP PDI-P Deddy Sitorus mengatakan bahwa wilayah kekuasaan mereka atau yang dijuluki "Kandang Banteng" kini sudah bukan lagi di Jawa Tengah selepas Pilkada 2024.
Dia bilang, di Jawa Tengah, calon gubernur-wakil gubernur usungan PDI-P, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, diprediksi kalah dari Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang diusung 14 partai politik.
"Sekarang rekan-rekan wartawan semua mulai hari ini bisa menyebut Jawa Tengah bukan sebagai kandang banteng lagi, tapi sebagai kandang bansos dan parcok," kata Deddy dalam jumpa pers di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Parlemen Ramai
Sehubungan dengan berita cawe-cawe Parcok dalam Pilkada 2024, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI, Habiburokhman, mengatakan informasi tersebut masuk dalam kategori hoaks.
Menurut dia, hampir tidak mungkin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggunakan institusinya untuk kepentingan kubu tertentu.
“Apa yang disampaikan oleh segelintir orang terkait "Partai Coklat" dan sebagainya itu kami kategorikan sebagai hoaks,” kata Habiburokhman, dipantau secara daring dari YouTube Komisi III DPR, Jumat, 29 November 2024.
Dalam pemberitaanya Tempo menulis, Habiburokhman menilai bahwa informasi cawe-cawe Parcok di Pilkada tidak logis. Dia mengimbau kepada pihak yang menyebarkan informasi ini untuk menunjukkan bukti dari pernyataannya tersebut.
Menurut dia, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akan memanggil anggota Dewan yang menuding keterlibatan Parcok di Pilkada 2024. "Ada anggota DPR yang menyampaikan hal Parcok, dan orang itu sudah dilaporkan ke MKD,” katanya.
Politikus Partai Gerindra ini mengatakan, tujuan pemanggilan anggota DPR itu untuk meminta klarifikasi tentang pernyataannya tersebut. Ia berpendapat, setiap pernyataan anggota DPR semestinya dilengkapi dengan bukti yang jelas, meski mereka merasa memiliki hak untuk berbicara. Sehingga tidak jatuh fitnah.
“Jangan hanya narasi-narasi,” kata Ketua Komisi III DPR ini. “Di MKD, kami punya mekanisme supaya setiap pernyataan itu tidaklah bernuansa fitnah. Memang tidak bisa dipersoalkan secara hukum, tapi bisa dipermasalahkan di MKD,” sebutnya.
Spontan pernyataan politikus Gerindra ini mendapat reaksi dari anggota Komisi II DPR, Deddy Sitorus. Menurutnya pemanggilan anggota legislator Senayan yang menyebarkan narasi keterlibatan aparat kepolisian atau "Partai Coklat" di Pilkada 2024 sebagai tindakan yang sewenang-wenang.
“Belum apa-apa DPR sudah mau mencoba otoriter,” kata Deddy kepada awak media di kantor DPP PDIP, pada Minggu (1/12/2024).
Deddy menilai DPR tidak memiliki hak untuk melarang anggotanya untuk bersuara tentang apapun sekalipun terdapat perbedaan pendapat. “Bukan berarti dia boleh sewenang-wenang manggil dan mengadili orang,” jelasnya.
Menurut Deddy, sebagai anggota DPR, dia memiliki kewajiban untuk melakukan edukasi politik. Ia pun meminta agar MKD melakukan investigasi soal "Partai Cokelat" yang dinilainya sudah banyak digaungkan.
“Jangan sembrono menggunakan kekuasaan, kekuasaan itu ada batasnya,” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif itu.
Sementara itu anggota MKD DPR, Habiburokhman mengatakan telah mendengar informasi rencana pemanggilan anggota DPR tersebut. Namun, dia tidak mengungkapkan anggota DPR yang dimaksud.
"Ada anggota DPR yang menyampaikan hal (Partai Coklat) tersebut, dan orang itu sudah dilaporkan ke MKD," katanya dalam konferensi pers evaluasi pelaksanaan Pilkada, dipantau secara daring dari YouTube Komisi III DPR, pada Jumat, 29 November 2024.
Ketua komisi bidang hukum ini berujar, bahwa pemanggilan terhadap anggota DPR itu untuk meminta keterangan dan klarifikasi terhadap pernyataannya soal "Partai Coklat". Habiburokhman mengatakan, meski anggota DPR memiliki hak berpendapat, tetapi semestinya dilengkapi dengan bukti yang jelas.
Sementara tokoh politik asal Aceh yang dipercayakan sebagai Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Nazaruddin Dek Gam, dengan tegas menyebutkan pihaknya memastikan akan memeriksa siapa pun anggota Dewan yang dilaporkan dan terbukti untuk dimintai keterangannya.
"Intinya begini, siapa pun yang masuk laporan ke MKD pasti kita periksa," kata Nazaruddin kepada Kompas.com, Sabtu (30/11/2024).
Pihaknya tak memandang latar belakang partai politik anggota Dewan yang dilaporkan. Siapa pun anggota Dewan yang dilaporkan, akan dimintai keterangannya jika memang terbukti terlibat.
“Siapa pun dia, dari partai apa pun, kasus apa pun, pasti akan kita undang untuk kita minta klarifikasinya. Jadi kita enggak mandang apakah dari partai PDI-P, Gerindra, atau siapa pun,” ujar dia.
Intitusi Polisi
Hingar bingar soal Parcok ditanggapi Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Dia memberikan keterangan singkat sehubungan dengan tudingan tudingan bahwa ia mengerahkan Partai Coklat untuk memenangkan paslon-paslon yang di-endorsenya.
Jokowi meminta semua pihak bisa membuktikan tudingan mengenai hubungan Partai Cokelat dengan dirinya. "Itu dibuktikan saja, jangan hanya tuduhan. Dilaporkan ke Bawaslu atau dibawa ke MK," ucapnya kepada wartawan saat hadir di Masjid Raya Medan pada Jumat (29/11/2024).
Sementara itu Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawai, sehubungan dengan ramainya pembicaraan Partai Cokelat, meminta institusi Polri mengoreksi diri usai munculnya istilah "Partai Coklat" (Parcok).
"Kalau hari ini kemudian tidak dipercaya atau publik banyak dugaan berpolitik, ada sebutan parcok-lah, parpol-lah, menurut saya itu koreksi, harus didengar ini oleh institusi kepolisian," kata Jazilul kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).
Menurut Jazilul, ada kemungkinan istilah Partai Coklat tidak terbukti. Namun, Legislator Komisi III DPR RI itu meminta Polri mengoreksi diri lantaran isu ini sering muncul.
"Bahkan saya pernah dengar langsung ada seorang kepala desa begitu untuk memenangkan tertentu itu dipanggil, ditakut-takuti dengan kasus. Katanya begitu yang disampaikan ke saya," jelasnya.
Menurutnya, koreksi perlu dilakukan di internal agar ke depannya isu tersebut tidak menjadi kegaduhan publik.
"Hari ini mungkin bisa ditangani, suatu saat enggak bisa ditangani akan terjadi masalah. Lebih baik menurut saya koreksi saja secara internal perbaiki, lakukan evaluasi supaya tidak lagi berpolitik, ini domainnya partai-partai dan juga partai-partai jangan ditarik-tarik institusi itu menjadi institusinya partai," sebutnya.
Namun, dia tetap menghormati profesionalitas kepolisian. PKB juga mengapresiasi jajaran kepolisian yang telah memastikan pilkada tahun ini berjalan lancar.
"Meskipun ada dugaan penggunaan aparat dan semacam dugaan-dugaan seperti itu, tetapi pada umumnya sukses kerja yang dilakukan kepolisian," tutupnya.
Kapolri Jenderal Sigit Lstiyo sampai saat ini belum memberikan keterangan soal Partai Coklat. Sementara itu, Polda Sumut yang dituding ikut cawe cawe memenangkan Bobby-Surya, ahirnya memberikan keterangan Pers,
"Polda Sumut netral dan tidak melakukan politik praktis dalam setiap kontestasi Pilkada 2024," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Jumat (29/11/2024).
Menurut Hadi, ada sejumlah aturan yang mengatur bahwa setiap anggota polri harus netral. Netralitas itu kerap disosialisasikan kepada seluruh anggota polri. Mantan Kapolres Biak Papua itu menyebut pihaknya fokus pada pengamanan Pilkada, bukan ikut berpolitik.
"Polri secara terus menerus melakukan sosialisasi kepada personel melalui berbagai platform media sosial yang dimiliki guna terhindar dari sikap tidak netral, seperti cara berfoto agar tidak menampilkan pose yang menunjukkan simbol-simbol peserta pemilu seperti nomor urut dan sebagainya,” jelasnya.
“Tugas Polri memberikan pengamanan dan memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan aman, damai dan bermartabat," pungkasnya.
Bagaimana kisah selanjutnya dari hingar bingar soal Parcok ini? Akankah ada upaya hukum, atau tetap ramai berbalas pantun? [bg]