Prediksi Keamanan Jelang Pilkada 2018 (BAGIAN II)
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM - Seiring dengan rencana penyelenggaraan pilkada serentak 2018, tersebut pemerintah melalui Bawaslu Pusat telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun dari tiga aspek utama yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi.
Dari tiga aspek tersebut diturunkan menjadi 10 variabel dan 30 indikator sebagai alat ukur kerawanan. Indeks kerawanan yang dikeluarkan terdiri dari indeks rendah antara 0-1,99, indeks sedang 2,00-2,99, dan indeks tinggi 3,00-5.00.
Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), digunakan tiga dimensi utama dalam pelaksanaan pemilu yang demokratis dan bermartabat, yaitu berkaitan dengan penyelenggara pemilu, konstestasi, dan partisipasi. Selanjutnya, dirumuskanlah 10 variabel dan 30 indikator sebagai pijakan Bawaslu dalam membuat IKP 2018 ini, indikator-indikator tersebut diperkuat dengan data di lapangan, pengalaman peyelenggaraan Pilkada sebelumnya, serta pengetahuan tim ahli dalam melakukan identifikasi terkait potensi adanya kerawanan Pilkada.
Terlepas dari IKIP yang disusun oleh Bawaslu, maka perlu dipahami bahwa itu bisa jadi menjadi potensi terjadinya ancaman bila celah-celah kerawanan tidak bisa dcegah atau dibiarkan. Tentu ini akan berimbas pada hasil pilkada yang tidak sesuai dengan keinginan. Ancaman dimaksud adalah dengan memanfaatkan momentum pilkada misalnya niat untuk membuat kerusuhan, teror, atau kriminalitas di saat masyarakat dan aparat keamanan sedang sibuk mengikuti Pilkada.
Oleh karena itu perlu mendeteksi sejak dini, terutama ada kelompok-kelompok yang anti demokrasi atau pihak yang merasa tidak terwakili untuk bertanding secara sehat. Potensi ancaman lainnya dari kelompok atau pihak yang tidak puas terhadap hasil pilkada.
Dalam setiap perhelatan politik seperti pilkada, celah kerawanan yang menibulkan situasi keamanan tidak kondusif, selalu muncul, apalagi di tengah alam demokrasi kita yang masih mencari bentuk saat ini. Aksi kekerasan atau kerusuhan dengan memanfaatkan situasi politik dengan target mendapatkan keuntungan atau tujuan-tujuan tertentu, perlu diwaspadai.
Beberapa aspek yang dianggap sebagai pemicu kerawanan sebagimana diprediksi oleh Bawaslu adalah politik uang, keberpihakan penyelenggara, kontestasi antarcalon, pemenuhan hak pilih, dan netralitas ASN. Hal lain yang menurut penulis menjadi celah kerawanan adalah perilaku intoleran dan radikal yang cenderung tidak bisa menerima perbedaan.
Administrasi kependudukan yang mungkin masih kurang baik menjadi salah satu celah kerawanan yang masih saja terjadi. Walaupun dengan adanya program KTP elektronik seharunya hal ini tidak perlu terjadi, namun masih belum tuntasnya distribusi KTP elektronik bisa menjadi celah kerawanan yang dimanfaatkan masuknya ancaman tertentu. Dalam konteksi itu, maka tugas utama negara, penyelenggara (KPU), pengawas (Bawaslu), dan aparat keamanan adalah menutup celah kerawanan ini.
Pemicu kerawanan lain yaitu perilaku intoleran dan radikal menjadi celah kerawanan yang paling mudah dimanfaatkan sebagai pintu masuk ancaman. Jika hasil pilkada menetapkan pemenang mempunyai identitas yang berbeda dari kelompok masyarakat yang mempunyai karakter intoleran dan radikal, maka masyarakat tersebut dengan mudah akan tersulut untuk melakukan aksi sebagai bentuk ketidakpuasannya. Bahkan aksi ini juga bisa terjadi dengan memanfaatkan sikap intoleran dan radikal jika dibumbui motivasi bahwa aksi tersebut adalah bentuk kesetiaan terhadap identitas tertentu termasuk agama.
Untuk mengantipasi munculnya gangguan keamanan pilkada, pemerintah harus lebih siap. Sebab banyak kasus terjadi dalam penyelenggaraan pilkada akibat ketidaksiapan pihak penyelenggara, termasuk aparat Kepolisian dan TNI. Karena itu, meskipun di Aceh pada tahun 2018 ini hanya dalam tiga daerah yang melaksanakan tak, diperkirakan gesekan-gesekan politik dan kepentingan yang berpotensi munculnya ancaman-ancaman keamanan pasti akan terjadi.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pilkada yang aman dan kondusif maka disarankan agar penyelenggara, pengawas, dan aparat keamanan yang bertugas secara umum melakukan deteksi dini. Peran intelijen sangat besar dan membuat pemetaan pihak-pihak yang mempunyai niat, kemampuan, dan kesempatan untuk melakukan ancaman. Dengan adanya peta ancaman maka pencegahan akan lebih mudah dilakukan. Kerja sama antarlembaga pemerintah seperti KIP, Panwaslu, Polri, BIN, TNI, dan Pemda perlu dilakukan untuk menyusun langkah-langkah tersebut sehingga ketika terjadi ancaman dapat ditangani dengan lebih cepat.