Senin, 14 April 2025
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / PSU Sabang Sukses, Wajah Demokrasi Aceh Semakin “Ceudah"

PSU Sabang Sukses, Wajah Demokrasi Aceh Semakin “Ceudah"

Rabu, 09 April 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Sabang di TPS 02 Cot Klah, Desa Paya Seunara, Sukamakmue, Kota Sabang, Sabtu (5/4/2025). [Foto: Antara Foto/Khalis Surry]


DIALEKSIS.COM | Indepth - Paska konflik Aceh, persoalan demokrasi dari negeri ujung barat Pulau Sumatera ini untuk menyelesaikan sengketa Pilkada dan Pileg sering berlabuh di Mahkamah Konstitusi (MK)

Bagi Aceh, MK tidak semata-mata berfungsi sebagai lembaga hukum yang menguji konstitusionalitas. Namun lembaga ini telah mengambil peran simbolis sebagai jembatan rekonsiliasi antara negara dengan masyarakat pascakonflik.

Posisi MK diharapkan hadir sebagai upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan politik. Namun banyak persoalan yang diajukan ke MK “tidak ada” penyelesaian akhir. Semuanya berlalu bagaikan air yang mengalir ke muara.

Gugatan yang disampaikan ke lembaga penegak hukum ini tidak ada yang dikabulkan. Namun di penghujung tahun 2024 ini, dari enam gugatan Pilkada dari Aceh, ada satu yang memiliki keputusan tetap dan harus dilaksanakan.

MK mengabulkan gugatan Pilkada Aceh untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di satu desa, di kawasan pulau titik nol Indonesia. PSU Sabang yang dilaksanakan dengan sukses menjadi bukti, bahwa mekanisme hukum dan partisipasi publik mampu memperkuat legitimasi demokrasi.

Pada Pilkada kali ini, Mahkamah Konstitusi (MK) kebanjiran gugatan sengketa Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) Pilkada Serentak 2024. Sampai 6 Desember 2024, MK mendapatkan 115 laporan gugatan sengketa Pilkada 2024.

Berdasarkan laman MK, laporan gugatan Pilkada 2024 rata-rata dilayangkan oleh cabup-cawabup dan Cawalkot-cawawalkot. Jumlah tersebut, terdiri dari gugatan 86 paslon cabup-cawabup dan 29 paslon cawalkot-cawawalkot.

Diantara sederetan gugatan itu, ada 6 gugatan berasal dari Aceh. Ada 6 Paslon dari Bumi Serambi Mekkah yang mendaftarkan gugatan ke MK; pertama pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sabang, Ferdiansyah dan Muhammad Isa.

Gugatan kedua, pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur, Sulaiman dan Abdul Hamid. Ketiga, pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa, Fazlun Hasan dan Meutia Apriani.

Gugatan keempat, pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa, Maimul Mahdi dan Nurzahri, gugatan pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen, Murdani Yusuf dan Abdul Muhaimin dan gugatan pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lhokseumawe, Ismail dan Azhar Mahmud.

Pada proses awal, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga dari lima permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2024. Dua PHP lainnya diterima dan prosesnya berlanjut pada pembuktian dan pemeriksaan saksi.

"Berdasarkan putusan MK yang kami terima, ada tiga permohonan PHP pada Pilkada 2024 dari sejumlah kabupaten/kota di Aceh ditolak atau dismissal,” sebut Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Provinsi Aceh, Ahmad Mirza Safwandy, Kamis, 6 Februari 2025.

Sedangkan dua permohonan lain diterima dan persidangannya dilanjutkan. Dalam keteranganya kepada media, Safwandy mengatakan tiga permohonan yang ditolak tersebut berasal dari Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa.

Permohonan dari pasangan calon Ismail dan Azhar Mahmud terkait Pilkada Kota Lhokseumawe, serta dua permohonan dari Kota Langsa, yaitu dari pasangan calon Maimul Mahdi dan Nur Zahri, dan satu permohonan lainnya dari Calon Wali Kota Langsa, Fazlun Hasan, dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan.

"Dua permohonan lainnya dinyatakan diterima oleh MK dan akan memasuki tahap persidangan lebih lanjut. Kedua permohonan ini berasal dari Kabupaten Aceh Timur dan Kota Sabang," jelasnya.

Namun dalam perjalanan persidangan MK ahirnya mengabulkan gugatan dari titik nol ujung barat Pulau Sumatera ini. MK mengabulkan gugatan Paslon 03, Ferdiansyah-Muhammad Isa, yang mempersolakan adanya pelanggaran di TPS 02 pada Pilkada 27 November 2024.

MK memerintahkan pemungutan ulang hanya di TPS tersebut, dengan batas waktu 45 hari setelah putusan dibacakan. Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Sabang diperintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).

PSU tersebut dilaksanakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 Desa Paya Seunara, Kecamatan Sukamakmur.

Kerja Keras Pertaruhkan Marwah

Untuk menyukseskan pelaksanaan PSU, lembaga penyelenggara harus bekerja keras, menunjukan kemampuannya dalam mempertahankan marwah sebagai lembaga independen.

Apalagi menjelang PSU 5 April 2025, suhu politik di Sabang memanas. Tokoh-tokoh penting seperti Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan tim sukses turun ke lokasi untuk memastikan proses PSU berjalan adil,

Tentunya KIP Sabang dan KIP Aceh adrenalinya terpacu untuk menyukseskan PSU. Dari 540 pemilih terdaftar di TPS 02 Paya Seunara, partisipasi mencapai 91,68% (496 pemilih), meningkat dari 80,41% pada Pilkada sebelumnya (415 pemilih yang menggunakan haknya).

Proses pemungutan suara berlangsung tertib pukul 08.00-14.00 WIB, dengan pengawasan ketat dan kesiapan semua pihak mengantarkan PSU berlangsung sukses. Hasilnya juga diterima semua pihak dengan lapang dada.

Dari 496 suara sah, Paslon 02 meraih 307 suara, mengalahkan Paslon 03 (188 suara). Sebelum PSU, Paslon 02 unggul tipis dengan selisih 77 suara.

Kesuksersan PSU merupakan bukti nyata komitmen KIP Sabang dalam menegakkan prinsip demokrasi, transparansi, dan kepatuhan terhadap keputusan hukum Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Agusni, proses PSU berlangsung tertib, aman, dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, berkat sinergi yang kuat antara panitia penyelenggara, aparat keamanan, dan partisipasi aktif masyarakat.

Antusiasme warga di TPS 02 mencerminkan kesadaran kolektif akan pentingnya hak suara sebagai pilar utama demokrasi. KIP Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap langkah evaluatif dan korektif seperti ini, sebagai upaya untuk menjaga dan melindungi integritas proses pemilihan.

"Kami berharap momentum ini dapat semakin memperkuat kepercayaan publik terhadap proses elektoral yang jujur, adil, dan berkualitas di seluruh Aceh," ungkapnya.

Menurutnya keberhasilan pelaksanaan PSU di Sabang merupakan cermin dari komitmen para penyelenggara dan aparat terkait dalam menjaga keabsahan dan integritas demokrasi. Langkah ini tidak hanya memenuhi tuntutan hukum, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemilihan umum.

“Keterlibatan aktif warga, yang terlihat dari antusiasme tinggi saat pemungutan suara, menunjukkan bahwa masyarakat memahami dan menghargai pentingnya partisipasi dalam proses demokrasi,” tambahnya.

Selain itu, sinergi antara KIP, aparat keamanan, dan panitia penyelenggara merupakan contoh nyata kerja sama yang baik dalam menciptakan suasana pemilu yang kondusif dan bebas dari kecurangan.

“Intinya KIP Aceh melakukan pendampingan melekat lewat supervisi monitoring intensif, sehingga memastikan jalannya PSU sukses dirasakan masyarakat serta semua pihak,” jelasnya.

“Dengan demikian, momentum keberhasilan PSU ini diharapkan dapat menjadi model bagi pelaksanaan pemilu yang transparan dan profesional di masa mendatang, tidak hanya di Sabang, tetapi juga di wilayah lain di Aceh,” pungkasnya.

Keberhasilan PSU di Sabang menjadi bukti bahwa mekanisme hukum dan partisipasi publik mampu memperkuat legitimasi demokrasi. Tingkat kepercayaan masyarakat meningkat berkat transparansi dan respons cepat terhadap sengketa pemilu.

Kesadaran Hukum

Para pengamat politik menyimpulkan bahwa kesuksesan PSU di Sabang merupakan contoh positif dalam penegakan demokrasi, terutama di tengah dinamika politik nasional. Semoga model pelaksanaan PSU yang transparan dan profesional ini dapat diadopsi di daerah lain, untuk menyongsong Pilkada selanjutnya yang lebih berkualitas dan berintegritas.

Akademisi FISIP Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya menilai adanya sengketa Pilkada di MK menunjukkan denyut nadi demokrasi di Aceh sehat.

“Itu juga pertanda bahwa semua paslon berkesempatan untuk mengakses keadilan dalam politik. Soal, ada yang menempuh atau memilih tidak mengajukan ke MK hal lain,” ujarnya, Selasa (8/4/2025).

Tidak hanya itu, dalam pertimbangan cendikia yang pikirannya kerap dimuat di media nasional itu, adanya kesadaran Paslon untuk menempuh jalur hukum di lembaga resmi, termasuk di MK menjadi bukti bahwa dinamika Pilkada di Aceh terus membaik, dari pola kekerasan yang menimbulkan korban ke pola berkesadaran hukum.

“Nyo tanda-tanda demokrasi dan politik di Aceh makin lagak dan ceudah,” tambahnya.

Untuk diketahui, terkait perselisihan hasil Pilkada diadili di Mahkamah Konstitusi, mengacu pada ketentuan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Dalam UU Pilkada, awalnya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa Pilkada bersifat sementara hingga dibentuk peradilan khusus. Namun, kemudian keluar keputusan yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa Pilkada bersifat permanen.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif, Ratnalia Indriasari sehubungan dengan PSU di Sabang, dia menilai tidak adanya gejolak politik kekerasan dalam dan paska Pilkada 2024 di Aceh itu, tidak terlepas dari kesigapan KIP Aceh dalam memitigasi sengketa dalam Pilkada serentak di Aceh.

“JSI mencermati semua proses Pilkada di Aceh yang berujung ke MK tidak terlepas dari kepiawaian teman-teman di KIP Aceh,” sebutnya.

Meski tetap ada dinamikanya, namun peran KIP Aceh dalam memandu Pilkada yang sehat sukses dilakukan.

“Dari 80 pasangan calon di seluruh Aceh, ada 6 yang mengajukan sengketa di MK, tapi hanya 1 yang melakukan PSU. Ini jelas ada peran KIP Aceh sehingga riuh Pilkada di Aceh tetap enak untuk diikuti tanpa tercerderai hak paslon untuk mengakses keadilan politiknya,” sebut Indri.

Dengan demikian, KIP Aceh ikut memitigasi atau mengurangi dampak potensi sengketa dalam pemilihan langsung kepada daerah (pilkada) serentak di Aceh.

Buktinya, KIP Aceh pernah menggelar rapat koordinasi membahas mitigasi potensi sengketa dalam tahapan Pilkada, yang di ikuti KIP kabupaten/kota di Aceh, akademisi, dan lainnya.

Dalam rapat koordinasi tersebut dibahas beberapa potensi permasalahan yang dapat menjadi sengketa pada tahapan pencalonan pilkada, diantaranya terkait dengan syarat akumulasi perolehan suara, status mantan pelaku tindak pidana dengan hukuman 5 tahun penjara, status residivis, dan beberapa isu krusial lainnya.

Ahmad Mirza Safwandi, salah seorang komisioner KIP Aceh menyatakan, mitigasi potensi sengketa pada Pilkada memang penting guna pencegahan sebelum terjadinya permasalahan. Paling tidak bisa ditanggulangi atau paling tidak meminimalisasi terjadinya sengketa.

Suksesnya PSU di Sabang menandakan tingkat kepercayaan masyarakat meningkat, berkat transparansi dan respons cepat terhadap sengketa pemilu. Menyelesaikan sengketa Pilkada dengan hukum jauh lebih indah. Tidak harus mengedepankan kekekarasan dalam menyelesaikan persoalan.

Demokrasi yang ideal harus mampu menjembatani perbedaan dengan memberikan ruang bagi aspirasi seluruh lapisan masyarakat.

Demokrasi Aceh semakin “ceudah”, semoga ke depa nya semakin lebih baik lagi. Menyelesaikan persoalan sesuai dengan aturan menunjukan kita bangsa yang berbudaya dan menghormati hukum, Semuanya akan mampu diselesaikan dengan indah, bila berpegang pada tatanan hukum. [bg]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dinsos
inspektorat
koperasi
disbudpar