Bagaimana Narkoba Menjerat Anak-Anak Kita?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nelliani
DIALEKSIS.COM | Kolom - Belakangan ini peredaran narkoba begitu massif dan mengkhawatirkan. Sebagaimana diberitakan, akhir Juni lalu tim gabungan Polda Aceh dan Bea Cukai berhasil menggagalkan upaya penyeludupan narkotika jenis sabu di perairan Aceh Timur. Sebanyak 180 kg sabu diamankan dan dua tersangka ditangkap.
Sebelumnya, Polda Aceh berhasil mengungkap kasus narkotika dengan barang bukti 300 kg ganja di Beutong Ateuh. Terakhir Polres Aceh Jaya mengungkap kasus peredaran sabu serta mengamankan pria paruh baya dengan barang bukti 259,25 gram sabu siap edar.
Masifnya peredaran narkoba juga menyasar anak dan remaja. Survei BNN tahun 2018 mengungkap penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar selama tahun 2018 (dari 13 ibu kota provinsi di Indonesia) mencapai angka 2,29 juta. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terpapar adalah mereka dengan rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial (bnn.go.id).
Ini menunjukkan anak-anak tidak selamanya aman dari incaran narkoba. Oleh karena itu orang tua perlu mewaspadai buah hatinya agar terhindar dari jeratan barang terlarang tersebut.
Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologis seseorang seperti pikiran, perasaan, suasana hati bahkan perilaku jika masuk ke dalam tubuh. Narkoba digunakan dengan cara dimakan, diminum, dihirup, disuntik, intravena atau lainnya. Di bidang kesehatan, zat ini dikenal dengan Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif).
Napza bermanfaat dalam dunia medis karena digunakan untuk pengobatan seperti penggunaan bius sebagai penghilang rasa sakit ketika operasi, kebutuhan rehabilitasi atau pengembangan ilmu pengetahuan.
Seiring perkembangan zaman, narkoba sering disalahgunakan. Penggunaan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan yang benar, akan berubah menjadi racun yang membahayakan. Sifat racun adalah merusak tubuh, pelan namun pasti. Racun masuk melalui darah menuju paru-paru, jantung, hati dan otak.
Penggunaan dalam waktu lama menyebabkan gangguan fungsi organ-organ tersebut. Efeknya pemakai akan mengalami kerusakan secara fisik, psikologis maupun sosial. Terlebih bila disertai peredaran di jalur ilegal akan merugikan individu, keluarga serta masyarakat luas khususnya generasi muda.
Dewasa ini tidak sedikit generasi muda memakai narkoba untuk bersenang-senang, relaksasi, melarikan diri dari masalah atau sekedar coba-coba. Tanpa disadari berawal dari perilaku tersebut akhirnya menjadi ketergantungan. Keinginan untuk terus mengkonsumsi muncul karena narkoba menjanjikan kenikmatan, kesenangan atau kenyamanan walau keadaan itu semu belaka.
Bagi para sindikat, anak muda merupakan pasar strategis perdagangan gelap narkotika karena memiliki masa yang sangat panjang sebagai pengguna. Berawal dari bujukan, tawaran atau iming-iming mengkonsumsi secara gratis, setelah korban merasa ketergantungan barulah pengedar menjualnya.
Korban akan berusaha mendapatkan narkoba dengan cara apa pun untuk memuaskan desakan tubuhnya yang membuat bandar memperoleh keuntungan. Tidak berhenti di situ, korban yang sudah terjerat dipaksa meluaskan transaksi dengan mengajak orang lain mencoba barang terlarang tersebut.
Jerat Narkoba
Korban penyalahgunaan narkoba tidak terhitung jumlahnya terutama kalangan remaja. Lalu, bagaimana narkoba menjerat anak-anak kita?. Remaja merupakan kelompok usia yang mudah terjerumus karena secara psikologis masih labil, memiliki rasa ingin tahu tinggi, berani mengambil keputusan tanpa memikirkan resiko, serta selalu ingin mencoba hal baru.
Untuk itu, perlu dibekali pengetahuan bahaya narkoba agar mereka sadar dampaknya bagi kesehatan dan masa depan. Demikian juga supaya mereka senantiasa mewaspadai segala pengaruh buruk yang akan menjerumuskannya dalam jeratan barang haram tersebut.
Buku Seri bahaya narkoba (2017) memaparkan beberapa faktor yang menyebabkan anak terjerumus penyalahgunaan narkoba. Pertama, faktor internal yaitu kondisi dari dalam diri pemakai. Sebagian remaja memakai narkoba didorong oleh naluri anak muda seperti rasa ingin tahu, ingin dianggap keren dalam lingkungan pertemanan atau punya rasa setia kawan terhadap teman senasib lalu ikut memakai.
Selain itu, kondisi psikologis yang masih labil membuat remaja menganggap narkoba merupakan tempat nyaman untuk lari dari masalah, pelampiasan rasa kecewa, frustasi atau kegagalan.
Kedua, faktor keluarga. Keluarga sering kali menjadi pemicu anak terjerat narkotika. Hubungan orang tua tidak harmonis, penuh konflik, perceraian atau perselingkuhan membuat anak tidak nyaman di rumah. Akibatnya, dia mencari kenyamanan di tempat lain, bisa jadi dengan mengkonsumsi narkoba. Pada situasi lain, komunikasi yang buruk, merasa tidak dihargai, pengasuhan otoriter atau orang tua sebagai pemakai menjadi sebab anak terjerumus dalam lembah hitam narkotika.
Faktor ketiga, pergaulan. Anak yang menginjak remaja membutuhkan lingkungan pergaulan untuk menunjukkan eksistensi yang dikenal pertemanan sebaya. Sayangnya, anak terkadang tidak selektif memilih pergaulan yang menambah nilai positif bagi dirinya. Salah memilih kawan beresiko menjerumuskannya pada hal buruk seperti penyalahgunaan narkoba. Untuk itu orang tua penting mengingatkan agar menghindari teman yang membawa pengaruh tidak baik bagi diri dan masa depannya.
Yang meresahkan tidak selamanya pecandu narkoba berasal dari pribadi bermasalah. Banyak juga pemakai adalah anak yang berperilaku baik, punya orang tua harmonis atau dari keluarga berada. Hanya saja mereka adalah korban ketidakmampuan menolak bujuk rayu, tipu daya atau paksaan orang terdekat. Kita sering mendengar anak terjebak karena rayuan teman dekat, mengkonsumsi vitamin atau suplemen padahal itu tipuan. Demikian juga banyak pelajar memakai narkoba karena diancam.
Deteksi Dini
Sulit sekali menemukan bukti awal anak memakai narkoba. Ia pintar merahasiakan dari orang terdekatnya. Kebanyakan orang tua baru menyadari anak menjadi korban setelah sampai pada level kecanduan karena sudah berani mencuri barang di rumah untuk dijual atau ditukar dengan obat. Jika sudah demikian tindakan penyembuhan yang dijalani pun akan lebih rumit.
Meski deteksi dini penyalahgunaan narkoba bukan hal mudah, tapi penting dilakukan untuk mencegah masalah terus berlanjut. Salah satu indikasinya yaitu dengan mencermati prestasi akademik di sekolah. Menurut survei, anak putus sekolah termasuk kelompok beresiko tinggi (high risk group) terpapar bahaya narkoba.
Guru yang peka dengan keadaan muridnya dapat dengan mudah menangkap perubahan kecil akibat pemakaian obat tertentu. Anak yang sebelumnya ceria, rajin, berprestasi tiba-tiba menjadi pemalas, sering bolos, tidak bersemangat, emosional dan menarik diri dari pergaulan. Sejalan dengan itu di rumah pun memperlihatkan perubahan perilaku, tidak jujur, hilang nafsu makan, suka mencuri, cepat marah serta senang menyendiri di tempat tidak biasa. Sayangnya, hanya orang tua yang punya hubungan erat saja yang dapat merasakan gejala tersebut.
Meskipun tidak ada jaminan anak-anak kita terbebas dari incaran narkoba, namun tidak ada kata terlambat menyelamatkan mereka. Keluarga menjadi kuncinya, karena kelekatan batin dan emosional antara anak dengan orang tua adalah benteng pertahanan awal bagi dirinya untuk berani mengatakan tidak pada narkoba. [**]
Penulis: Nelliani, MPD (Guru SMAN 3 Seulimuem Aceh Besar]