kip lhok
Beranda / Kolom / Ketika Mualem Emosi di Debat Kandidat

Ketika Mualem Emosi di Debat Kandidat

Minggu, 27 Oktober 2024 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Risman A Rachman

Penulis Risman Rachman Pemerhati Sosial dan Politik. Foto: Dok pribadi.


DIALEKSIS.COM | Kolom - Mualem tampak santai di debat publik perdana. Bahkan sempat menyampaikan joke soal “si taufik ka di wo ie dayah.” Tapi, Mualem jelas tampak sangat emosi. Itu pas di segmen Panelis mengajukan pertanyaan melalui moderator tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

“Kalau kepastian hukum tidak jelas yang na cang panah mantong. Jadi, kepastian hukum dan pelibatan semua stakeholder termasuk kepolisian adalah kuncinya. Pelaku juga diberi hukuman yang keras, jelas dan setimpal,” sebutnya. 

Sebelumnya Bustami juga terlihat emosi. “Ini masalah traumatis,” kata Bustami yang tampak terdiam sejenak. Bustami lalu melanjutkan lagi “kekerasan ini sampai kapanpun masih terasa, dan ini harus betul-betul serius ke depan,” tambahnya. 

***

Panelis, melalui moderator menyatakan bahwa berdasarkan laporan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menunjukkan peningkatan yang sangat mengkuatirkan. 

Dalam lima tahun terakhir ini ada 5.020 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Masalanya, secara alokasi anggaran untuk DP3A masih sangat minim. Dalam empat tahun terakhir rata-rata hanya mencapai 0,12 persen dari APBA. 

Panelis bermaksud bertanya apa langkah kongkrit meningkatkan alokasi anggaran dan memperkuat kebijakan perlindungan dan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan seksual. 

***

Tidak ada yang salah dari jawaban Bustami. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Dan Anak (UPTD PPA) memang usaha pemerintah dalam memberikan layanan perlindungan perempuan dan anak berbasis gender. Setiap provinsi dan kabupaten/kota didorong untuk memiliki unit ini. 

UPTD PPA berfungsi memberikan layanan pengaduan, layanan pendampingan hukum, dan juga layanan pendampingan psikologis.

Itu semua dibutuhkan oleh perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual. 

UPTD PPA dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2018.

***

Barangkali, salah satu langkah kongkrit untuk meningkatkan alokasi anggaran adalah dengan ikut mengadvokasi agar dimasukkan indikator gender dalam Dana Insentif Daerah (DID) yang dikirim ke daerah. 

Jadi, kabupaten/kota yang belum ada UPTD PPA dapat segera membentuknya. Siapapun yang memimpin Aceh nanti juga perlu “lebih keras” kepada perusahaan yang mengelo SDA di Aceh agar menyerahkan 1 persen komitmen CSRnya. 

Bila perlu dinaikkan menjadi 2 persen sehingga bisa diperuntukkan bagi CSR Perlindungan Perempuan dan Anak juga. 

Di Aceh, dari sekian banyak perusahaan hanya beberapa yang komit dengan CSR 1 persen, salah satunya PT MIFA. Peluang untuk mendapatkan Dana CSR dari perusahan nasional juga bisa dilakukan tentu dengan menjalin koneksi dan komunikasi yang melibatkan tokoh-tokoh kunci Aceh di nasional. 

Kunci untuk meningkatkan alokasi anggaran responsif gender adalah dengan pengarusutamaan gender dalam proses perencanaan daerah. Sebab di sinilah kunci dimulainya anggaran. 

Sebagai catatan Aceh memiliki Qanun No.11/2008 tentang Perlindungan Anak. Juga ada Qanun No.6/2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan yang diubah dengan Raqan Perlindungan Terhadap Perempuan. 

Juga ada Qanun N0.9/2019 tentang Penyelenggaraan Penangganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.

Dan, Indeks perlindungan anak (IPA) Aceh selama periode 2018-2023 masih berada di atas IPA Nasional. 

***

Momen emosi kedua kandidat ketika menanggapi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh tentu sangat bagus. Cukup menjadi modal bagi pemimpin untuk memperkuat anggaran dan kebijakan agar lebih baik lagi. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda