Klasifikasi Sistem Pemerintahan, Bagaimana dengan Indonesia?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Agus H
Agus H, Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintah UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: dok. pribadi untuk Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Dalam penyelenggaraan pemerintahan, sistem pemerintahan menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan kehidupan bernegara. Pemerintahan akan berjalan efektif dan normal mana kala sistem yang dipilih dan digunakan sesuai dengan karakter kondisi sosial politik negara. Jika sistem pemerintahan yang digunakan tidak sesuai maka dipastikan akan menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Akibatnya para pelaksana tugas pemerintahan semakin kerepotan dan kesusahan dalam menjalankan fungsinya.
Jika dikaitkan dengan konsep sistem, maka pemerintahan adalah kesatuan unsur-unsur yang saling berhubungan dan berfungsi dalam rangka pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Tujuan negara tentunya adalah menjamin keberlangsungan eksistensi unsur-unsur yang ada dalam negara tersebut. Pemerintahan dan rakyat menjadi unsur utama penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu sistem pemerintahan dapat dikatakan sebagai keseluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam pemerintahan yang berfungsi dan saling berhubungan untuk menjalankan kegiatan pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan pemerintahan.
Dalam memahami sistem pemerintahan bisa diartikan dari sudut pandang sempit dan luas. Secara sempit sistem pemerintahan diartikan sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang hanya dilakukan oleh legislatif. Sedangkan dari sudut pandang luas sistem pemerintahan merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan tidak hanya eksekutif, melainkan juga melibatkan legislatif dan yudikatif.
Sistem pemerintahan secara sederhana diartikan sebagai tata cara penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan negara oleh lembaga-lembaga negara. Secara teoritis, sistem pemerintahan mengalami perkembangan dari klasik hingga modern.
Beberapa para ahli telah menguraikan sejarah perkembangan sistem pemerintahan yang sudah dipraktekkan oleh berbagai negara. Mulai dari presidensial, parlementer, quasi maupun referendum. Dari keempat pembagian sistem pemerintahan tersebut, masing - masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Tentunya dalam berkehidupan bernegara, maka konsekuensinya akan memilih salah satu dari keempat sistem pemerintahan tersebut.
Parlementer
Syafiie (2011) dalam bukunya Pengantar Ilmu Pemerintah, menyebutkan sistem parlementer digunakan untuk mengawasi eksekutif oleh legislatif, jadi kekuasaan parlemen lebih besar dari pada eksekutif. Dalam sistem ini Dewan Menteri (kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen.
Sistem ini menggambarkan keadaan dimana lembaga eksekutif bertanggungjawab kepada lembaga legislatif membuat lembaga eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif melalui mosi tidak percaya. Namun, lembaga eksekutif yang dipegang oleh Perdana Menteri juga memiliki kedudukan yang kuat karena berasal dari suara mayoritas parlemen, maka perdana menteri sulit untuk dijatuhkan.
Sistem parlementer mempunyai kriteria adanya hubungan antara legislatif dengan eksekutif, dimana satu dengan yang lain dapat saling mempengaruhi. Pengertian mempengaruhi di sini adalah bahwa salah satu pihak mempunyai kemampuan kekuasaan (Power Capacity) untuk menjatuhkan pihak lain dari jabatannya.
Berikut ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer yaitu 1) kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat; 2) Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen; 3) Susunan personalia dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak di parlemen; 4) Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan tetap atau pasti berapa lamanya; dan 5) Kabinet dapat dijatuhkan pada setiap waktu oleh parlemen, sebaliknya parlemen dapat dijatuhkan oleh pemerintah.
Presidensial
Menurut Syafiie (2011), sistem ini menyatakan presiden (eksekutif) memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain kepala negara, presiden juga sebagai kepala pemerintahan yang sekaligus mengetuai kabinet (dewan menteri). Oleh karena itu agar tidak menjurus kepada diktatorisme, maka diperlukan check and balances, antara lembaga tinggi negara, inilah yang kemudian disebut dengan checking power with power.
Konsep senada juga dikemukakan oleh Sarundajang dalam bukunya Babak Baru Sistem Pemerintahan (2012), sistem presidensial menempatkan presiden sebagai kepala negara sekaligus menjadi kepala eksekutif. Presiden bukan dipilih oleh Parlemen, tetapi bersama Parlemen dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Karena itu Presiden tidak bertanggungjawab kepada Parlemen, sehingga Presiden dan kabinetnya tidak dapat dijatuhkan oleh parlemen. Sebaliknya presiden pun tidak membubarkan parlemen. Kedua lembaga ini melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan konstitusi dan berakhir masa jabatannya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial menempatkan eksekutif dan legislatif adalah sama. Dalam melaksanakan tugasnya presiden masyarakat (artikulasi kepentingan). Sebagai kepala eksekutif (pemerintahan) dan sekaligus sebagai kepala negara memilih dan mengangkat Menteri-menteri sebagai pembantu presiden. Menteri-menteri tersebut tidak bertanggungjawab kepada badan legislatif seperti yang terdapat dalam sistem pemerintahan parlementer, melainkan kepada presiden yang telah memilih dan mengangkatnya.
Adapun beberapa ciri – ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu 1) Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan; 2) Presiden tidak dipilih oleh badan perwakilan tetapi oleh dewan pemilih dan belakangan peranan dewan pemilih tidak tampak lagi sehingga dipilih oleh rakyat; 3) Presiden berkedudukan sama dengan legislatif; 4) Kabinet dibentuk oleh Presiden, sehingga kabinet bertanggungjawab kepada presiden; dan 5) Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitupun sebaliknya Presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.
Pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas waktu yang telah diatur dan ditetapkan dalam konstitusi. Sedangkan kelemahan dari sistem pemerintahan presidensial yaitu setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi pengutamaan sikap representatif-elitis dan bukan partisipatif-populis.
Campuran (Quasi)
Sistem campuran atau quasi adalah sistem pemerintahan yang memadukan kelebihan dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Dalam sistem ini diusahakan hal-hal yang terbaik dari kedua sistem pemerintahan tersebut. Dalam sistem pemerintahan ini, selain memiliki Presiden sebagai Kepala Negara, juga memiliki Perdana Menteri sebagai kepala diberi posisi dominan dalam sistem pemerintahan ini, presiden tidak lebih dari sekedar lambang dalam pemerintahan. Akan tetapi presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen, bahkan presiden dapat membubarkan parlemen. Sistem ini diusahakan hal-hal yang terbaik dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Sistem ini terbentuk dari sejarah perjalanan pemerintahan suatu negara.
Seperti halnya presidensial dan parlementer, keuntungan dengan penggunaan istilah sistem pemerintahan campuran yaitu dapat menimbulkan kesan bahwa jenis sistem pemerintahan ini masih mempunyai hubungan yang erat dengan sistem pertama (parlementer) dan sistem kedua (presidensial) yang kesemuanya itu berada dalam kerangka sistem politik demokrasi liberal atau demokrasi modern.
Sistem pemerintahan campuran ini sangat khas maka perlu ditentukan ciri-ciri utamanya, yaitu Menteri-menteri dipilih oleh parlemen. Ciri ini merupakan ciri pokok dari sistem parlementer.
Kemudian, lamanya masa jabatan eksekutif ditentukan dengan pasti dalam pemerintahan untuk memimpin kabinet yang bertanggungjawab kepada parlemen. Ciri yang kedua ini merupakan ciri pokok dari sistem pemerintahan presidensial.
Selanjutnya, menteri-menteri tidak bertanggung jawab baik kepada parlemen maupun kepada presiden. Justru ciri ketiga ini merupakan konsekuensi dari dianutnya ciri pertama dan kedua secara bersama-sama.
Sistem Pemerintahan di Indonesia
Tahun 1945-1949 : Sistem pemerintahannya presidensial
Tahun 1949-1950: sistem pemerintahannya parlementer semu
Tahun 1950-1959: sistem pemerintahannya parlementer
Tahun 1959-1998: presidensial adalah sistem pemerintahannya
Tahun 1998 sampai dengan saat ini: sistem pemerintahan presidensial. [**]
Penulis: Agus H (Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintah UIN Ar-Raniry Banda Aceh)