Menanti Debat Perdana Cagub-Cawagub Aceh di Pilkada 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alif Alqausar
Alif Alqausar, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh. [Foto: dokumen pribadi untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Malam ini, Jumat, 25 Agustus 2024 akan dilangsungkan debat perdana kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur Aceh. Topik pembahasan yang di bahas pada debat tersebut yakni pertama mewujudkan tata kelola pemerintahan Aceh yang transparan, akuntabel dan berdaya saing global. Kedua, meningkatkan pembangunan, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat Aceh.
Tema mewujudkan tata kelola pemerintahan Aceh yang transparan, akuntabel dan berdaya saing global mencakup pada pembahasan penerapan syariat Islam, keistimewaan dan kekhususan, serta koneksitas pelayanan publik.
Kemudian, pada tema peningkatan pembangunan, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat Aceh masuk dalam ruang lingkup pembangunan berkelanjutan, pendidikan, sains, teknologi, kesetaraan gender, perlindungan hak perempuan, anak, penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan marginal.
Merujuk definisi KBBI, debat adalah pertukaran dan pembahasan pendapat terkait suatu hal dengan saling menyampaikan argumentasi atau alasan. Tujuannya,mempertahankan pendapat, bahkan memenangkan pendapat.
Debat adalah diskusi yang dirancang dan diskenariokan untuk tidak setuju. Debat bukan forum mengalahkan lawan debat, tetapi memenangkan simpati khalayak, karena piawai dalam menarasikan tajuk debat yang diberikan dengan penguasaan masalah, mengolah tajuk dengan menarik, dan menyajikannya dengan mempesona.
Penajaman pada substansi tema debat menjadi kejelian dan kepiawaian peserta debat dalam menjabarkan serta menurunkannya sebagai materi debat. Dengan demikian, pembahasan debat itu bisa menjadi pendidikan politik bagi masyarakat untuk didiskusikan setelah debat berakhir, baik di kantor, di kampus,maupun di warung kopi
Dalam hal ini, debat bagi cagub-cawagub Aceh adalah media kontestasi untuk menunjukkan kepada khalayak, ”begini saya. Ini pengetahuan saya. Begini cara saya menyampaikan pendapat, begini cara saya mempertahankan pendapat. Begini cara saya mengambil keputusan, mengelola emosi, dan lain-lain. Kelak kalau saya jadi gubernur atau wakil gubernur, inilah program saya.”
Dalam debat, sejatinya tidak ada kalah-menang. Yang ada pelaku debat yang menguasai masalah dan tidak menguasai masalah. Kondisi ini sangat mungkin bercampur aduk. Artinya, untuk topik tertentu, satu pihak sangat menguasai, tetapi kurang atau tidak menguasai untuk topik lain. Demikian juga sebaliknya.
Apakah preferensi pemilih, dapat dipengaruhi oleh hasil atau proses debat atau tidak, jika berkaca pada debat capres-cawapres lalu, Pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, menyimpulkan berdasarkan kajian elektabilitas yang ia lakukan bahwa debat capres-cawapres tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suara pemilih.
Makhdum Priyatno dalam tulisannya “Mari Menyimak Debat” menulis jangan sampai mekanisme debat itu sendiri masih jadi bahan perdebatan. Menurutnya, istilah ”menang kalah” adalah kesimpulan subyektif pemirsa atas perdebatan yang mereka tonton. Siapa yang paling siap dengan data, maka dia paling siap memasuki forum debat dan paling berpotensi memenangkan simpati pemirsa. Pengalaman, pengetahuan, kompetensi, dan persentuhan peserta debat dengan tajuk debat yang disodorkan tentu sangat memengaruhi kualitas debat yang bersangkutan
Data, menurut Makhdum, adalah variabel utama. Ingatlah adagium lama, kalau naik panggung tanpa persiapan, turun panggung tanpa penghormatan. Keputusan sepenuhnya di tangan pemirsa. Jika siap dengan data, kita bisa simpulkan peserta debat itu siap. Keseruan bukan pada intonasi suara keras, menggebu-gebu, tetapi bagaimana para pihak menyajikan data yang berkaitan dengan tema.
Pada debat perdana Pilkada 2024 Aceh ini di harapkan menjadi momentum bagi pemilih untuk mengetahui visi, misi, serta program-program kerja kandidat yang langsung berdampak pada kehidupan masyarakat. Kualitas debat dinilai sejauh mana peserta memiliki pemahaman tentang tema, topik, sukses atau gagal-nya, cara menyampaikan dan memperdebatkannya. [**]
Penulis: Alif Alqausar (Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh)