Mualem sebagai Penjaga Perdamaian Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Muhammad Ridwansyah
Muhammad Ridwansyah, Direktur Isu dan Propaganda Badan Pemenangan Aceh Mualem-Dek Fadh. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Kolom - Agenda debat yang diselenggarakan pada tanggal 19 November 2024 akan membahas salah satu isu krusial yakni merawat dan menjaga perdamaian Aceh dalam konteks integrasi, keamanan, dan perdamaian Aceh dengan Jakarta.
Suatu ketika saat saya pulang dari Jakarta menuju ke Langsa bersama Tgk. Kamaruddin Abubakar (Abu Razak) ada hal yang saya tanyakan ke beliau? Apa sebenarnya posisi H. Muzakir Manaf yang dikenal sebagai Mualem dalam tubuh GAM kala itu, apa keunggulan beliau? Abu Razak menyahuti bahwa Mualem adalah sosok pelatih yang handal dan 4 kali pengiriman anak-anak Muda Aceh ke Libya, Mualem selalu mendapatkan kepercayaan dari Wali Neugara Tgk. Hasan Di Tiro untuk membersamai anak-anak muda Aceh dan melatih mereka untuk siap tempur di medan perang Aceh.
Saya sekilas terhening, bagaimana Tgk. Hasan Di Tiro bisa percaya dengan beliau, apa yang mendasari bahwa Mualem ikut empat kali di sekolah Akademi Militer Aceh di Libya? Sejak saa itu saya berusaha mempertanyakan ulang, kepada Wali Nanggroe Tgk. Malik Mahmud, beliau mengatakan bahwa Mualem adalah sosok yang memang sangat tepat dan sekaligus sebagai pengganti Tgk. Abdullah Syafii sebagai Panglima GAM.
Tgk. Malik Mahmud juga menjelaskan kerja sama dengan Pemerintah Libya era Moammar Ghadaffi sempat diragukan oleh beberapa kalangan, tetapi beliau tetap menyakinkan kepada Teungku Hasan di Tiro, bahwa akan ada ratusan dan ribuan anak Muda Aceh yang akan ikut berjuang untuk membebaskan Aceh dari ketidakadilan Pemerintah Indonesia.
Pertama, apa yang menjadi dasar personalia Mualem selaku Ketua Umum Partai Aceh dan Ketua KPA Pusat sebagai penjaga damai Aceh antara GAM dan RI, dan sekaligus memperkuat negara induk NKRI?
Kedua, apa yang menjadi dasar rakyat Aceh agar memberikan kepercayaan kepada Mualem sebagai pemegang otoritas Aceh ke depan dalam hal menjaga program integrasi Aceh dengan Pemerintah Indonesia? Ketiga, apa yang menjadi keuntungan bangsa Aceh ketika menerima perdamaian selama 20 tahun ini bagi rakyat Aceh?
Rumusan pertama, Mualem sepanjang dikenal rakyat Aceh adalah figur panglima yang selalu menjaga rakyat Aceh, menjaga tanah rakyat Aceh, menjaga hutan Aceh, menjaga air rakyat Aceh dan bahkan memiliki komando KPA terstruktur di 23 kabupaten/kota di Aceh. Mualem yang dikenal selama ini adalah salah satu tokoh kunci perdamaian Aceh dan Jakarta, suatu ketika Mualem bersama Teungku Hasan di Tiro di persawat menitipkan pesan jika terjadi apa-apa pada dirinya maka Teungku Hasan di Tiro menitipkan “lidahnya” ke Mualem. Makna lidah kepada Mualem adalah memberikan susunan kepemimpinan militer GAM kepada Panglima Mualem, susunan GAM kala itu sedang disenangi dan didukung oleh mayoritas rakyat Aceh. Jadi, simbolisasi lidah Wali Neugara ke Panglima Mualem adalah bagian dari perjuangan GAM yang berkelanjutan hingga saat ini.
Rumusan kedua, Mualem sebagai pemegang otoritas kekuasaan Partai Aceh dan KPA, kekuatan ini menjadikan Mualem sebagai salah satu pemegang mayoritas ‘saham Aceh’ dan menjadi nilai tawar untuk memperkuat Aceh vis a vis negara induk NKRI. Bagaimanapun Aceh dengan Jakarta dalam 20 tahun dimaknai sebagai hubungan damai yang sudah ditandatangani oleh PYM Malik Mahmud Al-Haytar (GAM) dengan Hamid Awaluddin (Pemerintah Indonesia). Mualem sebagai Panglima GAM sudah berhasil memberikan rakyat Aceh hidup berdamai, tanpa konflik, sedang menuju sejahtera, harus lepas dari ketakutan perang dan angka hidup rakyat Aceh terus semakin meningkat dan membaik.
Rumusan ketiga, apa yang menjadi keuntungan bangsa Aceh ketika menerima perdamaian selama 20 tahun ini bagi rakyat Aceh? Rumusan ketiga agak menarik karena beberapa peneliti mengatakan bahwa bangunan kebangsaan Indonesia, salah satu sebagai penyumbang terbesar adalah bangsa Aceh. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kontribusi yang mendasar atas perjuangaan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemudian, Aceh disatukan kepada Republik Indonesia dengan syarat Aceh akan mengatur rumah tangganya sendiri (Bagir Manan, 1992). Dinamika hubungan ini terus berlanjut, dengan lahirnya DI/TII Aceh, perlawanan GAM selama 32 tahun konflik berkepanjangan, Aceh ingin pisah dari Republik namun nyatanya Aceh kembali berdamai dengan syarat, dijalankannya MoU Helsinki sepanjang perdamain itu berjalan maka Aceh akan bagian dari Republik Indonesia. Namun ketika akta damai itu dihianati, maka akan ada pejuang-pejuang seperti Mualem saat ini. Mualem adalah harapan rakyat Aceh yang harus diperjuangkan oleh rakyat Aceh demi keuntungan bangsa Aceh ke depan.
Dari ketiga rumusan di atas menjadi penerang bagi rakyat Aceh bahwa Mualem merupakan sosok yang pantas memimpin Aceh selama 10 tahun mendatang. Mualem bukan hanya sebagai tokoh sentral GAM, tetapi memiliki kekuatan akar rumput, partainya sebagai partai pemenang 4 pemilu berturut-turut. Memiliki kekuatan KPA layaknya kekuatan HAMAS di Palestina (Nasir Djamil, 2024). Artinya, ketika menjadi pemimpin butuh kendaraan yang kuat, bukan kendaraan sewaan seperti ‘tetangga’ sebelah. Kepentingan Mualem, Partai Aceh dan KPA adalah kepentingan rakyat Aceh, kepentingan martabat rakyat Aceh, kepentingan bangsa Aceh dan kepentingan Aceh nasional dalam konteks desentralisasi Aceh.
Agenda Mualem ke depan bukan hanya dalam konteks damai dan integrasi, tapi lebih dari pada itu. Mualem sebagai Kepala Pemerintah harus mampu memperkuat syari’at Islam diseluruh pelosok Aceh, melakukan penguatan MoU Helsinki melalui penguatan konten norma UUPA. Memperjuangkan penambahan dana otonomi khusus Aceh sebanyak 2,5% dari platfom dana alokasi umum tanpa batas waktu tertentu. Optimalisasi cadangan batu bara, minyak, gas, energi terbaru di Aceh demi kepentingan kemakmuran rakyat Aceh. Merevisi skema kewenangan migas di laut terhitung 0 mil-200 mil ZEE dengan konsep production sharing contract 70% untuk Aceh dan 30% untuk Indonesia.
Semoga Aceh di bawah kepemimpinan Mualem mampu menghantarkan rakyat Aceh kepintu kesejahteraan, damai dan keamanan abadi bagi rakyat Aceh. Wallahu A’lam Bishawab. [**]
Penulis: Muhammad Ridwansyah (Direktur Isu dan Propaganda Badan Pemenangan Aceh Mualem-Dek Fadh)