kip lhok
Beranda / Kolom / Penyakit Belanda

Penyakit Belanda

Minggu, 26 Mei 2024 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Busra

Dr. Busra, SE. M.Si. CPISC, Ketua Program Studi S2 Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe yang juga Tim Program Penguatan Ekosistem Kemitraan Vokasi Aceh. [Foto: for Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Kolom - Penemuan cadangan minyak dan gas (migas) raksasa di Teluk Andaman lepas pantai Laut Aceh merupakan kabar gembira yang memiliki potensi besar untuk membawa dampak positif bagi masyarakat dan pemerintah Aceh. Temuan ini diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan, terutama dalam konteks fiskal yang telah menyempit setelah pengurangan Dana Otonomi Khusus (Otsus) menjadi hanya 1 persen pada tahun 2023.

Pengurangan Dana Otsus menyebabkan ruang fiskal Aceh menyempit, mengingat tingginya ketergantungan daerah ini pada dana transfer dari pusat. Dalam konteks ini, penemuan cadangan migas raksasa di Teluk Andaman lepas pantai Laut Aceh diharapkan bisa menjadi titik balik bagi perekonomian Aceh dan mengulang kembali sejarahnya sebagai daerah penghasil migas.

Sejarah Aceh sebagai daerah penghasil migas memang sudah lama tercatat, dengan ladang-ladang minyak seperti Arun yang pernah menjadi salah satu penghasil gas alam terbesar di dunia. Namun, setelah produksi dari ladang-ladang migas tersebut menurun, ekonomi Aceh menjadi semakin bergantung pada transfer dana pusat, termasuk Dana Otsus. Pengurangan Dana Otsus menjadi hanya 1 persen pada tahun 2023 menambah tekanan pada anggaran daerah.

Banyak harapan yang digantungkan pada penemuan cadangan migas baru, untuk membawa kemakmuran yang berkesinambungan bagi seluruh masyarakat Aceh. Kondisi Aceh saat ini memang memprihatinkan, terutama jika dilihat dari data kemiskinan yang dirilis oleh BPS Aceh. Meskipun Aceh memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk di sektor migas, kelimpahan tersebut belum mampu menjadikan Aceh sebagai daerah yang benar-benar makmur.

Penemuan cadangan migas membawa banyak sisi positif, namun penting untuk juga mewaspadai sisi negatifnya. Mengantisipasi potensi masalah adalah langkah penting untuk memastikan bahwa kekayaan sumber daya alam benar-benar membawa kemakmuran dan bukan sebaliknya.

Kekayaan sumber daya alam migas memang berpotensi besar menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Namun, fenomena yang sering dijumpai, yang dikenal sebagai "paradoks sumber daya" atau "kutukan sumber daya alam," menunjukkan bahwa banyak daerah kaya sumber daya alam justru mengalami masalah ekonomi dan sosial. Beberapa masalah yang sering timbul di daerah kaya sumber daya alam antara lain kemiskinan, kerentanan ekonomi, dan konflik sosial.

Fenomena yang terjadi di daerah dengan kekayaan alam berlimpah, yang dikenal sebagai Dutch Disease atau Penyakit Belanda, merujuk pada dampak negatif kelimpahan sumber daya alam bagi perekonomian. Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977 oleh majalah The Economist untuk menggambarkan kondisi ekonomi Belanda setelah penemuan cadangan gas alam besar di Groningen pada 1959, yang menyebabkan penurunan tajam di sektor industri lainnya.

Ketika suatu negara atau daerah dijangkiti oleh Dutch Disease atau Penyakit Belanda, setidaknya ada dua dampak utama yang timbul.

Membuat Daerah “Terlena”

Fenomena Dutch Disease atau Penyakit Belanda dapat membuat daerah yang kaya sumber daya alam, seperti migas, menjadi "terlena." Kekayaan migas yang berlimpah memberikan kemudahan bagi pemerintah dalam mendapatkan dana untuk membiayai kebutuhan daerah. Namun, hal ini cenderung mengabaikan pertumbuhan sektor-sektor lainnya, terutama sektor manufaktur dan pertanian. 

Pada hal dua sektor kunci ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan menciptakan kestabilan ekonomi serta sosial. Perlambatan pertumbuhan sektor manufaktur, khususnya, dapat merugikan daerah dalam jangka panjang, terutama ketika kejayaan migas berakhir. 

Ketidakstabilan Ekonomi dan Sosial

Keberlimpahan dana seharusnya dimanfaatkan dengan bijak oleh pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi. Namun, jika kekayaan tersebut tidak didistribusikan secara merata dan adil, dapat menyebabkan ketimpangan sosial yang tinggi. Ketika ketimpangan ekonomi masih tinggi meskipun dana berlimpah, ini bisa memicu ketegangan sosial dan konflik yang berkelanjutan. 

Pemerintah Aceh perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam, termasuk migas, secara bijaksana. Ada beberapa poin yang perlu menjadi perhatian pemerintah ke depan:

1. Hilirisasi industri

Pemerintah Aceh perlu lebih fokus pada pengembangan sektor ekonomi selain sektor pertambangan dan migas, serta mengalihkan pendapatan yang diterima dari migas ke sektor-sektor produktif lainnya. Terutama, sektor-sektor seperti manufaktur, pertanian, dan pariwisata memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menopang kestabilan ekonomi daerah dalam jangka panjang. 

Aceh memiliki potensi yang sangat besar, terutama dalam sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Pengembangan sektor manufaktur, termasuk industri berbasis pertanian atau agro-industri, merupakan langkah yang tepat untuk memanfaatkan potensi daerah yang dimiliki.

Pendekatan yang telah diambil dalam Pengembangan Tata Ruang Wilayah Aceh dalam Rencana Program Jangka Menengah Aceh (RPJMA) sangatlah tepat untuk mengawali pembangunan industri di Aceh. Penetapan empat kawasan pengembangan strategis Aceh mencerminkan kesadaran akan pentingnya pengembangan sektor-sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

Kawasan Pusat Perdagangan dan Distribusi

Pengembangan kawasan pusat perdagangan dan distribusi merupakan langkah penting untuk meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas antara berbagai daerah di Aceh. Hal ini akan mendukung pertumbuhan sektor perdagangan dan distribusi serta meningkatkan efisiensi dalam rantai pasokan.

Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata memberikan peluang besar untuk memanfaatkan potensi pariwisata alam dan pertanian di Aceh. Hal ini akan membantu meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat lokal, serta mempromosikan kekayaan alam dan budaya Aceh kepada wisatawan.

Kawasan Ekonomi Khusus

Pengembangan kawasan ekonomi khusus memiliki peran penting dalam menarik investasi dan mengembangkan industri-industri tertentu yang memiliki kebutuhan infrastruktur dan fasilitas khusus. Hal ini akan membantu mendorong pertumbuhan sektor-sektor strategis dalam perekonomian Aceh.

Kawasan Situs Sejarah

Pemeliharaan dan pengembangan kawasan situs sejarah merupakan upaya untuk mempromosikan warisan budaya dan sejarah Aceh, serta meningkatkan potensi pariwisata budaya di daerah tersebut.

Langkah-langkah ini sejalan dengan upaya untuk memanfaatkan potensi Aceh secara optimal dan berkelanjutan, serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Penting bagi pemerintah Aceh untuk terus mengimplementasikan dan memantau pelaksanaan dari rencana pengembangan ini, serta melibatkan aktif masyarakat dalam proses pembangunan untuk memastikan keberhasilannya.

Dalam kerangka pengembangan kawasan juga dibentuk kawasan industri seperti Kawasan Industri Ladong di Aceh Besar, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe dan Pembangunan Kawasan Sabang. Namun sampai saat ini, belum memberikan hasil yang diharapkan. Dibutuhkan kajian terstruktur, sistematis dan mendalam (TSM). Apa sebenarnya penghambat pengembangan industri di Aceh. Mulai dengan memindai dan memetakan kondisi saat ini (insight) dari sisi Sosial, Teknologi, Ekonomi. Lingkungan, Politik, dan Tata Nilai.  

Identifikasi wild card atau peristiwa tak terduga yang memiliki kemungkinan kecil namun dampaknya besar di masa depan merupakan langkah penting dalam perencanaan pengembangan industri di Aceh. Hal ini membantu menemukan driver atau penyebab masalah potensial yang mungkin terlewatkan dalam analisis rutin, sehingga memungkinkan pembangunan roadmap pengembangan yang lebih jelas dan adaptif. 

2. Ekstensifikasi Sumber Penerimaan Baru

Memperluas objek penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah merupakan langkah penting untuk meningkatkan kemandirian fiskal Aceh. Dengan melakukan diversifikasi sumber pendapatan, Aceh dapat mengurangi ketergantungannya pada dana transfer dari pemerintah pusat dan meningkatkan kemampuan untuk membiayai pembangunan dan program-program pembangunan secara mandiri.

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam rangka ekstensifikasi sumber penerimaan PAD melalui perluasan objek pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, penyesuaian tarif retribusi daerah, diversifikasi sumber penerimaan, peningkatan kualitas pelayanan publik

Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, Aceh dapat meningkatkan pendapatan PAD secara bertahap dan mencapai tingkat kemandirian fiskal yang lebih tinggi. Penting untuk dilakukan secara berkelanjutan dan terukur, dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi daerah secara komprehensif. [**]

Penulis: Dr. Busra, SE. M.Si. CPISC (Ketua Program Studi S2 Keuangan Islam Terapan Politeknik Negeri Lhokseumawe yang juga Tim Program Penguatan Ekosistem Kemitraan Vokasi Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda