kip lhok
Beranda / Kolom / Perempuan di Pilgub Aceh: Gimmick atau Kiprah?

Perempuan di Pilgub Aceh: Gimmick atau Kiprah?

Minggu, 06 Oktober 2024 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Munandar

Penulis: Munandar, S.PdI. MSW Juru Bicara Tim Pemenangan 02


DIALEKSIS.COM | Kolom - Publik Aceh baru-baru ini ramai memperbincangkan kehadiran dua perempuan dalam kontestasi Pilgub Aceh, yakni istri Bustami Hamzah dan istri M. Fadhil Rahmi, yang mendampingi pasangan calon gubernur/wakil gubernur nomor urut 01. Beberapa pihak memuji kiprah mereka dan bertanya-tanya, “Hebat kedua pendamping ini, tapi bagaimana dengan istri Muzakkir Manaf dan istri Fadhlullah?”

Keriuhan ini menarik jika dibandingkan dengan suasana Pilpres. Dalam Pilpres, sorotan publik sering kali mengarah kepada para istri calon, seperti istri Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo, dan Mahfud MD. 

Bahkan anak-anak para calon juga tak luput dari perhatian. Namun, publik jarang menyinggung peran istri Prabowo Subianto. Sebaliknya, dalam Pilgub Aceh, poster digital tentang kedua pendamping paslon 01 langsung menyulut perbincangan, bersamaan dengan munculnya narasi tentang kiprah istri dari paslon nomor urut 02.

Jika dilihat lebih dalam, isu ini tampaknya lebih dari sekadar memperebutkan suara pemilih perempuan. Ada kemungkinan ini merupakan taktik politik yang halus untuk memancing diskusi tentang “lingkaran” Mualem, khususnya tentang istri-istrinya. Di tengah suhu politik yang memanas, isu perempuan memang sangat mudah menjadi komoditas.

Namun, alih-alih memanfaatkan momen ini untuk memberikan wawasan yang lebih mendidik, diskursus tentang peran istri calon gubernur/wakil gubernur sering kali berubah menjadi serangan personal. Tim paslon 01, misalnya, memilih untuk menyoroti isu domestik terkait istri calon gubernur serta isu ijazah istri calon wakil gubernur. Padahal, akan lebih bernilai jika publikasi mengenai kontribusi nyata dua perempuan ini dalam pembangunan selama ini dikedepankan, terutama dalam pemberdayaan perempuan korban konflik atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), atau peran mereka dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Bagi pemilih yang cerdas, terutama kaum perempuan di perkotaan maupun gampong-gampong, isu-isu remeh seperti ini tak lagi menarik. Mereka sudah jenuh dengan gimmick politik. Karena itu, siapa istri dari para calon gubernur/wakil gubernur, bahkan jika perempuan itu sendiri yang maju sebagai calon gubernur, tidak akan serta-merta menjadi penentu pilihan. Yang lebih penting bagi mereka adalah program kerja konkret yang akan diusung para kandidat jika terpilih.

Sebagai bagian dari tim pemenangan Mualem-Dek Fadh, saya bisa memastikan bahwa perempuan adalah salah satu prioritas utama paslon nomor urut 02. Mereka memiliki beberapa program strategis yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. 

Misalnya, di bidang sosial-budaya, Mualem dan Dek Fadh berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup Poma, Dara Duson, dan Inong Bale melalui pelatihan kewirausahaan, pemberian modal usaha, pendampingan hukum dan psikologis, serta pembangunan rumah aman untuk korban kekerasan seksual. 

Selain itu, ada program kelembagaan untuk mengarusutamakan isu gender dan perlindungan perempuan dan anak korban KDRT, serta mendorong kepemimpinan politik perempuan.

Akhirnya, rakyat Aceh yang akan menilai apakah strategi mem-branding perempuan semata adalah langkah yang efektif, atau apakah fokus pada program pemberdayaan perempuan dalam pembangunan lima tahun ke depan lebih dapat diterima oleh pemilih. Selamat berkompetisi. Mari jaga perdamaian dan kewarasan dalam setiap langkah.

Penulis: Munandar, S.PdI. MSW Juru Bicara Tim Pemenangan 02

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda