Pintarnya Pemerintah Aceh Sampai Kena ‘Tampar’
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
Perih rasanya relung dada ini, ketika mendengar kepintaran pejabat Aceh. Karena kepintaranya sampai kena ‘tampar’. Sebagai rakyat di bumi Serambi Mekkah perasaan saya beraduk-aduk, sebagai rakyat Aceh saya malu.
Sindiran Dirjen Keuangan Kemendagri bagaikan menampar Sekda Aceh. Kata kata Mochamad Ardian N tergiang di telinga saya. “Bisa jadi ilmunya lebih tinggi dari saya,” sebut Ardian menangapi pernyataan Sekda Aceh Taqwallah.
Tamparan dari Dirjen Keuangan Kemendagri ini bukan menampar Sekda sekalu pejabat publik, namun sudah menampar rakyat Aceh, karena pemimpinya yang terlalu pintar dalam menterjemahkan aturan.
Dilain sisi perasaan sedih dan kecewa juga menyesakan rongga dada. Hak para tenaga kesehatan (Nakes) yang sudah berjuang dalam pertempuran dengan Covid-19, itu juga belum sepenuhnya disalurkan.
Gubernur Aceh mendapat teguran karena belum sepenuhnya membayar uang insentif Nakes. Hingga Juli 2021 lalu baru 13,97% yang disalurkan. Untuk menyalurkan hak hak pejuang Corona ini saja masih tersendat-sendat, apalagi bila pemerintah Aceh ditugaskan mencari uang.
Para Nakes sudah berjuang dalam bayang-bayang maut ketika negeri ini dilanda wabah. Mereka menjadi harapan ummat. Namun bagaimana kita menghargai jasa mereka, saat keringat mereka kering, hak-hak mereka belum sepenuhnya mereka terima.
Keadaan rakyat juga sangat prihatin. Gempuran Corona sudah membuat semua sisi kehidupan bermasalah. Sebuah perjuangan yang berat dalam mempertahankan hidup ini.
Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mengerti bagaimana keadaan rakyatnya. Islam mengajarkan bayarlah gaji/upah para pekerja sebelum keringat mereka kering. Namun untuk menyalurkan dana yang sudah ada saja kita belum mampu menyelesaikan dengan baik, apakah kita bisa dikatakan hebat?
Pernyataan Sekda Aceh tentang dana refocusing tahun 2020 bernilai Rp 2 triliun, tidak harus digunakan untuk penanganan Covid-19, namun dana itu dapat dipergunakan untuk keperluan lainya, memang sebuah pernyataan yang “super”.
Karena supernya pernyataan ini, Ardian terkejut dan kembali memberikan penjelasan soal regulasi penggunaan Covid-19. Permendagri Nomor 39 tahun 2020 dan Permendagri Nomor 39 tahun 2020, yang kembali ditegaskan melalui Permenkeu Nomor 17/PMK:07/2021.
Aturan ini sudah jelas dan tegas tentang penangangan Covid-19.Kemudian dikuatkan lagi dengan intruksi Mendagri nomor 17 tahun 2021.
Ketika Ardian meminta Sekda Aceh untuk mengecek kembali aturan, atau jangan-jangan ada aturan lain yang Sekda lebih faham sehingga dia menggunakan aturan itu, apa yang dilakukan Sekda adalah hal yang luar biasa. Kata kata ini membuat telinga saya panas.
Aduh…….. bathin saya bertanya, pintar juga pejabat Aceh ini sampai dia disebut ilmunya lebih tinggi dan luar biasa.
Saya jadi teringat pernyataan pengamat kebiajakan publik, Nasrul Zaman. “Bagi saya sejak awal sudah melihat kalau Sekda Aceh ini tidak berkualitas dan hanya menjadi "parasit" dalam pemerintahan Gubernur Nova Iriansyah”.
Nasrul dengan tegas menambahkan pernyataanya, Sekda saat ini sudah tidak layak dipertahankan. Apalagi keberanian sekda Aceh itu berbohong di parlemen DPRA merupakan sikap yang tidak terpuji dan menghina wakil rakyat.
Sebagai manusia yang masih punya nurani dan rasa malu, saya jadi berkeringat ketika mengingat sejumlah pernyataan ini. Sebagai rakyat biasa saja saya sudah tidak tahu mau menaruh muka di mana. Apalagi sebagai pejabat publik, tetapi saya bukan pejabat. Namun tetap malu.
Atau pejabat kita perlu disuguhkan kopi? Agar tidak linglung, karena di negeri penghasil kopi ada istilah yang trend, ngopi dulu agar tidak gila. Apa hubunganya kopi dengan gila, namun kata-kata ini sudah menjadi trend bagi penikmat kopi.
Saya hanya bisa berdoa, semoga sentilan, tamparan dari pejabat di pusat tidak lagi menerpa pejabat di Aceh. Saya yang bukan pejabat, tetapi saya merasa malu. ***; Bahtiar Gayo (Pimred/Penjab Dialeksis.com)