DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menyatakan kesediaannya membubarkan lembaga tersebut jika dianggap menghambat kinerja penyelenggara Pemilu. Pernyataan ini menanggapi usulan anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan, dalam rapat kerja bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Bawaslu, dan KPU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025). Irawan sebelumnya mengkritik DKPP dinilai tidak maksimal menjalankan tugas selama Pemilu, sehingga perlu dievaluasi keberadaannya.
“Kalau keberadaan DKPP dianggap mengganggu ketentraman penyelenggara Pemilu, KPU, dan Bawaslu, saya setuju dengan usulan Bapak untuk membubarkannya,” tegas Heddy Lugito dalam rapat kerja tersebut.
Ia menegaskan komitmennya untuk memastikan proses demokrasi berjalan bersih, meski harus mengorbankan posisi lembaga yang dipimpinnya.
Merespons wacana ini, Dialeksis berbincang dengan Mashudi SR, ahli Pemilu sekaligus mantan anggota KPU Banten 2018 - 2023. Mashudi menilai usulan pembubaran DKPP merefleksikan kekecewaan publik terhadap kinerja lembaga yang dianggap gagal menegakkan etika penyelenggara Pemilu.
“Suara yang mendorong pembubaran DKPP muncul karena ketidakpuasan terhadap objektivitas, transparansi, dan keadilan putusan mereka. Dalam banyak kasus, hasil penyelesaian DKPP tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan pelanggaran etika,” papar Mashudi, (Selasa, 6/5/2025).
Ia mencontohkan, sejumlah putusan dianggap terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera, sehingga minim dampak bagi peningkatan kualitas etika penyelenggara Pemilu.
Mashudi menambahkan, DKPP seharusnya bertanggung jawab atas maraknya pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara Pemilu. “Jika lembaga ini tidak mampu membersihkan praktik kotor, wajar publik mempertanyakan eksistensinya,” ujarnya.
Meski memahami aspirasi pembubaran, Mashudi menawarkan alternatif reformasi. Menurutnya, DKPP tidak perlu dipertahankan sebagai lembaga permanen.
“Jika masih dibutuhkan, bentuklah sebagai lembaga ad hoc. Ini akan mengurangi beban anggaran negara sekaligus memastikan DKPP hanya aktif ketika dibutuhkan, seperti saat penyelenggaraan Pemilu,” jelasnya.
Ia juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap standar etika, mekanisme pengaduan, dan transparansi putusan. “Tanpa perbaikan sistem, pembubaran atau perubahan bentuk DKPP hanya akan menjadi solusi kosong,” tegas Mashudi Direktur Institute for Demicracy and Justice (IDJ).
Wacana pembubaran DKPP memantik perdebatan. Sebagian pihak mendukung usulan ini sebagai bentuk respons atas ketidakpercayaan publik, sementara lainnya mengkhawatirkan hilangnya pengawas etika Pemilu. KPU dan Bawaslu hingga kini belum memberikan tanggapan resmi.
Sebagai informasi, DKPP merupakan lembaga yang bertugas mengawasi pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, termasuk anggota KPU, Bawaslu, dan jajarannya. Pembubaran lembaga ini akan memerlukan revisi Undang-Undang Pemilu, sehingga perlu dikaji lebih mendalam oleh DPR dan pemerintah.