Selasa, 03 Juni 2025
Beranda / Berita / Nasional / Akademisi USK: Advokasi Empat Pulau DPD - DPR RI asal Aceh Dinilai Lemah

Akademisi USK: Advokasi Empat Pulau DPD - DPR RI asal Aceh Dinilai Lemah

Sabtu, 31 Mei 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Aryos Nivada, pengamat politik keamanan sekaligus dosen FISIP Universitas Syiah Kuala. Foto: Ist


DIALEKSIS. COM| Banda Aceh - Langkah strategis Forum Bersama (Forbes) DPD - DPR RI untuk mengadvokasi SK Mendagri soal 4 pulau yang masuk ke dalam wilayah Sumut dinilai tidak tepat dan janggal. 

“Saya melihatnya tidak tepat ya, juga ada kejanggalannya,” ujar Aryos Nivada, pengamat politik keamanan, Sabtu 31 Mei 2025. 

Sebagaimana diberitakan DIALEKSIS, Forbes DPD - DPR RI asal Aceh menyampaikan tiga langkah strategis untuk menolak SK Mendagri Nomor 300 Tahun 2025 yang masih memasukkan 4 pulau milik Aceh ke wilayah Sumut. 

Salah satu langkah yang disebut strategis itu adalah melakukan survey langsung ke lapangan guna meninjau kondisi faktual 4 pulau yang dipersengkatakan. 

“Itu sudah pernah pada Juni 2022,” sebut Aryos mengingatkan. 

Disampaikan Aryos, dari data kolekting yang dimilikinya, survey faktual ke lokasi 4 pulau sudah dilakukan pada Mei 2022. 

Saat itu, Kemendagri membentuk tim khusus untuk maksud mengecek lokasi empat pulau pada pekan ini. Kunjungan ke lokasi dilakukan untuk merespon protes dari Aceh. 

Pada 31 Mei - 4 Juni 2022 tim dari semua unsur melakukan survey  faktual sebagai tindaklanjut dari permohonan keberatan Gubernur Aceh, dan surat somasi/keberatan Bupati Aceh Singkil. 

Saat berada di Pulau Panjang dan Mangkir Kecil, semua tim verifikasi menemukan bukti-bukti yang memperkuat bukti bahwa pulau itu milik Aceh. 

“Tim dari Kemendagri Pak Sugiarto menyaksikan jejak banggunan yang dibangun Pemda Singkil dan Pemerintah Aceh,” tambahnya. 

Menurut akademisi USK itu, dengan bukti kuat itu mendorong Mendagri Tito Karnavian saat pelantikan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh (6 Juli 2022) menyatakan akan melakukan rapat kembali jika ada aspirasi yang ingin meninjau ulang SK Mendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 diterbitkan pada tanggal 14 Februari 2022.

“Nah, yang menjadi kuncinya ada pada pertemuan 21 Juli 2022 di Bali yang difasilitasi Kemenko Polkam,” sebut Aryos lagi. 

Di dalam pertemuan itu ada butir yang penting yang diajukan oleh mayoritas peserta yaitu SKB - 1992, yaitu peta yang disepakati oleh Ibrahim Hasan dan Raja Inal Siregar yang disaksikan oleh Rudini. 

“Di peta itu jelas posisi 4 pulau itu ada dalam wilayah Aceh,” ujarnya. 

Sayangnya, sekuat apapun data/dokumen yang diajukan, bahkan didukung oleh BIG, Pushidrosal, KKP, ATR/BPN, Kemenko Marves, dan dari Direktur Toponimi dan Batas Daerah Sugiarto tetap saja berujung muncul kembali SK Mendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 ditetapkan pada tanggal 9 November 2022 dan yang terbaru SK Mendagri Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025.

“Jadi, ini bukan lagi soal data, dokumen dan jejak di lapangan, melainkan ada kelemahan di Kemendagri dalam hal alur penyelesaian pulau yang disengketakan dan prosedur penyusunan Kepmendagri tentang kode, batas wilayah dan pulau,” tutur Aryos. 

Aryos juga melihat janggal saat Forbes menyatakan kepentingan masyarakat di empat pulau yaitu Pulau Mangkir Kecil, Mangkir Besar, Panjang dan Lipan. Seakan ada ramai masyarakat bermukim. 

Dari hasil survey sebelumnya, mengutip keterangan Pak Sugiarto, diketahui bahwa Pulau Lipan sudah tenggelam. Sedangkan di Pulau Panjang tidak ada penduduk tetap. Hanya ada yang mengelola kebun tapi bukan sebagai pemilik. Dan, pulau Panjang sering dijadikan tempat singgah dan berlindung nelayan saat cuaca buruk. 

“Jadi, pulau-pulau itu lebih sebagai tempat wisata dan tempat memancing, dan perairannya jadi lokasi para nelayan mencari ikan, kecuali hari jumat,” tutup Aryos Nivada. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI