DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gerak cepat Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Prof. Dadan Hindayana, dalam mendukung pelaksanaan program makan bergizi gratis, menuai apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Yayasan Saudagar Rakyat Aceh (SURA), lembaga binaan Kadin Aceh yang aktif bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Ketua Yayasan SURA yang juga Wakil Ketua Umum Koordinator Kadin Aceh, Muhammad Mada, menyebut Prof. Dadan sebagai figur yang tidak hanya kompeten secara keilmuan, tapi juga terbukti hadir dan bekerja nyata untuk rakyat.
“Kami melihat langsung bagaimana gerak cepat beliau dalam membantu kami di lapangan. Ini bukan hal yang biasa. Prof. Dadan bukan hanya birokrat, ia pekerja sunyi yang betul-betul hadir bersama masyarakat,” ujar Mada kepada Dialeksis, Sabtu (26/7/2025).
Menurutnya, langkah Presiden Prabowo Subianto menunjuk Prof. Dadan sebagai Kepala BGN adalah keputusan yang patut diapresiasi. Di tengah banyaknya program negara yang terhambat di level pelaksana, kehadiran sosok seperti Prof. Dadan membawa harapan baru.
“Pak Presiden sangat tepat menunjuk beliau. Kami di Kadin Aceh mengucapkan terima kasih karena beliau menunjukkan kualitas kepemimpinan yang dibutuhkan dalam program strategis seperti ini,” katanya.
Program makan bergizi gratis sendiri menjadi salah satu prioritas nasional yang dirancang untuk menekan angka stunting dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia, khususnya generasi muda. Di lapangan, program ini tidak bisa berjalan sendirian. Diperlukan kolaborasi antara negara, dunia usaha, serta elemen masyarakat sipil.
Di titik inilah, Yayasan SURA melihat pentingnya sinergi yang dibangun oleh BGN. Muhammad Mada menegaskan, kolaborasi tersebut bukan sekadar wacana, melainkan sudah menyentuh kerja-kerja konkret di akar rumput.
“Ketika banyak pihak masih sibuk menyusun proposal dan rencana kerja, Prof. Dadan sudah melangkah. Kami bersyukur pernah disapa langsung oleh gerak beliau. Itu yang menghidupkan semangat kami di daerah,” ucap Mada.
Ia menambahkan, apresiasi dari Aceh ini bukan hanya karena program yang menyentuh. Tetapi karena cara kerja yang inklusif dan merangkul banyak pihak sebuah pendekatan yang mulai langka di tengah birokrasi yang sering kali kaku dan lambat.
“Kami berharap, ke depan sinergi ini bisa terus dikembangkan. Program gizi bukan sekadar soal makanan, tapi tentang masa depan bangsa. Dan masa depan itu sedang kita bentuk hari ini,” tutup Mada. [arn]