DIALEKSIS.COM | Aceh - Perguruan tinggi memegang peran strategis dalam pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, kepemimpinan di institusi pendidikan tinggi harus diisi sosok yang kompeten, baik secara pengalaman maupun kedewasaan usia. Aturan batas maksimal usia calon rektor, yang diatur dalam Permen Ristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 dan diperbarui melalui Permen Ristekdikti Nomor 21 Tahun 2018, menjadi sorotan untuk memastikan regenerasi kepemimpinan yang adaptif.
Menurut Pasal 4 Huruf c Permen Ristekdikti No. 19/2017, calon rektor perguruan tinggi negeri (PTN) tak boleh berusia lebih dari 60 tahun pada akhir masa jabatan rektor petahana. Artinya, jika masa jabatan rektor saat ini berakhir pada 2025, calon pengganti harus berusia maksimal 60 tahun di tahun tersebut.
"Ketentuan ini bertujuan memastikan kematangan usia dan pengalaman, sekaligus membuka ruang bagi pemimpin baru yang relevan dengan dinamika zaman," jelas Aryos Nivada, Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala, kepada Dialeksis.com.
Pembatasan usia ini bukan sekadar persoalan angka. Aryos Nivada menegaskan, aturan tersebut dirancang untuk mendorong pergantian generasi di lingkungan akademik.
"Perguruan tinggi membutuhkan pemimpin yang mampu merespons perkembangan teknologi, kebutuhan industri, dan perubahan sosial secara cepat. Ini sulit dicapai tanpa regenerasi yang terencana," ujar Aryos Pendiri Jaringan Survei Inisiatif.
Selain itu, batasan usia juga menjadi pintu masuk bagi akademisi muda berbakat yang selama ini terhambat oleh dominasi senioritas. Banyak dosen atau peneliti muda dengan kapasitas mumpuni, tetapi belum mendapat kesempatan memimpin karena faktor hierarki.
Tak hanya aspek regenerasi, aturan ini juga mempertimbangkan kesiapan fisik dan energi rektor dalam menjalankan tugas berat selama masa jabatan 5 tahun. Seorang rektor dituntut mengelola kompleksitas akademik, administrasi, dan keuangan, sekaligus merancang program jangka panjang yang berdampak bagi universitas dan masyarakat.
"Rektor harus memiliki energi fisik dan visi jangka panjang untuk mengelola aspek akademik, administrasi, hingga keuangan secara optimal, idealnya belum mencapai 60" jelas pria pendiri Lingkar Sindikasi.
"Kontinuitas kepemimpinan dengan usia yang terukur memungkinkan universitas bekerja dalam kerangka waktu jelas. Ini penting untuk mengevaluasi kinerja dan memastikan visi ke depan tetap relevan," tambah Aryos.
Meski menuai pro - kontra, menurut Aryos regulasi ini dianggap langkah penting untuk menyeimbangkan antara pengalaman dan kesegaran ide. Dengan batasan usia, diharapkan PTN tak hanya menjadi menara gading, tetapi juga motor penggerak inovasi yang berkontribusi nyata bagi kemajuan daerah dan bangsa.
"Yang terpenting, kriteria usia harus dibarengi dengan sistem seleksi transparan dan kompetitif. Tidak ada jaminan usia muda otomatis lebih baik, tetapi ini adalah upaya menciptakan ekosistem kepemimpinan yang dinamis," pungkas Aryos.