Becak Sang Ayah yang Antarkan Raeni S3 ke Inggris
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Semarang - Becak, mungkin bagi sebagian orang hanya kendaraan roda tiga biasa, namun seorang alumni Birmingham University Inggris bernama Raeni (25) menganggapnya sebagai kendaraan perjuangan karena becaklah yang "mengantarnya" sukses kuliah di sana.
Ya, Raeni adalah gadis desa asal Langen Harjo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah yang beberapa tahun lalu menjadi perbincangan karena lulus dari Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan IPK 3,9 dan diantar ayahnya, Mugiono menggunakan becak saat wisuda.
Kini Raeni sedang bersiap akan melanjutkan jenjang S3 di Universitas yang sama. Ia sedang mengejar cita-citanya untuk mengabdi dan memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan untuk Republik Indonesia.
Raeni lulus S2 dari Inggris bulan Desember 2016 lalu pulang ke Indonesia. Ia kemudian mengajukan diri untuk menjadi dosen di Unnes. Dengan kegigihannya, Raeni menjadi dosen non-PNS di jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Unnes.
"Jadi dosen sejak Januari 2017. Saya kayaknya memang passionnya mengajar, dekat dengan mahasiswa, seru dan nyaman. Dulu sebelum ke Inggris kan jadi asisten dosen," kata Raeni saat berbincang dengan detikcom di sela kegiatan tenisnya di Unnes, Selasa (6/3) sore.
Semangat Raeni untuk menempuh pendidikan S3 di Inggris sudah lama berkobar, ia pun mendaftarakan diri untuk itu ketika masih di Ingris. Jalannya ternyata tidak selalu mulus, ia harus melewati beberapa tahap hingga mendapat unconditional offer letter.
"Setelah proses seleksi diterima, sempat masuk shortlist beasiswa dari sana, tapi itu parsial, tidak bisa mengcover semua biaya, uang dari mana," lanjutnya.
Ia kemudian mencoba beasiswa LPDP dan kembali mengikuti seleksi. Raeni sempat khawatir karena S2 yang ditempuhnya yaitu program 1 tahun sehingga menganggap pengalamannya kurang terkait riset.
"Dengan usaha maksimal, tanggal 19 Januari kemarin dinyatakan lulus beasiswa lanjutan Magister ke Doktoral lembaga pengelolaan dan pendidikan Kementrian Keuangan," ujarnya.
Sebenarnya Raeni sudah bisa berangkat ke Inggris untuk menjalani pendidikan S3 September 2017 lalu. Namun ia memohon agar ada penundaan karena masih seleksi beasiswa sehingga disetujui Raeni akan berangkat pada bulan September tahun ini.
"Rencananya September berangkat. Mulai kuliah 1 Oktober 2018," katanya.
Raeni memang seolah mati-matian untuk bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Selain ingin membanggakan orangtua, Raeni juga ingin mengabdi kepada negaranya lewat jalur akademis.
"Ya harapannya bisa sampai jadi profesor, dengan begitu bisa berkontribusi lebih baik lagi untuk negara. Saya ingin mengabdikan diri untuk negara karena sudah dibiayai sejak S1," tegas Raeni.
Jika ia mengenang perjalanan hidupnya, Raeni selalu teringat dengan becak sang ayah. Meski kini tak lagi dikayuh karena ayahnya bekerja menjadi penjaga malam di SMK 1 Kendal, namun Raeni akan berusaha menjaga becak itu tetap ada di rumah.
"Becak itu tidak bakal dijual, becak yang punya banyak kenangan. Ketika bapak mengayuhnya, itu luar biasa, bapak 'mengantarkan' saya ke Inggris dengan becaknya," ujar Raeni.
Bulan Februari lalu, Raeni berangkat Umrah bersama ayah ibunya, Mugiono dan Sujamah. Ternyata raeni sendiri tidak menyangka bisa melakukan perjalanan relijius yang sangat ia dambakan itu bersama kedua orangtuanya.
Raeni pun menceritakan awalnya ia hanya iseng mengikuti arisan Umrah di kalangan dosen di Unnes. Ia sempat terkendala ketika hendak mengikuti arisan karena masih menjadi asisten dosen kala itu.
"Manajemen yang mengelola Umrah telepon pimpinan ternyata diizinkan ikut," kata Raeni.
Ia mengaku tidak tahu kapan arisan dimulai, namun ketika di Inggris ia kaget setiap bulan tabungannya berkurang Rp500 ribu. Setelah dicek ternyata dipotong untuk arisan Umrah.
"Pas nyiapin berkas untuk S3, dapat informasi kalau saya dapat arisan Umrah," kenangnya.
Saat itu mendekati hari Pahlawan yaitu 10 November yang juga merupakan hari ulang tahun pahlawan hidupnya, yaitu sang ayah. Tepat pukul 00.00, ayahnya yang sedang berjaga malam dihubungi dan Reni mengatakan memberikan hadiah Umrah.
"Pas jam 12 malam bapak saya telepon, beliau terharu," ujarnya.
Namun setelah itu Raeni merasa ibunya yang berulang tahun 1 Desember juga harus dihadiahi Umrah. Ia putar otak dan teringat dengan sisa tabungan di Inggris.
"Alhamdulillah ada sedikit sisa tabungan bisa daftarkan ibu," katanya.
Lagi-lagi Raeni kepikiran bagaimana jika orangtuanya berangkat hanya berdua dan kebingungan saat Umrah, apalagi ibunya pemalu. Ia kemudian mendapatkan saran agar ikut mendampingi.
Dengan kondisi keuangan yang terbatas, Raeni ingat ada reiumberse untuk perjalanan di Inggris, Iseng-iseng Raeni menghubungi kampus dengan nomor Inggrisnya yang dibawa ke Indonesia untuk mencairkannya.
"Saya kemudian melakukan transaksi ditambah Euro yang saya bawa sama tabungan. Alhamdulillah cukup," pungkas Raeni.
Dengan dengan uang saku pas-pasan, Raeni bahagia bisa berangkat Umrah dengan kedua orangtuanya pada 13 Februari 2018 lalu. Kini Raeni kembali menjalani rutinitasnya sebagai dosen dan menunggu keberangkatannya ke Inggris bulan September mendatang. (Detik)