Bersidang 11 Kali, MK Bacakan Putusan Uji Materi UU Pers
Font: Ukuran: - +
Mahkamah Konstitusi. [Foto: ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pengucapan Putusan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), Rabu (31/8/2022), pukul 10.00 WIB.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 38/PUU-XIX/2021 ini diajukan oleh 3 (tiga) Pemohon yang berprofesi sebagai wartawan dan pimpinan perusahaan pers berbadan hukum, yakni: Heintje Grontson Mandagie sebagai Pemohon I, Hans M Kawengian sebagai Pemohon II dan Soegiharto Santoso, sebagai Pemohon III. Para Pemohon mempersoalkan norma: Pasal 15 ayat (2) dan ayat (5).
Para Pemohon menilai Peraturan Dewan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers telah mencederai kemerdekaan dan kebebasan pers dan menghilangkan hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun dan membuat peraturan-peratruan di bidang pers dalam upaya meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
Selain itu adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU a quo, mengakibatkan Dewan Pers Indonesia yang terbentuk melalui Kongres Pers Indonesia 2019 di Asrama Haji Jakarta tanggal 6 Maret 2019 tidak kunjung ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Sidang yang telah memasuki agenda ke-10 (sepuluh) ini telah mendengarkan keterangan dari Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong pada sidang (11/10), menurutnya ketentuan UU a quo bukan ketentuan yang sumir untuk ditafsirkan karena rumusannya sudah sangat jelas.
Kuasa hukum Dewan Pers selaku Pihak terkait menyampaikan apabila organisasi pers menyusun aturan menurut versi masing-masing, akan berdampak pada kekacauan dan ketidakpastian hukum.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari (11/1) dan Kuasa Hukum dari LBH Pers yang mewakili Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa UU Pers sama sekali tidak mengalami kerugian konstitusional maupun kerugian operasional dengan adanya pasal yang diuji.
“Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyatakan pasal yang diujikan tidak bertentangan dengan konstitusi. Namun, apabila norma pasal tersebut berubah sesuai yang diminta oleh Pemohon, maka akan membuat ketentuan pasal-pasal a quo justru menjadi tidak jelas dan sumir,” ujarnya.
Sidang Pengujian UU Pers juga telah mendengarkan keterangan Saksi Pemohon (26/1) yakni Ketua Sindikat Wartawan Indonesia (SWI) Dedik Sugianto dan Hika Transisia selaku Sekretaris Umum DPP Jurnalis Nasional Indonesia (JNI).
Keduanya mengatakan adanya ketidakjelasan tafsir dalam UU Pers mengakibatkan pihaknya tidak dapat menentukan dan menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa menyebutkan bahwa peraturan pada Dewan Pers berisi tentang kesepakatan yang telah diambil secara bersama-sama dan berlaku atas keinginan sukarela dari organisasi pers, perusahaan pers, dan wartawan yang menjadi bagian dari Dewan Pers tersebut hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas profesi pers.
Dalam persidangan ini, MK juga mendengarkan Ahli dari Pihak Terkait, Bagir Manan. Bagir menjelaskan bahwa seluruh petunjuk yang dibuat oleh Dewan Pers disusun atas persetujuan bersama dan penegakan peraturan serta pedoman dan keputusannya diserahkan pada satuan komunitas, jadi Dewan Pers tidak menegakkan aturan sendiri.
Turut mendengarkan Effendi Gazali dan Rajab Ritonga selaku Ahli Pihak Terkait. Kedua Ahli yang merupakan pakar komunikasi dari Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma mengatakan bahwa pada intinya Pemohon ingin tergabung menjadi Dewan Pers tidak lain sebagai suatu upaya untuk menegakkan kode etik yang sejalan dengan UU pers.
Lebih lanjut, UU Pers merupakan anugerah bagi pers nasional. Sebab, kehadirannya menandai kemerdekaan pers nasional setelah 32 tahun dalam pengendalian pemerintah.
Bambang Sardono selaku saksi Pihak Terkait yang merupakan bagian dari Panitia Kerja Pembahasan UU Pers mengatakan bahwa Dewan Pers memiliki posisi mewakili negara untuk menjaga pers nasional.
Turut diperdengarkan kesaksian dari Maria Dian yang tergabung dalam Tim Perumus dan Kompetensi Wartawan (21/4). Teguh Santosa dari Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menambahkan pada sidang (19/5) Pasal 15 huruf f UU Pers, sangat dibutuhkan dan sudah sebagaimana mestinya.
Profesor Riset bidang Komunikasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Dr. Gati Gayatri, MA. Pada (8/6) menegaskan bahwa Dewan Pers memberikan jaminan tentang kualitas informasi yang diterima masyarakat. Hal ini menggambarkan adanya para profesional media yang bertanggung jawab sehingga pengaturan media oleh pemerintah tidak diperlukan.[]