BPOM Tetapkan Batas Baru Suplemen Selenium untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 15 Tahun 2024, yang mengubah Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2022 terkait Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan.
Peraturan terbaru ini menetapkan penyesuaian pada batasan konsumsi selenium dalam suplemen kombinasi untuk ibu hamil dan menyusui, yang awalnya maksimal 60 mcg/hari kini menjadi 65 mcg/hari. Selenium berperan penting sebagai antioksidan, serta berfungsi mendukung sistem kekebalan tubuh, metabolisme, dan fungsi kelenjar tiroid.
"Selain berperan sebagai antioksidan, selenium juga meningkatkan kekebalan tubuh serta menjaga metabolisme dan fungsi tiroid," demikian dikutip dari keterangan resmi BPOM, Senin (28/10/2024).
Literatur kesehatan menyebutkan bahwa ibu hamil membutuhkan asupan selenium lebih tinggi, yaitu 5 mcg lebih banyak dari Angka Kebutuhan Gizi (AKG) pada umumnya. Suplementasi selenium terbukti dapat menurunkan risiko preeklamsia pada ibu hamil.
Penetapan batasan baru ini merupakan hasil diskusi dengan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi serta Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, dalam upaya memastikan asupan gizi yang aman dan bermanfaat bagi ibu hamil.
Berdasarkan laporan Gizi Ibu di Indonesia: Analisis Lanskap dan Rekomendasi, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia termasuk yang tertinggi di antara negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Data Bank Dunia menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia mencapai 44,2 persen pada tahun 2019. Sementara itu, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 melaporkan angka ini mencapai 49% dan cenderung meningkat.
Untuk menekan angka anemia, Kementerian Kesehatan menginisiasi program suplementasi tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil, yang menyediakan satu tablet setiap hari selama 90 hari selama masa kehamilan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan pemberian suplementasi TTD sepanjang kehamilan.
WHO telah mengeluarkan rekomendasi agar TTD digantikan dengan multiple micronutrient supplement (MMS), karena MMS terbukti lebih efektif dalam mengurangi risiko berat badan lahir rendah (BBLR). MMS mengandung 15 zat gizi mikro, termasuk selenium, yang lebih lengkap dibandingkan TTD yang hanya mengandung zat besi dan asam folat.
Di Indonesia, regulasi nasional untuk MMS belum tersedia. Kementerian Kesehatan pun mengajukan dukungan regulasi untuk perizinan MMS kepada BPOM. Menindaklanjuti permintaan ini, BPOM melakukan pembahasan regulasi, termasuk mengadakan konsultasi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk diskusi mengenai MMS, yang dikategorikan BPOM sebagai suplemen kesehatan.
Diskusi antara BPOM, Kementerian Kesehatan, dan para ahli dari Universitas Indonesia serta Institut Teknologi Bandung telah berlangsung pada Januari dan Maret 2024, kemudian dilanjutkan dengan konsultasi publik pada April 2024.
Hasil diskusi dan konsultasi publik ini dituangkan dalam Rancangan PerBPOM yang mengamandemen PerBPOM Nomor 32 Tahun 2022, yang selanjutnya diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk harmonisasi.
Pada rapat harmonisasi Juli 2024, rancangan PerBPOM tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diundangkan.
“PerBPOM Nomor 15 Tahun 2024 dapat diakses melalui situs www.jdih.pom.go.id. BPOM berharap adanya peraturan ini dapat mendukung program pemerintah dalam menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan ibu hamil di Indonesia,” demikian dikutip dari BPOM. [*]