Dipulangkan Karena Isu Keperawanan, Gubernur Jatim Siapkan Pendampingan Psychosocial Untuk Shalfa
Font: Ukuran: - +
Atlet senam Sea Games yang dipulangkan karena isu keperawanan, Shalfa Avrila Siani, bersama sang ibu Ayu Kurniawati dirumahnya di Kota Kediri, Jawa Timur, Sabtu, (30/11/2019). Foto: iNews/Afnan Subagio.
DIALEKSIS.COM | Surabaya - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa akan menyiapkan pendampingan psikososial atau Psychosocial Therapy terhadap Shalfa Avrila Siani (17), atlet senam artistik proyeksi Sea Games asal Kediri.
Namun Shalfa gagal berlaga di di ajang SEA Games 2019 usai dipulangkan paksa oleh tim kepelatihan karena dituduh sudah tidak perawan. Pendampingan psikosisal tersebut dilakukan untuk mengatasi trauma psikologis yang dialami Shalfa atas kasus yang dialaminya.
Khofifah menyatakan, dirinya berpesan kepada Shalfa menangkan hatimu, ini bagian dari terapi psikososial karena hukuman sosial (social punishment) itu berat. Cara menenangkan hati antara lain dengan banyak berdzikir.
"Saya juga sudah berkomunikasi dengan Ketua KONI Jatim bahwa di Puslatda juga ada pendampingan psikologi bagi atlet sehingga terapi psikososial ini penting dilakukan," ujar Khofifah usai menerima kunjungan Shalfa beserta Ibu dan pengacaranya di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Senin (2/12/2019) sore.
Selain melakukan pendampingan psikososial, yang tidak kalah penting adalah menyiapkan pendidikan lanjutan bagi Shalfa. Dirinya sudah menawarkan kepada Shalfa dimana ia akan melanjutkan sekolah dan atlet tersebut memilih Kota Kediri, tempat asalnya.
Khofifah sudah komunikasikan dengan Walikota Kediri, dan ada salah satu SMA negeri yang akan menerima kepindahan sekolah Shalfa. Apalagi SMA kewenangannya ada di bawah pemprov, sehingga ini tinggal menunggu proses administrasi.
Disinggung soal isu keperawanan yang menjadi penyebab dipulangkannya Shalfa, Khofifah menegaskan jika alasan itu benar disampaikan oleh pelatih, maka ia meminta sang pelatih tersebut untuk segera meminta maaf dan dilakukan pemanggilan khusus sampai dengan sanksi.
"Kita berharap segala sesuatu berjalan kondusif dan produktif. Harkat dan martabat atlet dan pelatih harus dijaga. Maka kode etik atlet dan pelatih harus di evaluasi jika dirasakan kurang sesuai," papar Khofifah.
Mantan Menteri Sosial ini menambahkan, prinsipnya ini adalah olahraga prestasi. Seyogyanya yang menjadi ukuran adalah prestasi. Walaupun dalam proses pembinaan atlet ada pembinaan kedisiplinan dan karakter.
"Namun indeks prestasi akan menjadi indikator utama ketika atlet masih ada di dalam pusat pelatihan," tandasnya. (Im/okezone)