Dosen UNAS: Pemilu 2024, Masyarakat Jangan Golput dan Apatis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizki
Dosen Ilmu Politik Universitas Nasional (UNJ) Jakarta, Sahruddin Lubis. [Foto: for Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dosen Ilmu Politik Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Sahruddin Lubis mengatakan, masyarakat tidak boleh apatis dengan politik, karena akan berpengaruh terhadap proses politik dan hasil dari politik itu sendiri.
Lanjutnya, contoh seperti apatis dan tidak mau ikut Pemilihan Umum (Pemilu) tentu nanti angka golput tinggi, calon yang kapasitas rendah, yang integritas rendah berpotensi terpilih, karena rata-rata yang golput itu melek politik.
Hal tersebut disampaikan karena mereka justru lebih punya saringan yang lebih baik dalam menentukan pilihan dibandingkan masyarakat pada umumnya. Hanya kelemahannya cenderung menyimpulkan tidak ikut ambil bagian, karena menganggap tidak akan ada harapan perubahan atau tidak ada calon yang baik, yakni calon yang cocok.
"Memang kita akui banyak dari calon-calon yang kapasitas rendah, integritas rendah dan lainnya, tetapi tetap akan ada 1 atau 2 yang baik, walapaun mungkin tidak seperti harapan," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Selasa (27/9/2022).
Ia juga menambahkan, pasti ada yang baik di antara yang buruk. Maka kita memilih yang terbaik di antara yang terburuk demi mencegah terpilih yang terburuk di antara yang buruk.
"Karena yang terburuk biasanya menggunakan segala macam cara untuk terpilih, baik politik uang, vote buying, serangan fajar, dan masih banyak lagi," ujarnya.
Maka dari itu, masyarakat perlu mengambil bagian dan tidak golput, karena bagaimana pun, walaupun golput tetap saja akan ada yang terpilih. Artinya akan ada yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif.
Bahkan katanya, yang pintar dan melek politik harus ikut ambil bagian dalam politik penyadaran masyarakat untuk ikut memilih dengan cara bermartabat, tidak terlibat politik uang, vote buying, dan juga diminta masyarakat untuk memperhatikan pilihannya.
"Jangan sampai salah pilih, kalau salah pilih maka konsekuensinya 5 tahun bahkan bisa lebih atau jangan sampai terlibat politik uang, hanya dengan 100 ribu disuruh memilih calon tertentu maka konsekuensinya selama 5 tahun," jelasnya lagi.
Ia menyarankan agar mayarakat tetap harus terlibat dalam Pemilu 2024. Usahakan dalam politik electoral ini masyarakat sedikit mau berpikir akan ekses dari pilihan yang salah, minimal cari tahu track record, jati diri, pengalaman dari orang tersebut.
Tambahnya, sekarang mudah untuk mencari tahu track record, bisa dengan mencari di media sosial. Hal ini bukan cuma untuk masyarakat yang sudah melek politik tetapi yang kalangan bawah, karena sebagian masyarakat kalangan bawah juga sudah bisa mengakses media sosial.
Selebihnya masyarakat yang dari kalangan awam, ini juga tentunya tanggung jawab semua untuk memberikan edukasi kepada mereka.
"Karena mereka tetap salah satu yang juga ambil bagian dalam Pemilu. Bahkan jumlahnya besar," tutupnya. [AU]
- Survei CSIS Ungkap 3 Nama Paling Disukai Anak Muda sebagai Capres 2024
- Dosen UNAS Wanti-wanti Jangan Sampai Masyarakat Terjebak ‘Serangan Fajar’ di Pemilu 2024
- Hendra Budian di Mahkamah Partai Golkar: Kita Harus Jenaka Jalani Politik
- Soroti Aksi Pimpinan DPRD Depok Injak Supir, Mahfud MD: Tak Perlu Emosional