DPR Sahkan Revisi UU KPK, ICW: Salah Satu Pasal Sasar Novel Baswedan
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK pada Selasa, 17 September 2019. Sejumlah pasal perubahan yang ada di UU KPK ini dianggap berpotensi melemahkan lembaga antirasuah, di antaranya soal keberadaan dewan pengawas, hingga kewenangan KPK menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan.
Tak cuma melemahkan KPK secara kelembagaan, Indonesia Corruption Watch menganggap satu pasal dalam revisi itu juga menyasar ke penyidik senior KPK Novel Baswedan, yakni Pasal 45A. Pasal tersebut mengatur mengenai syarat untuk menjadi penyidik KPK. Dalam Pasal 45A, Ayat 1, huruf c disebutkan bahwa untuk menjadi penyidik KPK, seseorang harus sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
"Ada upaya untuk menggeser kerja Novel dari pemberantasan korupsi," kata peneliti ICW Wana Alamsyah, saat dihubungi Selasa, 17 September 2019.
Kesehatan Novel saat ini terganggu. Dua tahun lalu dua orang tak dikenal menyiram air keras ke wajahnya hingga menyebabkan kerusakan ke kedua mata mantan perwira Polri ini. Kepolisian hingga saat ini tidak berhasil mengungkap siapa pelakunya. Tim gabungan yang dibentuk polri pada Januari 2019, bukannya menemukan pelaku penyiraman, tapi malah menuding Novel menggunakan kewenangan berlebihan.
Tim gabungan kemudian merekomendasikan polisi membentuk tim teknis untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dibentuk pada Agustus 2019, Presiden Joko Widodo memerintahkan tim ini bekerja selama 3 bulan. Hingga saat ini belum diketahui perkembangan penyelidikan kasus ini.
Menurut Wana, upaya menyingkirkan Novel Baswedan menjadi relevan karena penyidik senior KPK ini kerap memegang kasus-kasus besar. Selain itu, Novel juga kerap bersuara keras menuntut agar kasus teror yang menimpa dirinya dituntaskan.
Menurut Wana, munculnya aturan mengenai kondisi pegawai KPK ini mencurigakan. Sebab, selama ini KPK tak pernah mengangkat penyidik dengan kekurangan fisik yang besar. Luka yang dialami Novel, kata dia, terjadi setelah bertahun-tahun pria ini bekerja di KPK. "Sehingga, pasal ini rasanya untuk menghentikan langkah orang yang memiliki luka serius sehingga tidak bisa melakukan kerjanya," ujar dia. (im/tempo)