Ekspor Benih Lobster Tak Menguntungkan Nelayan, Ini Buktinya
Font: Ukuran: - +
Foto: Antara/Rahmad
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah komando Edhy Prabowo mengizinkan ekspor benih lobster dengan merevisi peraturan Menteri Susi Pudjiastuti tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Pembukaan keran ekspor benur lobster dinilai untuk memberikan kesejahteraan para nelayan di kawasan perairan Tanah Air. Namun ternyata, kebijakan tersebut tak membuat nelayan mendapatkan keuntungan dari segi finansial setelah berhasil menangkap lobster.
“Kalau dilihat dari nelayan, sebetulnya mereka belum sejahtera. Karena kan rangkaiannya banyak. Dari nelayan harus ke pengepul. Dari pengepul harus ke pengepul pusat. Kalau dari daerah dia harus ke pusat. Dari pengepul pusat harus ke eksportir,” kata Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Rianta Pratiwi dalam diskusi virtual, Senin (30/11/2020).
Dia menjelaskan, ketika nelayan menjual hasil tangkapan lobster ke pengepul itu harganya masih amat rendah sekali, yaitu hanya Rp5 ribu per kilogramnya.
“Nelayan itu cuma dapat Rp5 ribu per kilogramnya. Kalau pengepul itu bisa dapat Rp250 ribu, eksportir bisa dapat miliaran,” ujarnya.
Dia menambahkan, dirinya pernah menemukan sekelompok nelayan di Pulau Sabang, Aceh yang mengaku tak bisa menggantungkan hidup hanya dari tangkapan lobster saja. Sehingga, mereka pun harus mencari tangkapan lain, jika tidak musimnya.
“Kalau untuk kesejahteraan nelayan saya rasa masih belum. Saya pernah bicara dengan nelayan di Pulau Sabang, itu mereka sampai tidak ada musim lobster bekerja yang lain. Mereka bercocok tanam, atau menangkap yang lain. Jadi kesejahteraan nelayan itu belum,” kata dia.
Seperti diketahui, kini Edhy Prabowo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK). Dirinya ditangkap terkait ekspor benur lobster.
KPK mengungkap adanya dugaan aliran uang sebesar Rp3,4 miliar dari salah satu pemilik PT Aero Citra Kargo (PT ACK) berinisial ABT untuk Edhy Prabowo. Uang itu diduga ditransfer oleh ABT ke rekening Ainul Faqih (AF) selaku staf Istri Menteri Edhy Prabowo.
Uang sebesar Rp3,4 miliar yang masuk ke rekening Ainul Faqih, diduga digunakan oleh Edhy Prabowo (EP); istrinya, Iis Rosyati Dewi (IRD); Stafsus Menteri KKP, Safri (SAF); serta Stafsus Menteri KKP lainnya, Andreau Pribadi Misata (APM), untuk belanja barang mewah di Amerika Serikat (AS) [Okezone].