Isolasi Mandiri di Hotel Dihentikan
Font: Ukuran: - +
Sumber : Dok. cnnindonesia.com
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan kebijakan isolasi mandiri di hotel yang dihentikan semakin menekan bisnis perhotelan. Kendati demikian ia memahami persoalan yang melatarbelakangi hal tersebut, yaitu ketiadaan anggaran. Ketimbang membebani para pengusaha, program itu memang lebih baik dihentikan.
"Akomodasi untuk pasien OTG kan tujuannya sekaligus membantu sektor usaha akomodasi, makanya hotel dilibatkan. Ternyata dalam perjalanannya pemerintah sendiri kan masih belum bisa melaksanakan kewajibannya, tentu situasi ini tidak bagus juga untuk hotel yang terlibat," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/6).
Menurut Maulana, bisnis perhotelan memang tengah menghadap kondisi terburuk. Sebab, okupansi tak kunjung membaik akibat masih diberlakukannya pembatasan kegiatan masyarakat di berbagai daerah.
Di sisi lain, kredit untuk modal kerja dari perbankan juga sulit didapat karena risiko bisnis yang cukup tinggi selama pandemi covid-19.
"Kami di sektor akomodasi dan restoran agak rumit mendapatkan bantuan modal kerja. Tentu bank punya pilar yang nggak bisa dilanggar dalam hal ini, yaitu bisnis risiko dan bisnis konsepnya kita yang gampang drop (jatuh) ketika ada pembatasan kegiatan masyarakat," tuturnya.
Sementara dalam hal restrukturisasi, pelaku usaha perhotelan juga terancam mengalami penyitaan aset oleh pihak bank jika pembayaran kreditnya macet.
"Restrukturisasi di lapangan enggak mudah juga karena dari laporan yang saya dapatkan, mereka harus menandatangani pernyataan kalau enggak bisa bayar langsung sita aset," terang dia.
Memang pemerintah memberikan program bantuan lain untuk sektor perhotelan melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Salah satu yang tengah berjalan adalah bantuan insentif pemerintah (BIP) yang mirip dengan program hibah pariwisata.
Namun, kata Maulana, program tersebut hanya bersifat tambahan atau dikhususkan bagi pengusaha bisnis akomodasi yang sebelumnya tidak mendapatkan dana hibah pariwisata.
"Padahal, yang sudah dapat hibah pariwisata pun belum tentu bisnisnya bisa bertahan. Memang jadi situasinya belum menguntungkan dan sangat rumit," imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan masih menunggak pembayaran hotel-hotel tempat karantina pasien covid-19 di DKI Jakarta hingga Rp140 miliar.
"(Biaya karantina) khusus DKI untuk hotel Rp200.711.910.000 dan baru kita bayar talangan Rp60 miliar," kata Pelaksana tugas (Plt) Bidang Penanganan Darurat BNPB Dody Ruswandi kepada wartawan, Selasa (8/6).
Menurut Doddy, setidaknya ada 31 hotel di Jakarta yang dibiayai oleh BNPB. Dari puluhan hotel itu, sebanyak 16 untuk tempat tinggal sementara tenaga kesehatan, dan 15 untuk isolasi mandiri pasien Covid-19.
Namun, Doddy tidak merinci apakah tunggakan ratusan miliar rupiah itu kepada seluruh hotel tersebut. Ia hanya mengatakan pihaknya baru membayarkan uang panjar sebesar Rp60 miliar ke sejumlah hotel.
Dody menyebut BNPB pun memutuskan menghentikan sementara pembiayaan untuk hotel-hotel karantina pasien covid-19 di Jakarta.
"Kalau diteruskan kasihan hotelnya, tapi kalau nanti dananya turun lagi, Pemda DKI kalau pasiennya memuncak lagi, dia bisa minta usul lagi (pembiayaan) ke kita," tandasnya.
(hrf/bir)
Sumber : cnnindonesia.com