JAM-Pidum Setujui 9 Pengajuan Restorative Justice, 8 Kasus dari Aceh
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Nasional - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Dr Fadil Zumhana menyetujui sembilan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani SH MH, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
"Ada sembilan berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif, yaitu delapan kasus dari Provinsi Aceh dan satu dari Provinsi Kalimantan Barat," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana, dalam keterangan persnya, Senin (8/8/2022).
Berikut sembilan berkas perkara yang dihentikan:
1. Tersangka Siti Suwarni alias Hanya bin alm Sulaiman dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 352 KUHPidana tentang penganiayaan.
2. Tersangka Zahara binti alm Effendi dari Kejaksaan Negeri Sabang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
3. Tersangka Derwina SE binti Johan dari Kejaksaan Negeri Sabang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
4. Tersangka M. Faisal Fuadi bin Ishak dari Kejaksaan Negeri Pidie Jaya yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. Tersangka Kentani Karnado bin Muhammad Rokah dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
6. Tersangka Marhaban alias Aman dari Kejaksaan Negeri Gayo Lues yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
7. Tersangka Muhariadi alias Muhar bin Rabiin dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
8. Tersangka Murtini binti Manyak dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
9. Tersangka Ahmad Efendi alias Fendi dari Kejaksaan Negeri Mempawah yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana tentang penganiayaan.
Ketut Sumedana menjelaskan beberapa alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dapat diberikan.
"Para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka belum pernah dihukum, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya," urainya.
Kemudian, lanjut Ketut, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
"Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif," imbuhnya.
JAM-Pidum Dr Fadil Zumhana juga menyampaikan, proses prapenuntutan dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan harus dipahami benar kasus tersebut. Menurutnya, dengan begitu maka dapat diketahui treatment penyelesaiannya (apakah disetujui untuk penyelesaian melalui restorative justice atau dilimpahkan ke pengadilan).
“Jangan ada perkara bebas dan ini adalah tujuan saya supaya orang tidak bebas dan tidak teraniaya oleh perilaku kawan-kawan kita. Proses prapenuntutan yang baik akan menimbulkan hasil penuntutan yang baik,” ujar Fadil.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. [*]