Janji Biden ke Mesir ditagih
Font: Ukuran: - +
Sumber : cnbcindonesia.com
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Para aktivis hak asasi manusia mempertanyakan janji Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk mengambil pendekatan yang berbasis hak asasi terhadap kebijakan luar negeri Mesir-ASdi tengah mediasi gencatan senjata Israel-Palestina yang dipimpin Mesir.
Joe Biden memang menghadapi pengawasan baru terkait dengan hubungan AS dengan Mesir dan janjinya untuk 'membela' pelanggaran hak yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Abdel Fattah el-Sisi, setelah 11 hari kekerasan mematikan di Jalur Gaza.
Pemerintah Joe Biden diketahui sangat bergantung pada tugas mediator yang diemban Mesir demi mendamaikan Israel dan faksi Palestina, Hamas.
AS dihadapkan dengan pertanyaan mengenai janjinya untuk menggunakan pendekatan yang berbasis hak asasi manusia sebelum menggelontorkan pendanaan ke Mesir.
Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, bahkan mengatakan tidak akan ada lagi 'cek kosong' alias pinjaman dana untuk el-Sisi, yang dia sebut sebagai "diktator favorit".
Tetapi beberapa pendukung hak asasi manusia mengatakan bahwa Biden gagal memenuhi komitmen pendahulunya itu.
"Sekali lagi, kami melihat tidak ada yang berubah," kata Sarah Leah Whitson, Direktur Eksekutif Demokrasi untuk Dunia Arab Sekarang (DAWN, Democracy for the Arab World Now), sebuah think-tank yang berbasis di Washington, DC, dikutip dari Al Jazeera, Minggu (30/5/2021).
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken juga dikatakan tidak bertemu perwakilan masyarakat sipil saat berkunjung ke Kairo. Pekan lalu dia diketahui ke ibu kota Mesir untuk mendukung gencatan senjata Israel-Palestina.
"Dia mengatakan tidak lebih mengenai hak asasi manusia daripada Pompeo [mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo] dan administrasi Trump sebelumnya," ujarnya.
Biden dan El-Sisi telah berkomunikasi dalam dua panggilan 'kerja sama strategis' pada bulan ini. Aktivitas itu menjadi yang pertama sejak Biden menjabat presiden pada Januari lalu.
Presiden AS itu tak lupa mengucapkan terima kasih pada Mesir karena kesuksesan diplomasi atas gencatan senjata itu.
Blinken saat di Kairo juga menegaskan soal kerja sama strategis antara AS dan Mesir. Kepada wartawan dia mengatakan telah melakukan diskusi panjang dan pertukaran soal hak asasi manusia dengan pimpinan Mesir.
Sementara itu, menurut petugas advokasi Project on Middle East Democracy (POMED), Seth Binder, ungkapan terima kasih pemerintahan Biden tampaknya 'salah membaca' situasi, sehingga mengirim pesan yang salah pada pemerintahan Mesir.
"Kami masih dapat bekerja dengan mereka untuk menengahi gencatan senjata dan di waktu bersamaan menekan mereka dan terus memusatkan hak asasi manusia dalam hubungan itu," jelasnya.
Hubungan AS dan Mesir saling melengkapi, terutama dalam hal pinjaman luar negeri.
Dalam beberapa tahun terakhir, Kongres AS secara teratur mengesahkan undang-undang yang mewajibkan Departemen Luar Negeri AS untuk mendorong Mesir mengambil langkah-langkah dalam memenuhi standar hak asasi manusia sebelum dana AS dicairkan ke negeri di Afrika itu.
Tahun lalu, Kongres meloloskan RUU yang mensyaratkan bantuan senilai US$ 75 juta untuk pembebasan tahanan politik Kairo.
Beberapa orang di AS juga mempertanyakan signifikansi strategis Mesir yang lebih luas. Namun, pemerintahan Biden telah menunjukkan bahwa mereka mungkin tidak mendesak adanya perombakan kebijakan di Mesir.
Ini mengecewakan para pendukung hak asasi manusia serta beberapa legislator dengan menyetujui penjualan rudal senilai US$ 197 juta dan peralatan militer ke Mesir pada Februari.
(tas/tas)