Jejak Harmonis Gajah dan Manusia di OKU
Font: Ukuran: - +
Reporter : Aulia
Foto: Screenshot Youtube Rumah Sriksetra
DIALEKSIS.COM | Nasional - Begini jejak keharmonisan gajah dan manusia di Lanskap Saka Gunung Raya Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan.
Di sana ada yang namanya Tanah Larangan yang disebut Cangka Dua karena memang dua cabang yang berkumpul menjadi satu. Satu ke arah Lampung Barat dan satu lagi ke OKU Selatan yaitu arah Muara Dua Kare keluarnya.
Banyak perkebunan masyarakat di OKU Selatan baik kebun kopi, pisang, kacang, durian, dan lain sebagainya. Di Tanah Larangan tersebut ada satwa liar terutama gajah. Dan OKU Selatan merupakan jalur gajah mencari makanan.
Dalam hal ini, Dialeksis.com mengutip beberapa tanggapan dari tokoh masyarakat OKU Selatan pada kanal Youtube Rumah Sriksetra, Minggu (24/7/2022).
Tokoh Masyarakat Suku Ranau Tanjung Kemala, BPRRT OKU Selatan, Iptoni mengatakan pada tahun 1993 gajah pernah ngamuk, semua tanaman yang ada di dekat Tanah Larangan diobrak abrik. Kemudian ada satu warga yang memburu bahkan menembak dengan senjata api dan gajahnya semakin ngamuk.
Namun warga atau orang tua di sana tidak melakukan hal demikian rupa. Mereka menjumpai gajah membawa air, kopi, bahkan nasi putih. Orang tua berkata pada gajah
"Tolong kalian binatang besar
Kami hamba hina paling kecil
Kalian sudah datang ke tempat kami, terima kasih
Kalian sudah melihat tempat kami, Alhamdulillah
Kalian sudah mencicipi tumbuhan di sini
Ya kalau sudah, sisakan untuk menghidupi anak cucu kami
Kita berbagi rezeki, jika kami punya kesalahan kami mohon maaf, jika kalian mau makan minum silakan, jika kalian mau pulang juga silakan tapi jangan sampai ada yang tinggal
Karena anak cucu kami takut melihat badan kalain yang besar"
"Alhamdulillah dengan cara halus dan sopan seperti itu, akhirnya mereka balik ke Tanah Larang, Cangka Dua," ucap Iptoni.
Kemudian hal yang sama disampaikan Sarki Tokoh Masyarakat Desa Sidodadi, Buai Pemaca, OKU Selatan. Ia mengatakan setiap tahun gajah melewati jalur ini tapi kami tetap biarkan saja.
Lanjutnya, mereka mau makan kami kasih, karena ini memang jalur gajah, mau dia makan apa aja di tanah kami juga ngak papa.
Orang tua di OKU Selatan menegaskan bahwa kalau gajah itu jangan disakiti atau diganggu karena gajah tahu bahkan ada yang berbuat serong aja dia tahu. Makanya gajah itu lebih mengerti daripada manusia.
Tempat di Tanah Larangan hanya habitat gajah saja, jadi tidak ada makanan karena sudah menjadi kebun kopi. Beda dengan di sini ada permukiman warga.
Tidak hanya itu, Hendra Setyawan dari Jejak Bumi Indonesia menyampaikan, masyarakat lokal punya kearifan yang baik dalam melindungi satwa liarnya. Karena di OKU Selatan sendiri saat membuka lahan perkebunan berupaya menjaga nilai-nilai yang ada.
Sistem agropro pesti yang dibangun oleh mayarakat dengan tanaman pokok kopi, durian, pepaya, ubi, dan lainnya termasuk tanaman yang disukai oleh gajah seperti pisang hutan.
"Mereka sudah berdampingan dengan satwa tersebut ratusan tahun, jarang mereka mempunyai niat untuk berkonflik dengan satwa liar," jelasnya.
Kemudian Ahmad Basid, Tokoh Masyarakat OKU Selatan juga menyebut, gajah ini memang sudah ada sejak ia kecil. Ia berharap ada sebuah lembaga yang fokus untuk melindungi dan melestarikan gajah di daerah ini.
"Mudah-mudahan ini menjadi tolak ukur dalam kehidupan satwa-satwa liar yang ada terutama hewan gajah," pungkasnya. [Aulia]