Jelang Pemilihan, Ketua Komisi Yudisial Baru Diminta Untuk Berani Awasi MA
Font: Ukuran: - +
[Dok. Gresnews.com]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik 7 Komisioner Komisi Yudisial (KY) pada Desember 2020 lalu. Rencananya, besok internal KY akan memilih Ketua dan Wakil Ketua KY.
"Kami menegaskan kepada para komisioner Komisi Yudisial memilih Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua) yang memegang prinsip pengawasan ketat terhadap Mahkamah Agung, selain dilengkapi dengan sinergitas yang efektif," kata penggiat peradilan dari PBHI Julius Ibrani kepada wartawan, Minggu (18/1/2021).
Dari 7 komisioner saat ini,3 di antaranya berlatar belakang hakim/struktur Mahkamah Agung. Dua lainnya akademisi, 1 mantan Ketua Ombudsman dan 1 komisioner yang aktif dari periode sebelumnya. Mereka adalah Joko Sasmito, M Taufiq Hz, Sukma Violetta, Binziad Khadafi, Amzulian Rifai,Mukti Fajar Nur Dewata dan Siti Nurjanah.
"Memastikan pimpinan Komisi Yudisial tidak memiliki konflik kepentingan yang mengeliminasi prinsip netralitas dan obyektivitas dalam melakukan pengawasan," ujar Julius.
Menurut Julis, pekerjaan rumah KY telah menggunung. Seperti reformasi kelembagaan MA serta penguatan integritas dan kapasitas hakim juga belum menyentuh titik optimal.
"Sementara, peran Komisi Yudisial pada periode sebelumnya terasa minim, bahkan justru disibukkan dengan persoalan koordinasi internal, akibat dari kepemimpinan yang lemah," bebee Julius.
Permasalahan yang ada seperti ditemukannya praktik pungli di pengadilan yang dilakukan panitera di pengadilan sebagaimana catatan Tim Saber Pungli Badan Pengawasan MA. Juga banak hakim dan panitera yang terlibat kasus korupsi;
"Pengawasan Internal oleh Badan Pengawasan MA yang tidak efektif dan tidak transparan, sehingga belum dirasakan manfaatnya oleh pencari keadilan," beber Julius.
Ketiga persoalan di atas merupakan prioritas yang sangat mendesak untuk direspon cepat oleh KY. Dan merupakan kebutuhan dalam agenda reformasi sistem peradilan, khususnya di pengadilan.
"Pekerjaan rumah ini hanya bisa dilakukan dengan pengawasan yang ketat. Pengawasan ketat ini harus didukung dengan obyektivitas dan netralitas KY," ujarnya.
Pernyataan di atas juga ditandatangani oleh LBH Masyarakat dan PILnet Indonesia. (Detik.com)