Jokowi Terbitkan Status PSBB, Pupus sudah Harapan Lockdown
Font: Ukuran: - +
Presiden Joko Widodo. [Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr]
DIALEKSIS.COM | Jakarta -Jumlah kasus positif virus corona di tanah air semakin hari semakin bertambah. Per Senin (30/3/2020), jumlah kasus positif corona mencapai 1.414 kasus.
Desakan dari berbagai pihak agar pemerintah melakukan lockdown atau karantina wilayah terus berdatangan. Kebijakan itu dinilai efektif mencegah penularan virus meluas.
Meskipun mendapatkan desakan, namun Presiden Jokowi memutuskan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar dengan Karantina Kesehatan.
Menetapkan tahapan baru perang melawan COVID-19 yaitu: Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan Kekarantinaan Kesehatan," tulis Fadjroel dalam Twitternya, Senin (30/3/2020).
Ia menjelaskan, jika kondisi wabah virus corona memburuk Jokowi bisa memberlakukan darurat sipil. "Hanya jika keadaan sangat memburuk dapat menuju Darurat Sipil," ujarnya.
Keputusan ini sangat disayangkan oleh publik yang terus mendesak pemerintah memberlakukan lockdown. Tak hanya publik, sejumlah tokoh mulai dari IDI hingga DPR juga mendesak pemerintah memberlakukan lockdown untuk menekan penularan corona.
Seperti desakan yang diungkapkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut Ketua Satgas COVID-19 IDI, Zubairi Djoerban, pihaknya setuju jika lockdown diterapkan.
“Sangat setuju banget lockdown dan minta segera, itu penting,” ucap Zubairi kepada wartawan, Minggu (22/3/2020).
IDI memahami pemerintah alergi dengan istilah lockdown. Maka tak masalah jika Jokowi tak menggunakan istilah lockdown, tapi penerapannya sama yaitu membatasi bahkan mengisolasi warga di rumah.
Selain IDI, pengusaha yang juga politikus Gerindra, Sandiaga Uno, termasuk yang gusar dengan pemerintah yang menolak opsi lockdown. Sandi menyebut Jakarta terutama Jakarta Selatan --tempat dia tinggal -- seharusnya sudah bisa di-lockdown (partial lockdown).
"Jakarta sebagai zona merah terutama Jakarta Selatan adalah episentrum penyebaran corona. Seharusnya jadi model untuk karantina wilayah atau partial lockdown," ucap Sandiaga Uno dalam Instagramnya, Senin (30/3/2020).
Sandi menyebut partial lockdown (merujuk wilayah bukan negara), bukan lagi opsi saat kasus corona di Indonesia terus meningkat. Tapi harus jadi aksi pemerintah.
"Soal hitung-hitungan pertumbuhan ekonomi mungkin bisa kita negosiasikan nanti, tapi nyawa dan kehidupan rakyat tak ada ruang untuk perdebatan," tegas Sandi.
Desakan lockdown juga datang dari politikus PAN, Eko Hendro Purnomo atau dikenal Eko Patrio.
"DKI Jakarta perlu mempersiapkan Rp 5-7 Triliun jika rencana lockdown atau karantina wilayah dilakukan selama satu bulan,"kata Eko dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (30/3/2020).
"Dana tersebut berdasarkan asumsi dari tiap 2,6 juta rumah tangga di DKI Jakarta mendapatkan Rp 2-3 juta per-bulan. Dana ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya selama dilakukan lockdown," kata Eko yang juga Ketua DPW PAN DKI.
Senada dengan koleganya di PAN, Anggota Komisi IX DPR Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah untuk menyiapkan segala konsekuensi jika pemberlakuan lockdown diterapkan nantinya.
Salah satunya yaitu terkait dengan pendistribusian bahan pangan dan bantuan lainnya. Sebab, kata Saleh, kebijakan karantina wilayah dinilai tidak mudah dijalankan. Tetapi dalam situasi saat ini, karantina wilayah merupakan pilihan terbaik yang ada.
Jika kebijakan karantina wilayah ditetapkan, pemerintah berkewajiban untuk mensubsidi masyarakat yang membutuhkan.
“Karena masyarakat tidak boleh keluar rumah, pemerintah harus memenuhi kebutuhan hidup mereka selama masa karantina diberlakukan. Kebijakan ini tentu diperuntukkan bagi masyarakat kecil yang memang benar-benar membutuhkan," kata Saleh melalui pesan singkat, Senin (30/3/2020).
Menurut UU Nomor 6 Tahun 2018 mengenai Kekarantinaan Kesehatan, Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur di Pasal 59. Berikut penjelasannya:
Pasal 59
(1) Pembatasan Sosial Berskala Besar merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
(2) Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
(3) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
(4) Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (Kumparan)