JPPR: Perubahan Sistem Pemilu Berpotensi Ganggu Konsentrasi Pemilih
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Manajer Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu mengatakan perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) legislatif akan mengganggu tahapan pemilu. Selain itu, berpotensi membuat bingung rakyat dan bakal calon anggota legislatif (caleg).
Hal itu ia sampaikan merespons polemik gugatan soal sistem proporsional pemilu legislatif yang saat ini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus advokat Denny Indrayana menggulirkan isu bahwa MK dapat menjatuhkan putusan dengan mengubah sistem pemilu saat ini dari sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
“Sistem proporsional tertutup akan menganggu tahapan dan konsentrasi pemilih. Ada hal yang membuat pemilih merasa tidak percaya dengan proses pelaksanaan pemilu jika tiba-tiba sistem proporsional tertutup,” ujar Aji.
Sistem proporsional terbuka telah diterapkan sejak 2004, pemilih dapat mencoblos langsung caleg di kertas suara. Sedangkan sistem proporsional tertutup, partai akan menentukan kader yang akan duduk sebagai wakil rakyat di legislatif.
“Publik harus mengetahui terlebih dahulu mekanisme ketika mereka harus memilih (hanya) partai politik, siapa yang kemudian dijadikan caleg oleh partai politiknya mekanisme seperti apa yang dikatakan demokratis. Baik demokratis dari sisi rakyat maupun dari sisi parpol. Ada mekanisme yang jelas dahulu agar masyarakat mengetahui,” tutur Aji.
Ia menyampaikan wacana yang dilontarkan Denny Indrayana bisa menjadi tolok ukur seberapa jauh publik mengetahui soal sistem kepemiliuan. Sebagai pemilih, ujar Aji, publik perlu mengetahui plus minus masing-masing sistem kepemiluan.
Menurut dia, kebermanfaatan sistem pemilu datang dari masyarakat. Selain itu, ia juga menyebut pentingnya respons dari para bakal calon anggota legislatif yang sudah didaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) apabila ada perubahan sistem pemilu.
“Ini juga penting karena menjelang pemilihan, banyak yang sudah bekerja untuk pemenangan di daerah pemilihan. Mereka sudah mengeluarkan banyak uang kemudian (jiika putusan MK sistem pemilu) tertutup. Belum tentu mereka dipilih oleh partai politiknya untuk mendapat kursi di legislatif. Ini mengganggu konstalasi politik,” papar Aji.
Menurut dia, penentuan sistem kepemiluan tidak seharusnya diputuskan oleh MK. Tetapi, rakyat atau melalui perwakilannya DPR Komisi II.