Kemenag: 86% Konflik Sosial di Indonesia Diselesaikan Penghulu, Penyuluh, dan Pembimas
Font: Ukuran: - +
Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Analisis Pengembangan Kementerian dan Lembaga Mahmud Syaltout Syahidulhaq Qudratullah. Foto: kemenag
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Analisis Pengembangan Kementerian dan Lembaga Mahmud Syaltout Syahidulhaq Qudratullah menyebut, sampai saat ini, belum semua konflik sosial di Indonesia terselesaikan. Namun, dari konflik yang terselesaikan, 86% di antaranya diselesaikan oleh penghulu, penyuluh, dan pembimas.
Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Bimtek Implementasi Sistem Peringatan Dini pada KUA Revitalisasi di Jakarta, Senin (19/8/2024). "Dari laporan Irjen kepada Menteri Agama yang dihadiri para Staf Menteri, Staf ahli, dan Tenaga Ahli Menteri, sementara ini belum semua konflik itu selesai, masih ada beberapa pekerjaan rumah. Tapi dari konflik yang selesai, 86% di antaranya diselesaikan oleh penghulu, penyuluh, dan pembimas," jelasnya.
Syaltout menambahkan, penghulu, penyuluh, dan pembimas yang aktif melakukan resolusi dan mitigasi konflik, pernah mengikuti pelatihan dari Kementerian Agama.
Terdapat sejumlah pelatihan terkait konflik berdimensi agama yang digelar Kementerian Agama, seperti Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik (SPARK), Agen Resolusi Konflik, serta Pelatihan Sistem Deteksi Dini luring dan daring.
"Kita juga menggelar Massive Online Open Courses (MOOC) di Pusdiklat, salah satu materi yang banyak peminatnya. Sejak dilaunching bulan Januari sampai Agustus ini, sudah ada 30.000-an yang mengikuti pelatihan secara daring. Para peserta pelatihan itu kemudian disaring untuk mengikuti pelatihan tingkat menengah, dan disaring lagi untuk mengikuti pelatihan advance seperti yang dilaksanakan di Labuan Bajo," terang Syaltout.
Syaltout mengatakan, kebijakan Early Warning System (EWS) atau peringatan sistem dini konflik sosial berdimensi keagamaan masuk ke dalam program prioritas Kementerian Agama. Sebab, EWS terkait erat dengan indeks religiusitas. Langkah-langkah mitigasi konflik, baik yang dilakukan di intra maupun ekstra agama, bertujuan meningkatkan kualitas pemanfaatan agama untuk kehidupan masyarakat.
Syaltout menyebut, selain Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, di Internal Kementerian Agama sendiri terdapat Keputusan Menteri Agama Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, yang menjadi payung hukum sekaligus membahas secara detail terkait peringatan dini konflik berdimensi keagamaan.
"Kita menghindari penyebutan kata konflik agama, karena kalau disebut konflik agama, yang awalnya eskalasi konflik biasa saja, tetapi begitu disebut konflik agama, eskalasinya langsung naik. Makanya, kita menyebut konflik sosial berdimensi keagamaan," pungkasnya.
Kegiatan itu berlangsung 19 - 20 Agustus 2024. Kegiatan yang dibuka Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah dihadiri penyuluh, penghulu, dan Seksi Bimas Islam dari KUA Revitalisasi se-Jabodetabek.