Kemenkeu Tegaskan Terus Lakukan Evaluasi Dampak Larangan Ekspor CPO
Font: Ukuran: - +
DIALESKSIS.COM | Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menegaskan akan terus melakukan evaluasi terkait dampak larangan ekspor bahan baku minyak goreng, crude palm oil (CPO) dan turunannya.
Febrio mengatakan pemerintah memiliki prioritas untuk menjaga daya beli masyarakat dan ketersediaan bahan pokok. Oleh sebab itu, menurut Febrio, kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah sudah sejalan dengan tujuan tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan turunannya demi menyelesaikan masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di dalam negeri sejak akhir 2021.
Larangan ekspor yang berlaku sejak 28 April 2022 itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor CPO, Refined, Bleached, & Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil (UCO).
Larangan ekspor CPO akan berlaku hingga harga minyak goreng curah turun sesuai HET yang sebesar Rp14 ribu per liter atau Rp15.500 per kg. Pasca larangan ini diberlakukan, harga minyak goreng curah di sejumlah pasar masih di atas Rp20 ribu per kg.
Di sisi lain, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengaku khawatir larangan ekspor CPO akan membuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit rusak.
Mukti Sardjono selaku Direktur Eksekutif Gapki mengatakan pengolahan minyak sawit akan berhenti, sementara jika pasokan CPO lebih dari cukup di dalam negeri.
Tidak hanya itu, ia memperkirakan potensi pendapatan devisa dari ekspor CPO senilai US$35,53 miliar atau setara Rp515,18 triliun (kurs Rp14.500 per dolar AS) terancam hilang akibat larangan ekspor itu.
Dia menyebut estimasi ini berasal dari rata-rata realisasi devisa ekspor CPO per tahun yang dikantongi Indonesia.
"Estimasi ini menggambarkan potensi kerugian yang akan diterima pengusaha dan negara akibat larangan ekspor," pungkasnya. (CNN Ind)