Kemnaker Soroti Risiko Serius Stres Kerja bagi Kesehatan Mental Pekerja
Font: Ukuran: - +
Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga saat menyampaikan paparannya dalam kegiatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2024. [Foto: Humas Kemnaker]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa stres kerja merupakan risiko serius bagi keselamatan dan kesehatan mental pekerja. Berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) 2016, stres kerja terjadi ketika beban pekerjaan dilakukan di luar kapasitas dan kemampuan pekerja secara terus-menerus.
Menurut laporan terbaru dari The Health and Safety Executive (HSE) 2023, terdapat 875 ribu kasus stres, depresi, dan kecemasan terkait pekerjaan di Inggris. Dampaknya, sebanyak 17,1 juta hari kerja hilang akibat masalah ini.
Dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (14/10/2024), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemnaker, melalui Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga, menyampaikan bahwa tekanan kerja yang tinggi, tuntutan besar, serta ketidakseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental pekerja.
"Penelitian menunjukkan bahwa stres kerja kronis dapat memicu berbagai masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan dan depresi," kata Sunardi.
Data Stres Kerja di Asia Tenggara
Sunardi menjelaskan lebih lanjut bahwa menurut survei Gallup di Asia Tenggara, sebanyak 20 persen dari 1.000 responden melaporkan merasa stres di tempat kerja selama periode 2021 hingga Maret 2022. Hal ini menunjukkan bahwa stres kerja adalah masalah serius yang mempengaruhi kesejahteraan banyak pekerja.
Kemnaker, lanjutnya, berkomitmen menjaga kesehatan mental para pekerja agar mereka tidak mengalami depresi yang dapat merugikan produktivitas.
"Tak ada gunanya bekerja jika mental terganggu, karena ini akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan lainnya," ujar Sunardi.
Sunardi menekankan pentingnya peran pimpinan perusahaan dan organisasi pemerintah dalam memperhatikan kesehatan mental staf mereka. Para pemimpin diharapkan peka terhadap beban kerja yang dihadapi karyawan, serta bersedia memberikan dukungan emosional.
"Pimpinan harus bisa menjadi tempat curhat dan memberikan nasihat kepada staf mereka. Mengabaikan kesehatan mental karyawan dapat berdampak buruk pada produktivitas perusahaan," jelas Sunardi.
Dalam kesempatan yang sama, Sunardi juga mengingatkan para pimpinan agar lebih peka terhadap perubahan sikap dan perilaku yang mungkin menjadi indikasi masalah kesehatan mental di kalangan karyawan.
"Langkah-langkah preventif harus segera diambil sebelum kondisi stres kerja semakin memburuk," tambahnya.
Dengan meningkatnya kasus stres kerja yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja, Kemnaker berharap perusahaan dapat lebih proaktif dalam menjaga kesehatan mental para pekerja mereka, sehingga lingkungan kerja yang sehat dan produktif dapat tercipta. [*]