Komitmen Proyek SICCR-TAC dan Mitra untuk Melakukan Aksi Terkait Perubahan Iklim
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Konsekuensi dari implementasi program pembangunan bahkan kegiatan rutin sehari-hari yaitu adanya emisi yang dihasilkan atau yang disebut dengan Jejak Karbon (carbon footprints).
Namun, hal yang tak dapat dihindari adalah emisi yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Misalnya perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang dan kendaraan yang meninggalkan jejak karbon, penggunaan penyejuk ruangan (AC), dan listrik bagi kebutuhan kantor.
Oleh karena itu SICCR-TAC mengajak para mitranya untuk berkomitmen melakukan aksi nyata guna mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan.
Pernyataan komitmen dan ajakan ini dilakukan pada hari Rabu, 9 Mei 2018 yang kebetulan bertepatan dengan Hari Eropa, perayaan tahun perdamaian dan persatuan di Eropa. Acara yang dilaksanakan di salah satu ruang rapat KLHK ini dihadiri oleh sejumlah pejabat KLHK dan perwakilan Uni Eropa.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Ir. Agung Setyabudi, M.Sc, menyambut baik komitmen SICCR-TAC serta mengapresiasi keberadaan proyek SICCR-TAC yang menunjang kebutuhan dan program-program KLHK khususnya Ditjen. PPI dalam upayanya mengatasi perubahan iklim dan memenuhi target NDC pada sektor Pemanfaatan Lahan, Perubahan Pemanfaatan Lahan dan Kehutanan.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Muammar Vebry mengatakan bahwa Uni Eropa akan terus mendukung upaya pengendalian perubahan iklim yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui KLHK.
Menyinggung tentang peringatan Hari Eropa, Vebry menuturkan bahwa semboyan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, tidak berbeda jauh dengan motto Uni Eropa, yakni United in Diversity, yang artinya bersatu dalam perbedaan, tetap bersatu meskipun berbeda-beda.
Sementara itu dalam sambutannya, Heinrich Terhorst (Heinz) selaku Team Leader SICCR-TAC mengajak para mitranya untuk mulai mempertimbangkan emisi yang dihasilkan dari setiap kegiatan yang dilakukan dan melakukan upaya kompensasi, salah satunya dengan penanaman pohon.
Selain itu Heinz juga melaporkan bahwa komitmen SICCR-TAC diwujudkan dalam aksi nyata penanaman 64 pohon secara simbolis yang dilakukan di Aceh bersama dengan Pemerintah Aceh, dalam hal ini DLHK, selaku pemangku kepentingan utama di daerah.
Penanaman pohon ini dilakukan untuk mengkompensasi emisi yang dihasilkan dari penerbangan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan proyek. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus carbon footprints, proyek ini diharapkan dapat memberikan kompensasi penanaman pohon sebanyak 6.710 batang.
Jumlah tersebut berdasarkan emisi yang dihasilkan yaitu sebesar 147,615 metric ton CO2. Perhitungan tersebut mengalkulasi perjalanan tugas atau transportasi yang dilakukan dengan menggunakan jasa penerbangan sejak tahun 2016 hingga 2018 dengan total jarak tempuh 949.272 mil.
Selain aksi penanaman pohon, kampanye perubahan iklim di Aceh juga diikuti dengan penanaman nilai-nilai ekologis kepada bayi yang lahir pada tanggal 9 Mei 2018. Pihak SICCR-TAC dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) juga mengujungi Rumah Sakit Zainoel Abidin (RSUZA), Banda Aceh untuk kemudian secara simbolis memberikan sertifikat dan perlengkapan bayi kepada tiga orang anak yang lahir pada hari tersebut.
Beberapa nama untuk mengingatkan tentang lingkungan akan direkomendasikan kepada orangtua bayi untuk menjadi bagian dari nama bayi. Diantaranya yaitu tectona grandis (kayu jati), akasia, albizia (kayu sengon), asoka dan cemara/casuarina.
Sebagai proyek yang fokus pada upaya-upaya mengatasi masalah perubahan iklim, proyek Support to Indonesia’s Climate Change Response-Technical Assistance Component (SICCR-TAC) yang didanai oleh Uni Eropa, mendukung mitra-mitranya yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).