KPK Diminta Terbitkan Red Notice untuk Harun Masiku
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta KPK menerbitkan red notice untuk Harun Masiku. Sebab, buronan KPK itu hingga kini belum terlacak keberadaannya.
"Sampai saat ini yang saya sayangkan itu adalah salah satunya tidak diterbitkan red notice," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, kepada wartawan, Kamis (21/1/2021).
Boyamin mengaku pernah mendapat informasi Harun Masiku ada di luar negeri. Dia pun sempat melakukan pelacakan.
Namun Boyamin enggan menyebut negara yang dimaksud. Untuk itu, dia meminta KPK untuk menerbitkan res notice.
"Bisa jadi Harun Masiku di luar negeri menyelundup lewat perbatasan dan lain sebagainya," ujar Boyamin.
"Artinya KPK perlu melacak di luar negeri dengan cara menerbitkan red notice. Meskipun kembali ke persoalan semula kalau ditanya keyakinan ya Harun Masiku sudah meninggal," lanjutnya.
Boyamin meminta Satgas Pencari Buron KPK bekerja maksimal untuk menemukan Harun Masiku. Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan apakah Harun Masiku masih hidup atau sudah meninggal.
"Kalau hidup segera ditangkap, dan diproses ke pengadilan. Kalau meninggal ya segera ditutup perkaranya, di SP3. Karena salah satu alasan SP3 itu kan meninggal dunia. Jadi ini kan segera memberikan kepastian kepada siapapun," katanya.
Lebih lanjut, Boyamin juga mengapresiasi satgas baru yang dibentuk KPK. Dia menilai satgas pencari Harun Masiku sebelumnya dianggap gagal total.
"Dengan dibentuknya satgas apapun saya memberikan apresiasi, dukungan, dan saya juga berusaha membantu dengan mencoba melacak baik dalam keadaan hidup maupun kalau informasinya meninggal," katanya.
"Saya juga mencoba melakukan pelacakan di dua negara yang artinya luar negeri karena ada beberapa informasi. Ini prinsipnya dalam rangka memberikan kepastian keberadaan Harun Masiku baik hidup atau sudah meninggal," tambah Boyamin.
Harun Masiku masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 7 Januari 2020. Hingga kini, jejak tersangka suap itu tak terlacak.
Harun Masiku merupakan tersangka dalam kasus suap PAW DPR yang hingga kini belum tertangkap. Padahal tiga tersangka lain, yakni Saeful Bahri, eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan Agustiani Tio Fridelina, sudah divonis bersalah.
Bagaimana vonis ketiganya? Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Saeful, yang juga kader PDIP, dinyatakan hakim bersalah memberikan suap kepada Wahyu Setiawan saat menjabat komisioner KPU.
Hakim meyakini Saeful memberikan suap secara bertahap dan bersama-sama Harun Masiku, yang hingga kini belum tertangkap. Adapun pemberian pertama sebesar SGD 19 ribu atau setara dengan Rp 200 juta diserahkan pada 17 Desember 2019. Pemberian kedua sebesar SGD 38.350 atau setara dengan Rp 400 juta diserahkan pada 26 Desember 2019 oleh Saeful kepada Agustiani Tio Fridelina.
Kemudian, Wahyu Setiawan divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Sedangkan Agustiani Tio Fridelina divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.
Pembacaan vonis untuk Wahyu dan Tio dilakukan pada 24 Agustus 2020. Keduanya terbukti bersalah menerima suap dari Saeful dan Harun Masiku. (Detik)
- KPK Keluarkan Edisi Terbaru Jurnal Integritas: Bahas Pelayanan Publik dan Pemberantasan Korupsi
- KPK Eksekusi Direktur dan Komisaris Hong Artha ke Lapas Sukamiskin
- KPK Bersama Kemenkes Sepakati Kerjasama Wujudkan Program Kesehatan Bebas Korupsi
- KPK Usut Perlindungan Sosial Lainnya, Tak Hanya Bansos Covid-19 Jabodetabek