KPU Antisipasi Potensi Korupsi dan Risiko Pengadaan Logistik
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Bandung- Pengadaan barang/jasa mempunyai potensi terjadinya korupsi dan risiko pengadaan sehingga harus diantisipasi dalam setiap prosesnya. Indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 37, berada di peringkat 96 dari 180 negara, artinya masih banyak yang harus diperbaiki. Potensi korupsi tersebut sebagian besar dari pengadaan barang/jasa, mulai dari suap, gratifikasi, hingga pemerasan.
Hal tersebut disampaikan Pengendali Teknis Pemeriksaan Auditorat Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Fauzan Yudo Wibowo di depan peserta KPU RI, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam Sosialisasi Kebijakan Pengadaan Logistik Pemilu 2019 Berbasis e-Procurement, di Bandung, Jawa Barat Rabu (5/9/2018).
"Pengadaan barang/jasa harus hati-hati, karena bisa juga berpengaruh pada opini BPK. Saat ini KPU opini WTP, tetapi mempertahankan itu lebih sulit daripada menggapai WTP. Penyerapan anggaran hingga 99 persen pun bukan jaminan prestasi, karena yang penting harus efektif dan efisien. Aspek kinerja tersebut yang akan dinilai oleh BPK," tutur Fauzan.
Fauzan mengingatkan, secara umum ada lima tahap pengadaan barang/jasa yang harus diperhatikan, pertama perencanaan pengadaan, identifikasi barang harus memadai dan tidak memecah paket untuk menghindari tender. Kedua, persiapan pengadaan, penetapan HPS harus layak, ada data pendukung dan dapat dioertanggungjawabkan. Ketiga, pemilihan penyedia, jangan sampai ada indikasi pengarahan pemenang tender, peserta fiktif, dan persengkokolan. Keempat, kontrak dan pelaksanaan, jangan sampai ada pengadaan yang terlambat dan tidak sesuai prestasi pekerjaan. Kelima, penyerahan hasil pekerjaan, jangan sampai tidak sesuai spesifikasi dan kualitasnya.
"Semua proses harus diperhatikan dan diantisipasi, celah mana yang bisa menimbulkan risiko dan potensi korupsi saat pengadaan logistik pemilu 2019," tutur Fauzan.
Sementara itu Ketua Tim Satgasus P3TPK Jampidsus Kejagung, Reinhard Tololiu memberikan wawasan potensi korupsi di Indonesia. Dari 10 area rawan korupsi, salah satunya dari pengadaan barang/jasa. Pelaku yang berpotensi korupsi antara lain Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia lelang atau Unit Layanan Pengadaan (ULP), Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), penyedia barang/jasa, dan konsultan pengawas.
"Semua pihak ini sudah pernah dijadikan tersangka korupsi. Ini disampaikan bukan untuk menakuti, tetapi untuk mawas diri bagi kita semua. Jika semua proses pengadaan barang/jasa berjalan baik dan sesuai prosedur, maka tidak akan ada masalah," jelas Reinhard.
Reinhard juga mengungkapkan, modus operandi yang sering terjadi itu rekayasa lelang. Seharusnya ada poses lelang dan aanwijzing, kemudian tidak dilakukan aanwijzing tetapi ada daftar hadir, ini yang juga aneh. Ada juga markup nilai proyek, spesifikasi & kualitas yang tidak sesuai, suap menyuap, dan proyek fiktif pada barang habis pakai, seperti kertas, yang pada saat pemeriksaan dinyatakan sudah semua terpakai. Semua hal tersebut haris diperhatikan, jangan sampai ada yang terjadi dalam pengadaan logistik pemilu 2019. (hupmas kpu Arf/foto: Bili/ed diR)