KPU NTT dan KPK Wajib Jamin Hak Marianus Sae Untuk Memilih dan Dipilih
Font: Ukuran: - +
Dialeksis.com, Jakarta - Koordinator TPDI, Petrus Selestinus meminta kepada KPU Provinsi NTT dan KPK harus menjamin hak Marianus Sae untuk memilih maupun untuk dipilih dalam Pilgub NTT 2018.
"Salah satu hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh konstitusi adalah hak untuk memilih dan dipilih (right to vote and right to be candidate)," kata Petrus melalui keterangan tertulisnya, Senin 4 Juni 2018.
Petrus menjelaskan bahwa UUD 1945, UU maupun Konvensi Internasional dengan tegas menyatakan bahwa segala bentuk pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak pilih (memilih dan dipilih) seseorang, merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Warga Negara.
"Oleh karena itu, KPU Provinsi NTT dan KPK harus menjamin penggunaan atas hak Marianus Sae, baik untuk memilih maupun untuk dipilih dalam Pilgub NTT 2018. Sebagai Calon Gubernur NTT 2018 dan sebagai Warga Negara, maka dalam diri Marianus Sae melekat dua Hak Asasi Manusia yang tidak boleh dibatasi, ditiadakan dan dihapus yaitu hak untuk memilih dan hak untuk dipilih dalam Pilgub 2018," ujar Petrus.
Petrus menyampaikan, KPU NTT dan KPK harus melakukan koordinasi untuk mengatur mekanisme penggunaan hak suara oleh Marianus Sae sebagai Calon Gubernur NTT dalam Pilgub 2018 yang jatuh pada tanggal 27 Juni 2018.
"Hal ini penting karena bagi Marianus Sae, hak memilih dan dipilih adalah bagian dari HAM bidang politik yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Pilkada karenanya harus ada jaminan secara pasti bahwa KPU NTG dan KPK akan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan guna mewujudkan penggunaan hak-hak polotik yag sudah dijamin dalam konstitusi, sekalipun lokasi Rutan KPK di Jakarta jaraknya jauh dengan lokasi pelaksanaan Pilgub di NTT," jelasnya.
Ia menambahkan, oleh karena konstitusionalitas hak memilih dan dipilih seorang Marianus Sae telah dijamin dalam konstitusi, maka KPU Provinsi NTT dan KPK tidak punya pilihan lain selain harus menjamin Marianus Sae menggunakan hak pilihnya untuk mencoblos sekalipun dia berstatus tersangka dan ditahan di Rutan KPK di Jakarta.
"Jika saja KPU NTT dan KPK mengabaikan, membatasi atau meniadakan hak pilih Marianus Sae hanya karena saat ini Marianus Sae berstatus tersangka dan ditahan KPK, maka KPU NTT dan KPK jelas melakukan pelanggaran terhadap Konstitusi, karena telah meniadakan hak-hak politik Marianus Sae, untuk memilih dan dipilih yang secara asasi telah dijamin oleh UUD 1945 dan UU," imbuhnya.
Menurut advokat peradi ini, penahanan KPK terhadap Marianus Sae saat ini, hanya bersifat sementara.
"Karena hal ini terkait dengan Asas Praduga Tak Bersalah yang tetap memberikan jaminan atas seluruh hak politik Marianus Sae, disamping mengandung makna bahwa sewaktu-waktu KPK karena kewenangannya bisa saja menangguhkan atau membebaskan Marianus Sae dari Rutan KPK, baik karena kebutuhan pemeriksaan tidak lagi memerlukan penahanan maupun karena Marianus Sae bebas demi hukum karena masa penahannya telah habis dan Pengadilan tidak melakukan penahanan," lanjut dia.
Ia mengatakan, Marianus Sae akan tetap menghadapi aktivitas Pilgub meskipun tetap menghadapi proses hukum hingga putusan Pengadilan atas perkaranya diucapkan dan putusannya itu "Berkekuatan Hukum Tetap".
"Sebagai seorang tersangka dan berada dalam Rutan KPK, tidak kurang dari 50 (lima puluh) jenis hak hak hukum dan hak politik Marianus Sae yang dijamin oleh KUHAP dan UU Pilkada, selama proses hukum berjalan. Namun dari hampir 50 (lima puluh) jenis hak-hak Marianus Sae yang dijamin dalam KUHAP dan UU Pilkada, tidak semua hak-haknya itu digunakan oleh Marianus Sae".
Misalnya, kata dia, hak untuk meminta penangguhan penahanan, hak mengajukan praperadilan dan hak-hak lainnya.
"Ini berarti Marianus Sae sangat berkeinginan agar kasus hukumnya cepat diproses, bukan saja untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan akan tetapi juga untuk melindungi kepentingan umum yang lebih besar yaitu Penegakan Hukum," kata dia menjelaskan.
Advokat senior ini menegaskan bahwa sebagai orang yang wajib dianggap tidak bersalah, maka KUHAP memberikan garansi bahwa seorang Marianus Sae harus tetap diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah dan karenanya hak-hak hukumnya terutama hak-hak politiknya yang telah dijamin konstitusi dan UU Pilkada, tidak boleh dikurangi, dibatasi atau ditiadakan sedikitpun.
"Karena itu KPU Provinsi NTT dan KPK wajib menyediakan TPS khusus bagi Marianus Sae di Rutan KPK, ketika Pilgub NTT 2018 tiba pada tanggal 27 Juni 2018".
Secara prosedur, tambah dia, KPU Provinsi NTT dan KPK pasti melakukan koordinasi agar kepada Marianus Sae dibukakan TPS Khusus untuk menggunakan hak pilihnya secara utuh.
Tujuannya antara lain agar masyarakat tahu bahwa budaya hukum kita tetap memberikan jaminan bagi siapapun Paslon ketika menghadapi proses hukum, hak-hak politiknya tetap dihormati dan ditegakan.
Di samping itu agar masyarakat memandang secara wajar bahwa persoalan seseorang yang dicalonkan sebagai Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota lantas berstatus tersangka, bukanlah akhir dari segala-galanya, karena proses hukum itu sendiri bagian dari proses uji kebenaran untuk menentukan salah atau tidaknya seseorang.
Dikatakannya, satu hal yang perlu dicatat adalah setiap proses hukum termasuk proses Peradilan Tindak Pidana Korupsi, selalu ada kemungkinan bagi Majelis Hakim menyatakan seorang terdakwa tidak bersalah karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
"Oleh karena itu sangat tidak elok kalau belum ada "Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap" yang menyatakan Marianus Sae bersalah atau tidak, tetapi sudah ada pihak-pihak tertentu yang memvonis Marianus Sae melalui Media Masa dan Medsos sebagai orang yang bersalah. Budaya politik memvonis seseorang mendahului putusan Pengadilan harus dihentikan, karena sikap demikian merupakan tindak pidana pencemaran nama baik," pungkas Petrus. (Rel)