Manajemen Alutsista Panglima TNI Baru jadi Sorotan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sammy
Ilustrasi Alutsista TNI. (Tirto)
DIALEKSIS, Jakarta - Seiring dengan pergantian Panglima TNI dari Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke Marsekal Hadi Tjahjanto setelah dilantik oleh Presiden Jokowi berdasarkan Keputusan Presiden nomor 83/TNI/2017 di Istana Negara, Jumat (8/12/2017) yang lalu, ada dua isu yang muncul ke permukaan.
Pertama, permasalahan kesejahteraan prajurit TNI. Kedua, isu terkait kelanjutan program modernisasi alat utama sistem pertahanan (Alutsista).
Isu terakhir ini juga bersinggungan langsung dengan persoalan pertama karena dengan kelengkapan Alutsista, keselamatan prajurit akan tetap terjaga sekaligus bisa bekerja dengan tenang.
Terkait Alutsista sendiri, selang empat hari setelah pelantikan Panglima TNI, tepatnya pada 12 Desember 2017, sebanyak empat unit pesawat tempur F-16 "Fighting Falcon" yang merupakan hibah dari Amerika Serikat mendarat di Pangkalan Udara TNI AU (Lanud) Iswahjudi Magetan, Jawa Timur.
Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama TNI Samsul Rizal mengatakan Indonesia menerima hibah 24 unit pesawat tempur F-16, yang rencananya akan melengkapi Skuadron Udara 3 Lanud Iswahjudi dan Skuadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin, Pekanbaru.
"Pesawat hibah ini memang bekas penggunaan dari Amerika Serikat. Namun telah dilengkapi avionik dan sistem persenjataan yang lebih baik. Sehingga memiliki kemampuan melebihi aslinya," kata Samsul Rizal dilansir Antara, Selasa, 12 Desember 2017.
Sebelumnya, Marsekal Hadi Tjahjanto sudah menyatakan bahwa ia akan melanjutkan program-program yang sudah dicanangkan oleh Gatot. Salah satunya yang akan direalisasikan yaitu terkait pengadaan Alutsista TNI yang disesuaikan dengan Rencana Strategis (Renstra) 2014-2019.
"Alutsista yang dimiliki TNI saat ini, kami berpedoman pada ‘Minimum Essential Force’. Saat ini, sudah masuk renstra kedua 2014-2019, sehingga kami menunggu saja apa yang segera harus dipenuhi," kata Hadi Tjanjanto kepada Rappler, Senin, 8 Desember 2017.
Di antaranya penambahan tiga unit Helikopter Serang AS555AP Fennec untuk kebutuhan TNI AD di mana sebelumnya sudah mendatangkan enam heli untuk Mabes TNI. Sehingga saat ini sudah ada sembilan heli dari 12 yang ditargetkan.
Sedangkan untuk TNI AL sudah datang tiga pesawat, yaitu satu unit Pesawat Udara CN 235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) dan dua unit Helikopter AS565 MBe Panther Anti Kapal Selam (AKS).
Sementara untuk TNI AU telah disediakan pengganti Pesawat F-5E yang sudah tidak terbang lagi hampir lebih satu setengah tahun. Pada Januari ini TNI sudah melaksanakan penandatanganan kontrak pengadaan 11 pesawat dengan perlengkapan komplit termasuk simulatornya.
Selanjutnya Alutsista ini juga diperkuat lagi dengan penambahan enam unit pesawat baru buatan PT Dirgantara Indonesia (DI).
Enam unit pesawat tersebut diserahkan oleh Direktur Utama PT DI Elfien Goentoro kepada Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kabaranahan Kemhan) RI, Laksda TNI Agus Setiadji di Hanggar Fixed Wing PT DI, Bandung, dikutip Antara, Selasa, 9 januari 2018.
Selain itu, TNI AL juga sudah mendapatkan satu perusak kawal rudal (PKR) baru, yakni KRI I Gusti Ngurah Rai 332. Direncanakan nantinya TNI AL juga akan mendapatkan kapal selam.
Menjadi Sorotan
Namun, berbagai modernisasi dan penambahan Alutsista ini bukannya tanpa kritik. Salah satunya datang dari Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah yang mengkritik pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya institusi nonmiliter yang memesan 5000 senjata tanpa sepengetahuan TNI.
"Mungkin kritik kepada metode belanja Alutsista kita yang harus betul hati-hati sebab bisa juga di situ terjadi penyimpangan dan kebocoran yang merugikan kita semua‎," ujar Fahri di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, diwartakan Tribunnews, Senin, 25 September 2017.
Hal tersebut disampaikan Fahri terkait pernyataan Gatot soal adanya pengadaan 5.000 pucuk senjata di luar militer. Menkopolhukam Wiranto meluruskan pernyataan Gatot tersebut.
Menurutnya pengadaan senjata bukan 5000 pucuk melainkan 500 untuk Sekolah Intelijen BIN yang diklaim Wiranto adalah buatan Pindad dan bukan standar militer, sehingga tidak memerlukan izin TNI, cukup dari Polri saja.
Kemudian, juga muncul kritik terkait banyaknya insiden kecelakaan Alutsista ini. Di antaranya pada 2015 lalu, pesawat jet latih tempur Jet T50 i Golden Eagle buatan Korea Selatan jatuh dalam acara Gebyar Dirgantara di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, 20 Desember 2015.
Insiden selanjutnya ditandai dengan jatuhnya pesawat latih TNI AU jenis Super Tucano buatan Brasil di Malang, Rabu, 10 Februari 2016. Kemudian kecelakaan yang terjadi saat Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI melakukan latihan gladi bersih di Natuna, Kepulauan Riau, Rabu, 17 Mei 2017. Empat prajurit TNI meninggal dalam insiden ini.
Jenderal Gatot Nurmantyo yang pada saat itu masih menjabat sebagai Panglima TNI menyatakan institusinya semakin berbenah sejak awal 2017 lalu menanggapi berbagai persoalan tersebut. Khususnya dalam upaya perbaikan dan pengembangan Alutsista TNI.
"Dalam membangun kekuatan TNI AU kita harus berani mengevaluasi diri secara jujur. Terutama berkaitan dengan pembangunan kekuatan Alutsista. Dalam kurun waktu terakhir ini kita masih menemui peristiwa kecelakaan (pesawat) TNI," tutur Gatot saat menjadi inspektur upacara Serah Terima Jabatan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, diberitakan Liputan6, Jumat 20 Januari 2017.
Karena itu, dengan bergantinya kepemimpinan TNI yang saat ini dijabat oleh Marsekal Hadi Tjahjanto, diharapkan agar persoalan manajemen, perawatan, dan pemeliharaan Alutsista TNI ini bisa segera teratasi dan insiden-insiden serupa tak terulang kembali. []