Manajemen Pelayanan Dasar Penyebab Tingginya Angka Stunting di Indonesia
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Medan - Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah balita tertinggi yang mengalami stunting. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Muhammad Hudori saat membuka "Workshop Membangun Komitmen Daerah dan Kelembagaan dalam Upaya Penanganan Stunting" pada Senin, (24/6/2019) di Hotel Four Points, Medan, Sumatera Utara.
Lebih lanjut, Hudori menyebut berdasarkan data yang dilansir oleh Global Nutrition Report pada 2018, balita di dunia yang mengalami stunting sebesar 22,2% atau sekitar 150,8 juta. Sementara balita di Indonesia yang mengalami stunting sebesar 30,8%.
Menurut Kementerian Kesehatan, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Fenomena tersebut, kata Hudori, dapat menjadi sinyal kuat yang mengindikasikan bahwa ada masalah dalam manajemen penyelenggaraan pelayanan dasar, sehingga pelayanan yang dibutuhkan untuk mencegah dan menurunkan prevalensi stunting belum tersedia dalam skala dan kualtas yang memadai serta tidak sampai secara lengkap pada kelompok sasaran dan prioritas yaitu ibu hamil dan anak-anak usia di bawah dua tahun.
Untuk itu, Hudori mengingatkan percepatan penurunan stunting sebagai Kegiatan Priotitas Nasional guna menata kembali penyelenggaraan pelayanan dasar, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak, konseling gizi terpadu, air minum dan sanitasi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan perlindungan sosial agar lebih terpadu dan tepat sasaran.
"Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri sudah menyurati seluruh gubernur berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota dan kepada seluruh bupati dan walikota berkaitan dengan pelaksanaan intervensi penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Kami menyampaikan kepada gubernur dan bupati atau walikota agar membentuk atau menunjuk tim koordinasi yang terlah tersedia untuk mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi penurunan stunting yang terintegrasi di wilayah masing-masing," ungkap Hudori.
Hudori menambahkan hingga saat ini Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah menerima data jumlah pemerintah daerah yang telah membentuk tim koordinasi, yaitu 21 pemerintah provinsi dan 78 pemerintah kabupaten/kota. "Melalui kesempatan ini, saya mengingatkan kembali agar kabupaten/kota dan provinsi yang tidak termasuk dalam daftar tersebut segera menyampaikan data yang dimaksud kepada tim fasilitator," imbuh Hudori.
Melalui "Workshop Membangun Komitmen Daerah dan Kelembagaan dalam Upaya Penanganan Stunting," Hudori berharap dapat menjadi forum pembelajaran antarkabupaten/kota dalam pelaksanaan aksi konvergensi atau integrasi, koordinasi penanganan isu-isu pelaksanaan dan pemanfaatan hasil aksi konvergensi bagi perbaikan perencanaan dan penganggaran daerah, mengidentifikasi langkah kerja bagi penguatan peran dan rencana kerja tim koordinasi, baik di kabupaten/kota maupun di provinsi, serta memahami persiapan yang perlu dilakukan provinsi dan kabupaten/kota menjelang pelaksanaan penilaian kinerja kabupaten/kota tahun 2019. (pd/rel)