Menag minta warga tak terprovokasi kasus kekerasan pada pemuka agama
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta masyarakat mempercayakan kepada aparat hukum dalam penanganan kasus kekerasan terhadap pemuka agama. Tidak terprovokasi melakukan tindakan balasan.
"Saya selaku Menag berharap masyarakat agar memberikan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas sehingga tidak perlu main hakim sendiri dan terprovokasi untuk melakukan tindak balasan," kata Lukman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/2).
Penyerangan terhadap pemuka agama, apalagi terjadi di rumah ibadah, menurutnya, sebagai tindak kekerasan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. "Karena itu kita semua umat beragama harus betul-betul bisa menyikapi bahwa ini tindakan yang tidak dapat dibenarkan atas dasar alasan apapun," katanya.
Dia mengatakan kasus penyerangan atau kekerasan terhadap pemuka agama mestinya menjadikan umat beragama lebih waspada, dan penegak hukum lebih serius lagi mengungkap motif di balik peristiwa itu. "Ini tidak cukup hanya sebatas memberikan informasi bahwa ini dilakukan oleh orang tidak waras, orang hilang ingatan, perlu pengungkapan yang lebih jelas apa motif di balik peristiwa ini sehingga umat beragama tidak lagi terpicu atau berpotensi menduga-duga bahwa ini sesuatu yang direkayasa," tuturnya.
Lukman Hakim mengingatkan semua harus punya kesadaran yang tinggi bahwa Indonesoa adalah bangsa religius sehingga semua akrivitas tidak bisa dipisahkan dengan unsur keagamaan.
Sebagaimana diberitakan, pada Minggu pagi, seorang lelaki 22 tahun datang ke Gereja Santa Lidwina Bedok di Kabupaten Sleman sambil membawa senjata tajam, lalu mengamuk sehingga melukai empat orang, termasuk seorang pastor. Polisi sudah mulai memeriksa tersangka pelaku penyerangan di gereja itu.
Sementara dalam siaran Pers Kementerian Agama menyampaikan Enam Rumusan Etika Kerukunan Penting Ditaati Umat Beragama, sebagai berikut.
1. Setiap pemeluk agama memandang pemeluk agama lain sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan saudara sebangsa.
2. Setiap pemeluk agama memperlakukan pemeluk agama lain dengan niat dan sikap baik, empati, penuh kasih sayang, dan sikap saling menghormati.
3. Setiap pemeluk agama bersama pemeluk agama lain mengembangkan dialog dan kerjasama kemanusiaan untuk kemajuan bangsa.
4. Setiap pemeluk agama tidak memandang agama orang lain dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mencampuri urusan internal agama lain.
5. Setiap pemeluk agama menerima dan menghormati persamaan dan perbedaan masing-masing agama dan tidak mencampuri wilayah doktrin/akidah/keyakinan dan praktik peribadatan agama lain.
6. Setiap pemeluk agama berkomitmen bahwa kerukunan antar umat beragama tidak menghalangi penyiaran agama, dan penyiaran agama tidak menggangu kerukunan antar umat beragama
(sumber: Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama RI , dto Dr. MASTUKI, M.Ag)
Menurut Menag, rumusan etika tersebut yang dirumuskan sendiri oleh para pemuka agama yang berkumpul dalam Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa.
Sebanyak 250 pemuka agama dari berbagai daerah di Indonesia diterima Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Ikut mendampingi Presiden saat menerima para tokoh agama, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-agama dan Peradaban Din Syamsuddin.
"Rumusan itu penting dipahami dan ditaati dalam menjaga kerukunan Indonesia yang majemuk," tegasnya Lukman Hakim(*/ant)