Mendagri: Banyak Pelajaran Berharga, Kenang Dua Dekade Bom Bali
Font: Ukuran: - +
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian. Foto: Puspen Kemendagri
DIALEKSIS.COM | Badung - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menghadiri Peringatan 20 Tahun Bom Bali bertajuk “Harmony in Diversity” di Merusaka Hotel Bali pada Rabu (12/10/2022). Peristiwa Bom Bali pada 12 Oktober 2002 lalu itu menjadi peristiwa kelam di tanah air. Peringatan salah satu tragedi teror terbesar di tanah air itu berlangsung dalam suasana haru.
Dalam sambutannya, Mendagri mengatakan, tragedi nahas tersebut merupakan salah satu serangan teror paling mematikan di dunia, setelah peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. “Peristiwa besar dengan korban jiwa sebesar ini, menggemparkan kita,” katanya.
Dia mengatakan, peristiwa tersebut telah memberikan pelajaran bagi bangsa Indonesia terutama dalam mendeteksi dini terhadap gerakan terorisme, termasuk dalam penangannnya. “Kami mengambil pelajaran dari peristiwa ini, kami melakukan deteksi, kemudian kedua dalam hal merespons,” ujarnya.
Mendagri menjelaskan, Megawati Soekarno Putri yang kala itu tengah menjabat sebagai Presiden, mengatasi serangan Bom Bali dengan tiga instrumen kebijakan. Pertama, instrumen militer. Kedua, pengerahan intelijen. Kemudian ketiga, penegakan hukum. “Pada dasarnya penanggulangan terorisme dapat dilakukan melalui tiga strategi tersebut, meskipun ketiganya saling berkaitan,” tuturnya.
Geramnya pemerintah saat itu membuat Presiden Megawati memerintahkan Kepolisian bergerak cepat untuk menuntaskan dan menangkap para pelaku dan otak di balik peristiwa tersebut. Tak hanya itu, Presiden Megawati juga langsung menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta Instruksi Presiden yang memberi mandat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk membuat strategi kebijakan nasional dalam menangani terorisme.
“Jadi dua keputusan fenomenal yang diambil Ibu Megawati. Nomor satu, meminta polisi menuntaskan dan mencari indikasi lain, kemudian disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003,” pungkasnya [rls].