kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Pakar Mengatakan Tak Lazim Jika Ada Opsi Rizieq Minta Ampun Jokowi

Pakar Mengatakan Tak Lazim Jika Ada Opsi Rizieq Minta Ampun Jokowi

Kamis, 24 Juni 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Eks Imam Besar FPI, Rizieq Shihab (Foto: AP/Achmad Ibrahim)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda mengungkapkan ketidaklaziman saat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) memberikan opsi salah satunya meminta ampunan Presiden Jokowi untuk Rizieq merespons vonis 4 tahun bui.

Ia menyoroti penjelasan hakim mengenai opsi pengampunan presiden dalam menyikapi putusan pengadilan. Menurut dia, hal tersebut biasanya dijelaskan hakim ketika terdakwa mengakui perbuatannya.

"Saya kira wajar saja [hakim memberi penjelasan]. Jadi tidak lazim karena hakim semestinya tahu pengampunan hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengaku bersalah, sedangkan HRS [Rizieq Shihab] selama persidangan meyakini dirinya tidak salah," ujar Huda kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Kamis (24/6).

Ia berpendapat sikap hakim tersebut memberikan kesan seolah-olah masalah yang menjerat eks pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu bukan ranah pengadilan.

"Hakim memberi kesan seolah-olah masalah HRS bukan dengan pengadilan, tapi dengan Presiden. Jadi, silakan minta pengampunan," imbuhnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan konsekuensi jika Rizieq mengambil opsi pengampunan Presiden. Di antaranya adalah ia diampuni dan hukuman dikurangi; diampuni dan dibebaskan; serta permintaan pengampunan ditolak.

"Soal berapa besar akan diampuni sepenuhnya kewenangan presiden," ucap dia.

Sebelumnya, hakim setelah membacakan vonis kemudian memberikan penjelasan terkait hak terdakwa Rizieq Shihab sebagaimana ketentuan Pasal 196 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Di antaranya yakni hak segera menerima atau menolak putusan; hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh UU ini; dan hak meminta menangguhkan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh UU untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan.

Rizieq langsung menyatakan banding atas vonis empat tahun pidana penjara. Hakim menilai Rizieq terbukti melakukan tindak pidana penyebaran berita bohong terkait tes swab di RS Ummi Bogor. Ia dinilai melanggar Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (CNN Ind)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda