Pawang Hujan Mbak Rara Klarifikasi Soal Diusir dari Aceh, Ini Kata Netizen
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Rara Istiati Wulandari saat berswafoto di Stadion Harapan Bangsa (SHB) Lhong Raya, yang menjadi venue utama PON 2024. [Foto: Instagram @rarapawang_cahayatarot]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menjelang perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 di Aceh, kehadiran sosok Rara Istiati Wulandari, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbak Rara, menimbulkan kontroversi yang cukup panas di kalangan masyarakat Aceh.
Dikenal sebagai pawang hujan dan spiritualis, Rara diundang oleh PT. Wijaya Karya Gedung (Wika) Tbk untuk menangani cuaca selama proyek renovasi Stadion Harapan Bangsa (SHB) Lhong Raya, yang menjadi venue utama PON 2024.
Dalam sebuah unggahan di akun Instagram resminya, @rarapawang_cahayatarot, Mbak Rara menyampaikan beberapa pesan terkait tugasnya di Aceh.
“Aku percaya Tuhan menakdirkan aku ke tanah Aceh agar aku mengasihi alam semestanya secara multidimensi. Banyak sekali keajaiban Tuhan yang terlihat di mata terasa di hati,” tulisnya yang dilansir media dialeksis.com, Jumat (30/8/2024).
Rara menjelaskan bahwa kehadirannya di SHB bukan hanya untuk memastikan cuaca mendukung selama renovasi, tetapi juga sebagai bentuk kasih sayang terhadap alam semesta yang ia rasakan sebagai bagian dari takdirnya.
“Aku dihadirkan sebagai pelengkap doa spiritual nuansa khas Nusantara, menerapkan kearifan lokal Bhineka Tunggal Ika, tekun berbakti kepada leluhur,” ungkapnya lebih lanjut.
Meskipun demikian, kehadiran Mbak Rara tidak diterima dengan baik oleh sebagian masyarakat Aceh.
Sebuah video berdurasi 27 detik yang menunjukkan Mbak Rara melakukan ritual di tepi lapangan SHB menjadi viral dan memicu gelombang kecaman.
Dalam video tersebut, Rara terlihat membawa sesuatu di tangannya sambil menengadahkan kepala ke langit, diiringi oleh beberapa pekerja proyek yang mengikuti langkahnya. Video ini dengan cepat menyebar di media sosial, memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat.
Beberapa netizen dan tokoh masyarakat Aceh mengkritik keras tindakan PT Wika dan PT Nindya Karya (Persero), KSO, yang bertanggung jawab atas proyek renovasi tersebut, karena dianggap tidak menghormati nilai-nilai budaya dan agama yang dianut masyarakat Aceh.
Kritik ini semakin menguat setelah sejumlah ulama lokal mempertanyakan relevansi dan kebutuhan akan kehadiran seorang pawang hujan dalam proyek besar ini.
Menanggapi kontroversi tersebut, Mbak Rara menyatakan bahwa dirinya memahami reaksi masyarakat Aceh yang mungkin tidak nyaman dengan kehadirannya.
“Buat yang nggak suka aku datang, ya aku maklumi saja. Yang jelas, semua kenangan manis ku bersama semua pekerja proyek, kontraktor, Wika, PLN, Telkom, ya BUMN lainnya, PUPR, pengelola gedung, para sekuriti, semuanya akan terkenang di hati,” tulisnya.
Akhirnya, pada 27 Agustus 2024, atas instruksi dari Safrizal ZA, Pj Gubernur Aceh, PT Wika dan PT Nindya Karya memutuskan untuk memulangkan Mbak Rara melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang.
Perdebatan mengenai kehadiran pawang hujan di Aceh ini mencerminkan betapa sensitifnya masyarakat Aceh terhadap intervensi yang dianggap bertentangan dengan norma-norma agama dan budaya lokal.
Dalam konteks PON 2024, peristiwa ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menjembatani nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan praktis dalam pelaksanaan proyek besar.
Di tengah segala kontroversi, Mbak Rara tetap menganggap kehadirannya di Aceh sebagai sebuah pengalaman spiritual yang mendalam.
“Aku percaya Tuhan menakdirkan aku ke tanah Aceh ini, agar aku mengasihi alam semestanya secara multidimensi,” ungkapnya.
Beragam komentar netizen pun hadir terhadap persoalan klarifikasi mbak Rara.
Dimana bumi di pijak, disitu langit di junjung" ini tentang adat & keagamaan di aceh & jangan benci aceh mbak rara," kata akun ig @heydolll3gp.
"Akhirnya ada yang menolak. Dipulangkan dari Aceh ya," ujar akun ig @yi_arianto.
"ya liat tempat dulu lah, liat budaya dan syariat sekitar gak bisa nyamain yg di jawa dengan Aceh," ujar akun ig @ mroby_478.[nh]