PBNU Ikhbarkan Idul Fitri 1440 H Jatuh pada Rabu 5 Juni
Font: Ukuran: - +
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj. Kiai Said menjelaskan dari 99 titik pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) di seluruh Indonesia, tak satupun yang melihat hilal (Foto : Medcom.id/Ilham Pratama Putra)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj mengikhbarkan bahwa hari raya Idul Fitri 1440 H akan jatuh pada hari Rabu, 5 Juni 2019. Hal tersebut disampaikan di gedung PBNU, Senin (3/5) sore setelah berkomunikasi dengan sejumlah perukyat yang ada di berbagai titik pengamatan hilal di Indonesia.
"Dengan demikian puasa digenapkan menjadi 30 hari atau istikmal," katanya.
Kiai Said menjelaskan dari 99 titik pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) di seluruh Indonesia, tak satupun yang melihat hilal. Hal ini dikarenakan, posisi hilal yang masih 0 derajat atau bahkan di Indonesia timur, -1 derajat sehingga tidak memungkinkan hilal terlihat.
Hadir pada pertemuan tersebut Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini, Katib Syuriyah H Mujib Qolyubi, Ketua Ma'arif NU Arifin Junaidi, Ketua Umum Pagar Nusa Nabiel Harun, dan jajaran pengurus Falakiyah NU. Ketua Umum ICMI Jimly Assiddiqi yang bersilaturrahmi dengan KH Said Aqil Siroj menyempatkan diri melihat Command Center, yang merupakan pusat komunikasi NU dengan pengurus wilayah dan cabang NU di seluruh Indonesia.
Kiai Said menjelaskan, NU menggunakan dua metode dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal karena hal tersebut merupakan perintah Rasulullah, yaitu hisab dan rukyat. Metode rukyat digunakan karena hal itu merupakan perintah Rasulullah. "Berpuasalah kamu jika melihat bulan dan berbukalah kamu jika melihat bulan," kata Kiai Said mengutip sebuah hadits yang menjadi panduan dalam penentuan awal puasa dan lebaran ini.
Metode hisab digunakan karena merupakan perkembangan dari ilmu pengetahuan yang memungkinkan untuk memperkirakan posisi bulan dan matahari pada permulaan bulan. NU, kata Kiai Said, menggunakan metode hisab untuk bulan selain Ramadhan dan Syawal. "Jadi bukan karena tidak tahu, tetapi ini karena perintah Rasulullah," tandasnya.
Sekalipun posisi hilal masih di bawah ufuk sehingga tak bisa dilihat, rukyat tetap dilakukan karena hal tersebut merupakan ibadah dan demi kahati-hatian. Karena itu, malam ini masih diselenggarakan shalat Tarawih.
Kiai Said juga menyampaikan selamat berhari raya Idul Fitri kepada seluruh umat Islam dan memohon maaf lahir dan batin, Taqabbalallhu minna wa minkum.
Wakil Ketua LFNU Rusli Rasyad menjelaskan, saat posisi hilal di bawah ufuk atau minus, maka hilal terbenam terlebih dahulu dibandingkan dengan matahari sehingga tidak mungkin dilihat. Sebaliknya, jika posisi hilal di atas ufuk, maka matahari terbenam terlebih dahulu dibandingkan dengan hilal. Hal ini memungkinkan untuk dirukyat. Namun masih ada persyaratan lainnya, yaitu hilal dapat dilihat jika melebihi 2 derajat. (REL/PBNU)