Pelanggar Etik di KPK, Lili Pintauli Sempat Menjadi Aktivis LBH Medan
Font: Ukuran: - +
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar menjadi buah bibir usai dijatuhkan sanksi pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan oleh Dewan Pengawas KPK.
Ia terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak beperkara.
Sanksi ini diberikan kepada Lili yang belum genap dua tahun menjabat sebagai Komisioner KPK. Lili, bersama dengan Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron, dilantik Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan Jilid V pada 20 Desember 2019.
Ia mengawali karier sebagai Asisten Pembela Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan pada tahun 1991-1992.
Setelah itu, ia bekerja di kantor advokat Asamta Parangiunangis, SH & Associates pada 1992-1993 sebagai asisten pengacara. Satu tahun kemudian, Lili juga aktif di Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan hingga menjadi Direktur Eksekutif Pusbakumi pada 1999-2002.
Ia menyatakan LPSK sudah kerap kali mengajukan kepada pimpinan KPK untuk memberikan perlindungan bagi para justice collaborator. Akan tetapi, KPK sama sekali tak mau memberikan hal tersebut kepada LPSK. Padahal, lanjut Lili, tak ada larangan bagi komisi antirasuah itu untuk memberikan bantuan perlindungan bagi para justice collaborator ke LPSK.
"MoU sekarang LPSK dengan KPK itu sangat general, berhubungan dengan LHKPN, soal sosialisasi dan pendidikan. Jadi, tak menyentuh bagaimana pendampingan dan perlindungan bagi saksi, pelapor, saksi pelaku yang mau bekerja sama," kata Lili saat mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK.
Saat itu, Lili mempunyai sikap tak sepenuhnya setuju dengan Revisi Undang-undang KPK. Ia menolak kehadiran Dewan Pengawas dan menyetujui ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). (CNN Ind)