Pelibatan TNI Penindakan Terorisme Dibutuhkan
Font: Ukuran: - +
Sat 81 Gultor Kopassus, pasukan elite untuk Antiteror di TNI (foto:jawapos.com)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Analis dari Institut Demokrasi, Anton Aliabbas, menilai perpres terorisme memuat sejumlah istilah rancu yang tidak dikenal dalam UU Terorisme.
Dia mencontohkan penggunaan istilah 'penangkalan'. Menurutnya, dalam Pasal 43 UU Terorisme, yang dikenal hanya istilah ‘pencegahan’ yakni tugas pemerintah yang dikoordinasikan lewat BNPT.
Artinya, kata dia, kewenangan pencegahan bukan ranah TNI, tapi BNPT. Hal ini ditegaskan dalam pasal 43f huruf c UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menjelaskan sejumlah fungsi BNPT dalam menangani terorisme antara lain melaksanakan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.Dia menambahkan, dalam perpres tersebut pemberantasan terorisme terdiri dari tugas penindakan, penangkalan dan pemulihan. TNI boleh terlibat dalam penindakan, sementara urusan pemulihan merupakan kewenangan BNPT.
"Mengenai penangkalan agak rancu. Penangkalan tidak disebutkan dalam UU Terorisme. UU Terorisme hanya menyebutkan pencegahan. Istilah penangkalan ini tidak dikenal dalam UU teorrisme," jelas akademisi dari Universitas Paramadina ini kepada Dialeksis.com, Jumat (12/7/2019).Anton tidak menolak bahwa perpres ini memang amanat dari UU terorisme yang menyebutkan pelibatan TNI dalam terorisme akan diatur dalam perpres.
"Perpres ini memang harapannya dapat mengatur bagaimana, kapan dan pada tahap apa TNI bisa dilibatkan dalam penanganagan masalah terorisme."Namun yang menjadi catatam, TNI boleh dilibatkan selama merujuk pada peraturan perundangan-undangan yang ada. Keterlibatan militer memerlukan otoritas politik, yaitu presiden dan DPR.
"Untuk urusan penindakan itu yang nanti butuh kejelasan, apa dan bagaimana jenis ancaman seperti apa TNI dilibatkan," pungkas peneliti dari South East Asia Peace Lab ini.Sebagaimana diketahui, Pemerintah sedang menindaklanjuti rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Perpres ini merupakan amanat dari UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU.
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Imparsial, KontraS, Elsam, YLBHI, LBH Jakarta, Setara Institute, LBH Pers, WALHI, HRWG, ILR, ICJR, Institut Demokrasi mendesak pemerintah merevisi draf Perpres pelibatan TNI dalam Pemberantasan terorisme tersebut. Hal ini karena dinilai muatan Perpres itu bertentangan dengan Undang-Undang Terorisme dan Undang-Undang TNI. (pd)