Pemerintah dan DPR Sepakat Batasi Kewenangan Penyadapan KPK
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah dan DPR sepakat membatasi kewenangan penyadapan Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK).
Pembatasan kewenangan penyadapan diatur dalam Undang-undang (UU) KPK yang baru saja direvisi dan disahkan di Rapat Paripurna, Selasa (17/9/2019).
Pasal 12B ayat (1) UU KPK menyatakan, penyadapan dapat dilakukan setelah mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Untuk mendapatkan izin dari Dewan Pengawas, Pimpinan KPK mengajukan permintaan secara tertulis.
Dewan Pengawas dapat memberikan izin penyadapan dalam waktu 1×24 jam.
Kemudian pada Pasal 12B ayat (4), penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang satu kali dalam jangka waktu yang sama.
Selain itu, Pasal 12D ayat (2) menyatakan hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK wajib dimusnahkan.
Ada pula ketentuan pidana bagi pejabat atau orang yang menyimpan hasil penyadapan.
Seluruh ketentuan terkait pembatasan penyadapan itu sebelumnya tidak diatur dalam UU KPK sebelum direvisi.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengkritik ketentuan pembatasan penyadapan dalam UU KPK.
Menurut Donal, ketentuan itu akan memperlambat kerja KPK dan bisa jadi akan kehilangan momentum untuk menangkap pelaku suap.
Selain itu, penyadapan KPK bisa batal dilakukan jika Dewan Pengawas tidak memberikan izin.
"Akibatnya, kerja penegakan hukum KPK akan turun drastis," kata Donal, Sabtu (14/9/2019). (im/kompas)