Pemerintah Naikan Tarif Pungutan Ekspor dan Produk Turunan, Berapa Tarifnya?
Font: Ukuran: - +
Foto: Bisnis.com
DIALEKSIS.COM | Nasional - Pemerintah menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan dari maksimal US$355 per ton menjadi US$375 per ton. Hal itu diikuti dengan kenaikan batas atas harga CPO dari di atas US$1.000 menjadi di atas US$1.500 per ton.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan.
"Bahwa menteri koordinator bidang perekonomian selaku ketua komite pengarah BLU BPDPKS pada Kementerian Keuangan melalui surat yang ditujukan telah menyampaikan hasil kesepakatan dan keputusan rapat komite pengarah pada 16 Maret 2022," ucap Sri Mulyani dalam aturan tersebut, dikutip Jumat (18/3).
Salah satu usulan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah perubahan tarif layanan BLU BPDPKS. Dalam aturan tersebut, pungutan ekspor sawit ditetapkan secara progresif. Dengan kata lain, tarifnya berubah sesuai dengan perkembangan harga. Semakin tinggi harga CPO, maka semakin besar pula pungutan ekspor yang dikenakan ke produsen.
Berdasarkan aturan terbaru, harga CPO di bawah atau sama dengan US$750 per ton dikenakan tarif pungutan ekspor US$55 per ton. Lalu, jika harga CPO di atas US$750 sampai US$800 dikenakan tarif US$75 per ton.
Untuk harga CPO di atas US$850 per ton sampai US$950 per ton dikenakan tarif US$95 per ton. Intinya, setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50 per ton, maka tarif pungutan ekspor naik US$20 per ton.
Untuk harga CPO di atas US$1.500 per ton, maka akan kena pungutan ekspor US$375 per ton. Sebelumnya, pemerintah hanya mematok batas atas pungutan ekspor sampai harga US$1.000 per ton dengan tarif US$355 per ton. Artinya, jika harga CPO di atas US$1.000 per ton, maka hanya akan dikenakan tarif pungutan ekspor sebesar US$355 per ton.
Sebelumnya, pemerintah hanya mematok batas atas pungutan ekspor sampai harga US$1.000 per ton dengan tarif US$355 per ton. Artinya, jika harga CPO di atas US$1.000 per ton, maka hanya akan dikenakan tarif pungutan ekspor sebesar US$355 per ton.
Dengan kenaikan batas atas pungutan ekspor, maka biaya yang harus dikeluarkan pengusaha akan semakin mahal, sedangkan penerimaan negara berpotensi semakin besar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tarif pungutan ekspor akan ditambah dengan bea keluar yang sebesar US$200 per ton. Dengan demikian, total pungutan mencapai US$575 per ton.
"Sehingga ini menjadi disinsentif untuk ekspor, ini mendorong agar diserap di dalam negeri," kata Airlangga dalam diskusi kebijakan minyak goreng dengan media, Jumat (18/3).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan M Lutfi mengatakan penerimaan dari pungutan pajak ekspor akan dimanfaatkan untuk memberikan subsidi minyak goreng curah. Nantinya, penyaluran subsidi akan dilakukan lewat BPDPKS.
"BPDPKS itu nanti akan mendapatkan uangnya dari tambahan bea keluar. Dari tambahan pungutan ekspor," ucap Lutfi.
Sebagai informasi, pemerintah memberikan subsidi untuk minyak goreng curah. Namun, harga eceran terbatas (HET) minyak goreng curah naik dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14 ribu per liter [cnnindonesia.com].