Penjelasan PLN Terkait Alasan Susut Jaringan Listrik Tinggi
Font: Ukuran: - +
Foto: Sutet 500 kV Balaraja-Kembangan ,Proyek Prioritas untuk Keandalan Listrik Jawa – Bali. (Dok.PLN)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemerintah terus mendorong agar susut jaringan listrik (losses) PT PLN (Persero) bisa ditekan. Pasalnya, susut jaringan ini berpengaruh pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik.
Direktur Bisnis Regional Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) PLN Haryanto W.S. angkat bicara mengenai losses tinggi yang masih dialami PLN. Jika dibandingkan negara lain, menurutnya susut jaringan di Indonesia masih cukup tinggi, namun bukan tanpa alasan, karena losses ini berkaitan dengan konsumsi listrik per kapita.
Menurutnya, suatu negara yang konsumsi per kapitanya tinggi adalah negara-negara yang didominasi sektor industri, sehingga penggunaan listrik tidak semata-mata untuk penerangan saja.
Baca juga: Kenalkan GM Baru, PLN Aceh Silaturrahmi Dengan Kepala Ombudsman
Misalnya saja Singapura, konsumsi listrik per kapitanya mencapai 8.000 kilo Watt hour (kWh). Lalu, Malaysia konsumsi listrik per kapitanya 4.600 kWh, Thailand 2.669 kWh, Vietnam 2.200 kWh, dan saat ini Indonesia sekitar 1.100 kWh per kapita. Singapura dengan konsumsi per kapita tinggi, susut jaringannya hanya 2%, lalu Malaysia memiliki losses 5,79%, dan Thailand losses-nya 6,11%.
"Indonesia dengan konsumsi yang 1.100 kWh, losses-nya masih 9,37%, ini memang kami melihat tidak bisa dipungkiri bahwa susut energi selain dipengaruhi aspek teknis, juga dipengaruhi dari tingkat konsumsi per kapita," paparnya dalam dalam Webinar Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero), Selasa (23/02/2021).
Baca juga: Dongkrak Energi Terbarukan RI, Begini Cara PLN Aceh
Haryanto mencontohkan di Tangerang dengan pelanggan paling tinggi adalah tegangan menengah 65%, dan ada juga pelanggan tegangan tinggi, losses-nya berada di bawah 1%. Hal ini dikarenakan banyak pabrik di Tangerang.
"Komposisi penjualan Cikupa, tegangan menengah 65%, losses 2%-4%, tegangan tinggi 12%," ujarnya.
Selanjutnya, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, di mana sekitarnya dipenuhi dengan gedung tinggi, meski tidak ada pelanggan tegangan tinggi, namun pelanggan tegangan menengah mencapai 69%, lalu tegangan rendahnya 31% dengan losses 3,65%.
"Menteng konsumsi per kapita tinggi karena daerah padat," imbuhnya.
Kondisi yang berbeda misalnya di Indramayu di mana daerahnya adalah pertanian. Tegangan rendahnya sangat tinggi mencapai lebih dari 90% dan sisanya tegangan menengah. Susut jaringan di daerah tersebut adalah 11%.
Baca juga: Giliran PLN Aceh bantu Dek Zahra
Melihat kondisi ini menurutnya losses yang tinggi bukan sekedar masalah teknis. Meski demikian, menurutnya PLN akan terus berupaya menekan losses, dan sudah lebih baik dibandingkan 2014 yang masih ada di posisi 10,58%.
"Ini adalah gambaran susut di Jamali yang hampir stagnan di angka 8%, ini nggak mudah turunkan di bawah 8%, melihat komposisi pelanggan, tegangan tinggi (TT), tegangan menengah (TM), dan tegangan rendah (TR)," paparnya [cnbcindonesia.com].